Sang
ayah menekuni karya-karya tradisionalis terkemuka, Mulla Baqir Majlisi;
sedangkan hero besar sang anak di antara para ulama masa lalu adalah
ahli teosofi Mulla Sadra. Sungguh pun demikian, Ayatullah Muthahhari
tetap menghormati dan sangat mencintai ayahnya yang juga guru
pertamanya. Ia mempersembahkan pada ayahnya salah satu karya
termasyhurnya, Dastan-i Rastan (Epik Sang Saleh).2)
Tamasya Intelektualnya
Pada usia duabelas tahun, Muthahhari mulai belajar agama secara formal
di lembaga pengajaran di Masyhad, yang pada waktu itu sedang mengalami
kemunduran, sebagian karena alasan-alasan intern, dan sebagian-karena
alasan-alasan ekstern, yaitu tekanan-tekana dari Reza Khan, otokrat
pertama Pahlevi, terhadap semua lembaga keislaman.
Tetapi, di
Masyhad Muthahhari menemukan kecintaan besarnya kepada filsafat, teologi
dan tasawuf (?irfan). Kecintaan ini berada pada dirinya sepanjang
hidupnya dan membentuk pandangan menyeluruhnya tentang agama:
?Dapat kuingat, ketika aku mulai belajar
di Masyhad dan mempelajari dasar-dasar bahasa Arab, para filosof, ahli
irfan dan ahli teologi jauh lebih mengesankanku daripada para terpelajar
dan ilmuwan lain, seperti para penemu dan penjajah. Memang, aku belum
mengenal gagasan mereka, tetapi mereka kupandang sebagi
pahlawan-pahlawan di panggung pemikiran.”” 3)
Karena itu, figure di Masyhad yang
mendapat curahan perhatian terbesar Muthahhari adalah Mirza Mahdi
Syahidi Razavi, seorang guru filsafat. Namun, Razavi wafat pada 1936,
ketika Muthahhari belum cukup umur untuk mengikuti kuliah-kuliahnya. Ia
meninggalkan Masyhad pada tahun berikutnya, sebagian karena alasan ini,
untuk belajar di lembaga pengajaran di qum yang diminati oleh kian
banyak siswa.
Berkat pengelolaan-cakap Syaikh Abdul Karim Ha?iri, Qum menjadi pusat spiritual dan intelektual Iran, dan tempat ini Muthahhari memperoleh manfaat dari pengajaran sejumlah besar ulama.
Berkat pengelolaan-cakap Syaikh Abdul Karim Ha?iri, Qum menjadi pusat spiritual dan intelektual Iran, dan tempat ini Muthahhari memperoleh manfaat dari pengajaran sejumlah besar ulama.
Ia belajar fiqh dan ushul-mata
pelajaran-mata pelajaran pokok kurikulum tradisional-Ayatullah Hujjat
Kuhkamari, Ayatullah Sayyid Muhammad Damad, Sayyid Muhammad Riza
Gulpayagani, dan Haji Sayyid Sadr ad-Din Sadr. Tetapi, yang lebih
penting di antar mereka ini adalah Ayatullah Burujerdi, pangganti ha?iri
sebagai direktur (za?im) lembaga pengjaran di Qum. Muthahhari mengikuti
kuliah-kuliahnya (mengenai filsafat dan irfan-penerjemah) semenjak
kedatangannya di Qum pada 1944 sampai keberangkatannya di Teheran pada
1952. Muthahhari sangat hormat kepadanya.4)
Perhatian besar dan hubungan dekat
mencirikan hubungan Muthahhari dengan guru utamanya di Qum. Dialah Imam
Ruhullah Khomeini. Ketika Muthahhari tiba di Qum, sang Imam adlah
seorang pengajar (mudarris) muda yang menonjol karena kedalaman dan
keluasan wawasan keislamannya dan kemampuan menyampaikannya kepad orang
lain.
Kualitas-kualitas ini termanifestasikan
dalam kuliah-kuliahnya tentang etika yang muali diberikannya di qum pada
awal 1930-an. Kuliah-kuliah tersebut menarik banyak orang dari luar
maupun dalam lembaga pengajaran keagmaan, dan berpengaruh skali atas
mereka. Di sini Muthahhari mengenal Imam Khomeini, sebagaimana
dipaparkannya:
?Ketika di Qum, aku menemukan pribadi yang kudambakan, yang memiliki semua sifat Mirza Mahdi Syahidi Razavi, selain sifat-sifat lain yang khas pada dirinya. Kusadari bahwa dahaga jiwaku akan terpuasi oleh mata air murni pribadi itu. Meskipun aku belum menyelesaikan tahap-tahap awal belajarku, dan belum memadai untuk mempelajari ilmu-ilmu rasional (ma?qulat), kuliah-kuliah etika yang diberikan oleh pribadi tercinta itu pada setiap Kamis dan Jum?ayang tidak terbats pada etika dalam arti akademis yng kering, namun juga menyangkut irfan dan pelajaran spiritual-mengepayangkanku.
?Ketika di Qum, aku menemukan pribadi yang kudambakan, yang memiliki semua sifat Mirza Mahdi Syahidi Razavi, selain sifat-sifat lain yang khas pada dirinya. Kusadari bahwa dahaga jiwaku akan terpuasi oleh mata air murni pribadi itu. Meskipun aku belum menyelesaikan tahap-tahap awal belajarku, dan belum memadai untuk mempelajari ilmu-ilmu rasional (ma?qulat), kuliah-kuliah etika yang diberikan oleh pribadi tercinta itu pada setiap Kamis dan Jum?ayang tidak terbats pada etika dalam arti akademis yng kering, namun juga menyangkut irfan dan pelajaran spiritual-mengepayangkanku.
Dapat kukatakan, tanpa berlebih-lebihan,
bahwa kuliah-kuliah itu menimbulkan ekstase pada diriku, yang
pengaruh-pengaruhnya kurasakan samapi Senin atau Selasa berikutnya.
Sebagian kepribadian intelektual dan spiritualku terbentuk oleh pengaruh
kuliah-kuliah itu dan kuliah-kuliah lain yang kuikuti selama dua belas
tahun adri guru spiritual (ustad-i ilahi) itu.5)
Pada sekitar tahun 1946, Imam Khomeini
mulai memberikan kuliah kepada sekelompok kecil siswa, yang mencakup
Muthahhari dan teman sekelasnya di madrasah Faiziya, Ayatullah
Muntazeri, mengenai dua teks utama filsafat, Asfar al Arba?ah-nya Mulla
Sadra dan Syarh-i Manzuma-nya Mulla Hadi Sabzavari. Keikutsertaan
Muthahhari dalam kelompok ini, sampai sekiatr tahun 1951, membuatnya
dapat membina hubungan-hubungan lebih dekat dengan Imam Khomeini.
Juga, pada 1946, atas desakan Muthahhari
dan Muntazeri, Imam Khomeini memberikan kuliah resmi pertamnya mengenai
Figh dan ushul, yang teksnya adalah bab hujah-hujah rasional dari jilid
kedua Kifayat al-Ushul-nya Akhund Khurasani. Denagn tekun Muthahhari
mengikuti kuliah darinya, sembari tetap belajar fiqh dari Burujerdi.
Pada dua dasawarsa pertama setelah perang, Imam Khomeini mendidik banyak siswa di qum yang kelak menjadi pemimpin-pemimpin Revolusi Islam dan Republik Islam, sehingga melalui mereka (ataupun secara langsung), warna kepribadiannya tampak dalam semua perkembangan penting darsawarsa silam.
Pada dua dasawarsa pertama setelah perang, Imam Khomeini mendidik banyak siswa di qum yang kelak menjadi pemimpin-pemimpin Revolusi Islam dan Republik Islam, sehingga melalui mereka (ataupun secara langsung), warna kepribadiannya tampak dalam semua perkembangan penting darsawarsa silam.
Tetapi, di antara semua muridnya,
Muthahhari yang paling dekat hubungannya dengannya, yang mengenai hal
ini imam endiri bersaksi. Kedua murid dan guru itu sama-sama amat
menekuni semua segi ilmu pengetahuan tradisional, tanpa terjebak di
dalamnya; suatu wawasan luas Islam sebagi suatu system menyeluruh
kehidupan dan keimanan, dengan penekanan pada segi-segi filosofis dan
mistikalnya; suatu kesetiaan penuh kepada pranata keagamaan, yang
diwarnai oleh suatu kesadaran akan perlunya pembaruan; suatu keinginan
akan perubahan sosial dan polotik yang menyeluruh, disertai oleh
kesadaran (sense) akan strategi dan waktu; dan suatu kemampuan untuk
menggapai ke luar lingkup kaum religius tradisional dan memperoleh
perhatian serta kesetian dari kaum berpendidikan sekular.
Akhirnya, di antara para guru yang
berpengaruh pasda Muthahhari di Qum adalah mufasir besar Al-Qur’an dan
filosof, Ayatullah Sayyid Muhammad husein Thabathaba?i. Muthahhari
mengikuti kuliah-kuliah Thabathaba?I mengenal Asy-Syifa?-nya Ibnu Sina
dari tahun 1950-1953, maupun pertemuan-pertemuan Kamis malam di bawah
bimbingannya. Materi pertemuan-pertemuan ini adalah filsafat materialis,
yang menjadi pilihan sekelompok ulama tradisional.
Muthahhari dan Filsafat
Muthahhari sendiri mulai menaruh minat kepada filsafat materialis, khususnya Marxisme, tak lama setelah mempelajari seara resmi ilmu-ilmu rasional. Menurut hematnya, ia mulai pada sekitar 1946, mempelajari terjemahan-terjemahan Persia literature Marxis yang diterbitkan oleh partai Tudeh, organisasi Marxis besar di Iran dan ketika itu merupakan suatu kekuatan penting di arena politik. Selain itu, ia membaca tulisan-tulisan Taqi Arani, teoritisi uatama partai Tudeh, maupun penerbitan-penerbitan Marxis dalam bahasa Arab yang berasal dari Mesir.
Muthahhari sendiri mulai menaruh minat kepada filsafat materialis, khususnya Marxisme, tak lama setelah mempelajari seara resmi ilmu-ilmu rasional. Menurut hematnya, ia mulai pada sekitar 1946, mempelajari terjemahan-terjemahan Persia literature Marxis yang diterbitkan oleh partai Tudeh, organisasi Marxis besar di Iran dan ketika itu merupakan suatu kekuatan penting di arena politik. Selain itu, ia membaca tulisan-tulisan Taqi Arani, teoritisi uatama partai Tudeh, maupun penerbitan-penerbitan Marxis dalam bahasa Arab yang berasal dari Mesir.
Mulanya, ia agak sulit memahami teks-teks
ini, sebab ia belum mengenal terminology filsafat modern. Dengan terus
menerus berupaya keras-termasuk, dengan menyusun synopsis buku
ElementaryPrinciples of Philosophy karya Georges Pulitzer- akhirnya ia
menguasai seluruh masalah filsafat materialis. Penguasaan ini
menjadikannya penyumbang penting bagi jamaah (circle) thabathaba?i dan
kemudian, setelah kepindahannya ke Teheran, seorang pejuang gigih dalam
perang ideologis dalam melawan Marxisme dan interpretasi-interpretasi
yang dipengaruhi oleh Marxisme mengenai Islam.
Sejumlah besar penolakan terhadap
Maexisme telah di-esei-kan di dunia Islam, baik di Iran maupun di Lain
tempat, namun hamper semuanya tak lebih dari berkisar pada
ketidaksesuaian-nyata Marxisme dengan keyakinan keagamaan serta
ketidakkonsistenan dan kegagalan politis partai-partai politik Marxis.
Tetapi Muthahhari menembus sampai ke akar-akar filosofis masalah dan
memaparkan dengan logika kuat tentang sifat kontradiktif dan hipotetik
sewenang-wenang prinsip-prinsip pokok Marxisme.
Polemic-polemiknya lebih diwarnai oleh kekuatan intelektual, daripada retorikal maupun emosional.
Namun demikian, bagi Muthahhari filsafat
jauh lebih daripada sekadar alat polemic atau disiplin intelektual; ia
merupakan suatu pola tertentu religiusitas, suatu jalan untuk memahami
dan merumuskan Islam. Muthahhari, memang bagian dari tradisi perhatian
Syi?ah terhadap filsafat, yang setidaknya bermula pada Nasir-ad-Din
Tusi, salah satu hero pribadi Muthahhari. Untuk mengatakan bahwa
pandangan Muthahhari mengenai Islam bersifat filosofis, tidak berarti
menyiratkan bahwa ia tidak memiliki spiritualitas, atau ia menafsirkan
dogmasamawi secara filosofis, atau ia menerapkan terminology filosofis
pada semua wilayah masalah keagamaan.
Tetapi, ia memandang peraihan ilmu
pengetahuan dan pemahaman sebagi tujuan dan manfaat utama agama, dank
arena alasan itu ia memberikan keutamaaan tertentu kepada filsafat di
antara disiplin-disiplin yang dikaji di lembaga keagamaan. Karena itu ia
berbeda dengan banyak ulama yang menjadikan fiqh segala-galanya dari
kurikulum, dan dengan kaum modernis yang memandang filsafat sebagai
cermin pengacauan Helenis ke dalam dunia Islam, serta dengan mereka yang
semangat revolusionernya membuat tidak sabar terhdap pemikiran
filosofis.6)
Mazhab filsafat yang diikuti oleh Muthahhari adalah mazhab filsafat Mulla Sadra, ?Filsafat Sublim? (hikmat-i muta?aliya) yang berupaya memadukan metode-metode wawasan spiritual dengan metode-metode deduksi filosofis.
Mazhab filsafat yang diikuti oleh Muthahhari adalah mazhab filsafat Mulla Sadra, ?Filsafat Sublim? (hikmat-i muta?aliya) yang berupaya memadukan metode-metode wawasan spiritual dengan metode-metode deduksi filosofis.
Muthahhari adalah seorang yang
berpenampilan tenang dan teduh, baik dalam sikap maupun
tulisan-tulisannya. Bahkan dalam berpolemik, ia selalu sopan dan tidak
menggunakan kata-kata emosional dan ironis. Ia setia terhadap
pemikiran-pemikiran Mulla Sadra, dan akan membelanya dengan penuh
semangat terhadap kritik ringan dan incidental sekalipun. Ia menamakan
cucu pertamanya, dan juga penerbitnya, Sadra.
Mengenai upaya-upaya mazhab filsafat
Sadra untuk melebur metode-metode pencerahan (illumination) ruhani dan
perenungan intelektual, tidak mengherankan bila ia menjadi subyek
berbagai interpretasi mereka yang lebih condong kepada satu metode,
daripada lainnya.7) Dalam menilai tulisan-tulisannya, Muthahhari
termasuk di antara mereka yang mengutamakan dimensi intelektual mazhab
Sadra; hamper tidak ditemukan nada mistikal atau nyata-nyata spiritual
pada eksponen-eksponen lain pemikiran Sadra- barangkali karena Muhahhari
memandang pengalaman-pengalaman ruhaninya sendiri sebagai tidak relevan
dengan tugas pengajaran yang digelutinya, atau bahkan sebagai rahasia
batin yang harus disembunyikan.
Namun demikian, lebih mungkin kegemaran
kepada dimensi filosofis ?Filsafat sublime? ini merupakan suatu ungkapan
temperamen dan kejeniusan Muthahhari sendiri. Dalam hubungan ini, ia
amat berbeda dengan guru agungnya, Imam Khomeini, yang banyak pernyataan
politiknya diselubungi dengan bahasa dan kepentingan-kepentingan
(concern) irfan dan spiritualitas.
Aktivitas-aktivitasnya: Antara Intelektualisme dan Politik
Pada 1952, Muthahhari meninggalkan Qum menuju Teheran. Di sana ia menikah dengan putri Ayatullah Ruhani, dan mulai mengajar filsafat di Madrasa-yi Marvi, salah sebuah lembaga utama pengetahuan keagamaan di ibu kota.ini bukanlah awal karir mengajarnya, sebab di Qum ia sudah mulai mengajar pelajaran-pelajara tertentu-logika, filsafat, teologi dan fiqh-ketika masih menjadi siswa.
Pada 1952, Muthahhari meninggalkan Qum menuju Teheran. Di sana ia menikah dengan putri Ayatullah Ruhani, dan mulai mengajar filsafat di Madrasa-yi Marvi, salah sebuah lembaga utama pengetahuan keagamaan di ibu kota.ini bukanlah awal karir mengajarnya, sebab di Qum ia sudah mulai mengajar pelajaran-pelajara tertentu-logika, filsafat, teologi dan fiqh-ketika masih menjadi siswa.
Tetapi, tampaknya Muthahhari tidak betah
berada dalam suasana (atmosphere) yang agak terbatas di Qum, dengan
kekelompokan (factionalism) mewarnai sebagian siswa dan guru-guru
mereka, dan dengan keterasingan dari masalah-masalah kemasyarakatn.
Prospek-prospek masa depannya sendiri juga tak menentu. Di Teheran
Muthahhari menemukan suatu bidang keagamaan, pendidikan dan puncaknya,
kepolitikan, yang lebih luas dan memuaskan. Pada 1954, ia diminta untuk
mengajar filsafat di Fakultas Teologi dan Ilmu-ilmu Keislaman,
Universitas Teheran.
Ia mengajar di san selama dua puluh dua
tahun. Pertama, ketetapan pengangkatannya dan promosinya ke professor
tertunda oleh kecemburuan sementara koleganya, dan oleh
pertimbangan-pertimbangan politis (karena kedekatan Muthahhari dengan
Imam Khomeini sudah diketahui luas). Tetapi, kehadiran figure semacam
Muthahhari di Universitas secular berarti penting dan efektif. Benyak
orang berlatarbelakang madrasah mengajar di universitas-universitas, dan
mereka sering kali berpengetahuan luas. Namun hamper tanpa kecuali,
mereka mencampakkan pandangan dunia Islam, sorban dan jubah mereka.
Tetapi, Muthahhari tidak seperti mereka.
Ia dating ke universitas sebagai satu figure yang ahli dan mantap, yang
memiliki ilmu dan kebijakan Islam, hamper sebagi utusan lembaga
keagamaan ke kaum berpendidikan secular. Banyak orang menyambutnya
ketika kekuatan-kekuatan pedagogical, yang pernah ditunjukkan di Qum,
kini sepenuhnya dipaparkan.
Selain membina reputasinya sebagai
pengajar masyhur dan efektif di universitas, Muthahhari ikut ambil
bagian dalam aktivitas-aktivitas banyak organisasi (anjumanha) keislaman
professional yang berada di bawah pengawasan Mahdi Bazargan dan
Ayatullah Taleqani. Organisasi ini menyelenggarakan kuliah-kuliah kepada
anggota-anggota mereka-dokter, insinyur, guru- dan membantu
mengkoodinasikan pekerjaan mereka. Sejumlah buku Muthahhari terdiri atas
tulisan-tulisan ter-revisi tentang rangkaian-rangkaian kuliannya di
organisasi-organisasi keislaman ini.
Keinginan-keinginan Muthahhari untuk
penyebaran lebih luas pengetahuan keislaman di tengah-tengah masyarakat,
dan keterlibatan lebih efektif para ulama dalam urusan-urusan sosial,
membuatnya juga, pada 1960, memegang kepemimpinan sekelompok ulama
Teheran, yang dikenal dengan Masyarakat Keagmaan Bulanan (Anjuman-i
Mahana-yi Dini). Para anggota kelompok ini, yang mencakup almarhum
Ayatullah Behesyti, teman kuliah Muthahhari di Qum, mengorganisasikan
kuliah-kuliah umum bulanan yang dirancang secara serempak untuk
memaparkan relevansi Islam dengan masalah-masalah kontemporer, dan untuk
menstimulasikan pemikiran reformis di kalangan ulama.
Kuliah-kuliah dicetak dengan judul
Guftar-i Mah (Kuliah Bulanan) dan terbukti sangat popular, tetapi
pemerintah melarang penyebarannya pada Maret 1963 ketika Imam Khomeini
melancarkan pengutukan umum terhadap rezim Pahlevi.
Suatu langkah serupa yang jauh lebih
penting adalah pendirian Husainiya-yi Irsyad, sebuah lembaga di Teheran
utara yang dimaksudkan untuk memperoleh kesetiaan kaum muda
berpendidikan secular kepada Islam, pada 1965. muthahhari termasuk salah
satu anggota badan pengarah (directing board); ia juga memberikan
kuliah di Husainiya-yi Irsyad, menyunting dan menyumbang bagi beberapa
penerbitannya. Lembaga tersebut memperoleh dukungan banyak orang.
Keberhasilan ini-yang tak pelak lagi
melibihi harapan para pendirinya-dibayang-bayangi oleh sejumlah masalah
intern. Salah satunya adalah konteks politis aktivitas-aktivitas
lembaga, yang menimbulkan perbedaan pendapat mengenai perlu tidaknya
aktivitas lembaga masuk ke dalam kancah konfrontasi politik (praktis).
Sebuah masalah lebih radikal dimunculkan oleh adanya konsep-konsep dan
interpretasi-interpretasi saling bertentangan di dalam Husainiya-Yi
Irsyad mengenai Islam dan misi sosial-kulturalnya. Diungkapkan sear
lebih sederhana, (di dalam lembaga ini) ada kepribadian mencolok Ali
Syariati dan kontroversi-kontroversi yang dilahirkannya.
Hubungan antara Muthahhari dan Syariati
merupakan suatu masalah yang musykil, penuh dengan implikasi-implikasi
politis dan diperumit oleh kenyataan bahwa keduanya kini telah tiada dan
tak dapat menjelaskan sikap masing-masing unsure-unsur yang menentang
republik Islam yang menyatakan diri sebagai pengikut-pengikut Syariati
dan pendukung-pendukung suatu ?Islam Progresif?, menyatakan bahwa
permusuhan-permusuhan tertentu telah mempertentangkan duo rang itu, dan
menempatkan Muthahhari sebagai antitesis hero mereka.
Tetapi, para pendukung orde baru di Iran
cenderung meniadakan perbedaan-perbedaan antara dua figure utama ini
dalam sejarah intelektual Iran saat ini, sementara dengan jelas
menunjukkan kelebihsukaan pada karya Muthahhari daripada karya Syariati,
mereka ingin melestarikan, demi kepentingan Republik Islam, sumbangan
yang dipersembahkan oleh daya tarik Syariati.8)
Dugaan bahwa ada kepahitan atau
pertentangan pribadi dalam hubungan antara kedua orang itu harus
dihilangkan. Rujukan-rujukan ke Muthahhari dalam karya-karya Syariati
bersifat hormat dan akrab. Adalah Muthahhari yang meminta agar Syariati
menyumbang bagi Muhammad, Khatam-i Payambayan (Muhammad, Penutup Para
Rasul) yang kemudian diterbitkan secara terpisah dengan judul Az Hijrat
ta Vafat (Dari Hijrah sampai Wafat). Bila Muthahhari mengkritik, dalam
tulisan-tulisannya, teori-teori Syariati yang dianggapnya keliru, ia
melakukannya dengan sopan, hati-hati dan bijaksana, serta berusaha untuk
tidakl menyebut nama Syariati. Kedua orang itu dengan jelas memiliki
tujuan-tujuan penting: reorientasi kaum muda berpendidikan ke Islam dan
transformasi masyarakat Islam secar Islami.
Keduanya wafat dalam memperjuangkan
tujuan ini: Syariati meninggal dalam pembuangan di Inggris, sedang
Muthahhari dibunuh di Iran.
Namun, memang terdapat perbedaan-perbedaan pandangan yang mendalam antara kedua orang itu. Muthahhari berakar dalam pada pengetahuan tradisional dan terpikat oleh eksponen-eksponennya. Pengenalan Syariati terhadap warisan pengetahuan Islam adalah kurang mendalam dan kurang takzim. Muthahhari adalah seorang pemikir sistematis dan sepenuhnya mengenyam pendidikan filsafat.
Namun, memang terdapat perbedaan-perbedaan pandangan yang mendalam antara kedua orang itu. Muthahhari berakar dalam pada pengetahuan tradisional dan terpikat oleh eksponen-eksponennya. Pengenalan Syariati terhadap warisan pengetahuan Islam adalah kurang mendalam dan kurang takzim. Muthahhari adalah seorang pemikir sistematis dan sepenuhnya mengenyam pendidikan filsafat.
Syariati tidak betah dengan
kelezatan-kelezatan filsafat dan teologi. Ia lebih cenderung pada
rumusan-rumusan baru yang lebih efektif seara retorikal dan emosional
daripada intelektual. Pemikiran Muthahhari adalah satu dan konsisten;
Syariati merupakan suatu proses eksplorasi dan revisi tiada henti.
Keduanya akrab dengan pemikiran Barat (Muthahhari nampaknya mengenal
hanya melalui terjemahan-terjemahan Arab dan Persia), dan keduanya
berupaya mengatakan bahwa Islam mengungguli pemikiran Barat.
Dalam menghadapi pemikiran Barat,
Muthahhari menggunakan senjata tradisi filsafat Islam; sedang Syariati
sering menggunakan terminology dan konsep-konsep yang dipinjam dari
musuh. Yang paling penting, barangkali Muthahhari amat percaya pada
peranan bimbingan para ulama (sementara sadar mengenai kebutuhan mereka
akan pembaruan); sedang Syariati kadangkala mengemukakan tesis amat
penting mengenai keharusan sebuah (Islam minus akhund (?kyai?)? dan
ingin menyerahkan kepemimpinan masyarakat kepada intelektual Muslim.
Akibat perbedaan-perbedaan ini, secara bertahap Muthahari menarik diri dari Husaniya-yi Irshad, sementara terus memberikan kuliah di tempat lain dan menghindari konflik terbuka dengan Syariati, yang akan merusak perkembangan gerakan Islam dan memenuhi maksud-maksud rezim Syah.9)
Akibat perbedaan-perbedaan ini, secara bertahap Muthahari menarik diri dari Husaniya-yi Irshad, sementara terus memberikan kuliah di tempat lain dan menghindari konflik terbuka dengan Syariati, yang akan merusak perkembangan gerakan Islam dan memenuhi maksud-maksud rezim Syah.9)
Pada umumnya uncapan memainkan peranan
lebih efektif dan segera dalam meniptakan perubahan revolusioner
daripada tulisan, dan bisa mengubah suatu antologi khutbah, eramah dan
kuliah penting yang telah menciptakan Revolusi Islam. Tetapi, penjelasan
tentang kandungan ideology revolusi dan bedanya dengan mazhab-mazhab
pemikiran lain tentu bergantung pada tulisan, pada susunan karya
penjelas doktrin Islam yang sistematis, dan dengan perhatian kepada
masalah-masalah kontemporer, khususnya. Dalam hal ini sumbangan
Muthahhari bersifat unik, baik dalam volume maupun ruang lingkupnya.
Dengan tekun Muthahhari terus menulis, sejak ketika menjadi siswa di Qum
sampai 1979, tahun syahadah-nya.
Banyak gagasannya diwarnai oleh nada dan
tekanan-tekanan filosofis, dan barangkali ia memandang Usul-i Falsafa va
Ravish-i Ri?alism (Prinsip-Prinsip Filsafat Dan Metode Realisme), karya
komentar atas rekaman kuliah-kuliah Thabathaba?I di jamaah (circle)
Kamis malam di Qum, sebagai karya terpentingnya. Topik-topik yang ia
pilih untuk buku-bukunya adalah sesuai dengan pandangannya tentang
kebutuhan (umat), bukan kepentingan pribadinya. Bila sebuah buku tidak
memuat topic penting tertentu mengenai masalah Islam kontemporer,
Muthahhari berupaya mengisinya. Secara sendirian ia membina unsure-unsur
utama sebuah kepustakaan Islam kotemporer.
Buku-buku seperti ?Adl-i Ilahi (Keadilan
Ilahi), Nizam-i Huquqi Zan dar Islam (Sistem Hak-Hak Wanita dalam
Islam), Mas?ala-yi Hijab (Masalah Hijab), Ashna?i ba ?Ulum-i Islami
(Pengantar ke Ilmu-Ilmu Islam), dan Muqaddima bar Jahanbini-yi Islami
(Mukadimah Pandangan Dunia Islam), dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan
dan menyumbang bagi pemahaman sistematis dan tepat terhadap Islam dan
masalah-masalah masyarakat Islam.10)
Buku-buku ini bisa dianggap sebagai
sumbangan terakhir dan terpenting Muthahhari bagi kelahiran kembali Iran
Islam. Aktivitasnya mengandung dimensi politik yang, meskipun mesti
diakui bukan yang paling utama, tak bisa diabaikan. Ketika masih menjadi
siswa dan guru muda di Qum, ia berupaya memasukkan sedikit demi sedikit
kesadaran politik kepada rekan-rekannya, dan dekat terutama dengan
beberapa anggota Fida?iyan-i Islam-sebuah organisasi militant yang
didirikan pada 1945 oleh Navab Safavi.
Markas-markas Fida?iyan di Qum adalah
Madrasa-yi Faiziya, dan di sinilah Muthahari berada. Ia tak berhasil
mencegah mereka pindah dari madrasah Burujerdi yang dengan tegas
menentang semua konfrontasi politik terhadap seriz Syah. Selama
perjuangan menasionalisasikan industri minyak Iran, Muthahhari menaruh
simpati kepada upaya-upaya Ayatullah Kasyani dan Dr. Muhammad Musaddiq,
meskipun ia mengkritik Musaddiq karena sikap nasionalisme sekularnya.
Setelah di Teheran; Muthahhari bekerja sama dengan gerakan kemerdekaan
Bazargan dan Taleqani, namun ia tak pernah menjadi tokoh dalam kelompok
ini.
Konfrontasi serius pertamanya terhadap
rezim Syah terjadi selama kebangkitan Khurdad 6 Juni 1963, ketika ia
menunjukkan diri secara politis maupun intelektual sebagai pengikut Imam
Khomeini, dengan membagi-bagikan pernyataannya dan mendesak orang agar
mendukungnya dalam khutbah-khutbahnya.11)
Karena itu, ia ditahan selama 43 hari. Setelah dibebaskan, ia aktif
dalam berbagai organisasi yang ada untuk mempertahankan momentum yang
diciptakan oleh kebangkitan itu. Organisasi yang terpenting yang
dimasukinya adalah Jam?iyah Ulama Militan (Jami?ayi Ruhaniyat-i
Mubariz).
Pada November 1964, Imam Khomeini
memasuki empat belas tahun pembuangannya, pertama di Turki dan kemudian
di Najaf. Selama masa ini Muthahhari tetap berhubungan dengannya, baik
secara langsung-dengan kunjungan-kunjungan ke Najaf-maupun tak langsung.
Ketika Revolusi Islam mendekati klimaks kemenangannya, pada musim
dingin 1978, dan Imam Khomeini meninggalkan Najaf menuju Paris,
Muthahhari termasuk di antara mereka yang pergi ke Paris untuk bertemu
dan berkonsultasi dengannya. Kedekatannya dengan Imam Khomeini
dikukuhkan dengan ditunjuknya ia sebagai anggota Dewan Revolusi Islam,
yang keberadaannya dipermaklumkan pada 12 Januari 1979.
Syahadahnya
Pengabdian Muthahhari kepada Revolusi Islam dihentikan secara brutal oleh pembunuhan atas dirinya pada 1 Mei 1979 oleh kelompok Furqan, yang menyatakan diri sebagai pendukung suatu ?Islam Progresif?, yang bebas dari apa yang mereka sebut ?pengaruh-menyimpang ulama.? Meskipun ketika dibunuh Muthahhari adalah ketua Dewan Revolusi Islam, namun yang syahid adalah seorang pemikur dan penulis.12)
Riwayat tragedy ini bermula pada 1972, Muthahhari menerbitkan sebuah buku berjudul ?Ilal-i Girayish ba maddigari (Alasan-alasan Berpaling ke Materialisme), sebuah karya penting yang menganalisis latar belakang historis materialisme di Eropa dan Iran.
Pengabdian Muthahhari kepada Revolusi Islam dihentikan secara brutal oleh pembunuhan atas dirinya pada 1 Mei 1979 oleh kelompok Furqan, yang menyatakan diri sebagai pendukung suatu ?Islam Progresif?, yang bebas dari apa yang mereka sebut ?pengaruh-menyimpang ulama.? Meskipun ketika dibunuh Muthahhari adalah ketua Dewan Revolusi Islam, namun yang syahid adalah seorang pemikur dan penulis.12)
Riwayat tragedy ini bermula pada 1972, Muthahhari menerbitkan sebuah buku berjudul ?Ilal-i Girayish ba maddigari (Alasan-alasan Berpaling ke Materialisme), sebuah karya penting yang menganalisis latar belakang historis materialisme di Eropa dan Iran.
Selama revolusi, ia menulis pengantar
bagi edisi ke delapan buku itu, yang menyerang penyimpangan-penyimpangan
atas pemikiran Hafiz dan Hallaj yang terjadi dalam beberapa golongan
masyarakat Iran, dan menolak interpretasi-interpretasi materialistic
terhadap Al-Qur’an. Sumber interpretasi-interpretasi itu adalah kelompok
Furqan, yang berupaya menyangkal konsep-konsep asasi Al-Qur’an, seperti
transendensi ilahiah dan realitas akhirat.
Dalam kasus-kasus semacam itu, nada
Muthahhari selalu bersifat persuasive pengimbau, tidak berang ataupun
mengutuk. Ia malah mengajak Furqan dan kelompok-kelompok lain yang
berkepentingan untuk menanggapi tulisannya. Tanggapan mereka atas
tulisannya tak lain adalah penembakan atas dirinya itulah.
Ancaman untuk membunuh semua yang
menentang mereka termaktub dalam penerbitan Furqan. Setelah terbitnya
edisi baru ?Ilal-i Girayish ba Maddigari, Muthahhari tampaknya telah
melihat alamat-alamat kesyahidan dirinya. Menurut kesaksian putranya,
Mujtaba, Muthahhari tampak berlepas dari masalah-masalah duniawi pada
saat menjelang tragedi itu. Ia kian memperbanyak salat malam dan membaca
Al-Qur’an. Ia pun bermimpi menghadap Rasulullah s.a.w. bersama Imam
Khomeini.
Selasa, 1 Mei 1979. Muthahhari pergi ke rumah Dr. Yadullah Sahabi, bersama anggota-anggota lain Dewan Revolusi Islam. Pada sekitar pukul 10.30 malam, Ia dan peserta lain pertemuan, Ir. Katira?i, meninggalkan rumah Sahabi.
Selasa, 1 Mei 1979. Muthahhari pergi ke rumah Dr. Yadullah Sahabi, bersama anggota-anggota lain Dewan Revolusi Islam. Pada sekitar pukul 10.30 malam, Ia dan peserta lain pertemuan, Ir. Katira?i, meninggalkan rumah Sahabi.
Berjalan sendirian menuju jalan kecil
terdekat, tempat parker mobil yang akan membawanya pulang, Muthahhari
tiba-tiba mendengar suara asing memanggilnya. Ketika menengok kea rah
suara itu, sebuah peluru menembus kepalanya. Masuk di bawah cuping
telinga kanan dan keluar di atas alis mata kiri.
Ia meninggal hampir seketika. Meski
sempat dilarikan ke rumah sakit terdekat, namun tak ada lagi yang bisa
dilakukan selain berdukaita atsnya.13)
Pada hari berikutnya, jasadnya disemayamkan di rumah sakit, dan pada
Kamis, di tengah-tengah perkabungan luas, jasadnya di bawa untuk
disalatkan, pertama, ke Universitas Teheran, dan kemudian ke Qum untuk
dimakamkan, di sebelah makam Syaikh Abdul Karim Ha’iri.
Imam Khomeini tak menyembunyikan
tangisnya ketika Muthahhari dimakamkan di Qum, dan ia menggambarkannya
sebagai ?putra tercinta?nya, sebagai ?buah hidupku?, sebagai ?sebagian
dagingku?. Tetapi dalam sambutan perkabungannya, Imam Khomeini juga
menunjukkan bahwa kepergian Muthahhari tidak menghilangkan pribadinya,
tidak pula mengganggu jalannya revolusi:
?Ketahuilah, wahai mereka yang
berkehendak buruk! Walaupun Muthahhari telah pergi, namun kepribadian
Islaminya, filsafat dan ilmu pengetahuannya tetap bersama kita.
Pembunuhan tak kan dapat sedikit pun menghanurkan kepribadian Islami
putra agung Islam ini?. Islam tumbuh melalui pengorbanan dan kesyahidan
putra-putra tercintanya. Sejak pertama diwahyukan hingga kini, Islam
selalui diwarnai syahadah dan heroisme.?14)
Ketokohan dan warisan Ayatullah
Muthahhari takkan terlupakan. Kehadiran anumertanya hamper semengesankan
prestasi-prestasinya di kala hidup. Syahadah-nya senantiasa
diperingati, dan potretnya ada di mana-mana di seantero Iran. Banyak
tulisannya yang belum diterbitkan, kini untuk pertama kalinya
diterbitkan, dan ditelaah secara ekstensif.
Catatan:
1. Sketsa kehidupan dan karya Ayatullah Muthahhari ini didasarkan terutama pada Muhammad Va?izzada Khurasani, ?Sayri dar Zindagi-yi ?Ilmi va Inqilabi-yi Ustad-i Syahid Murtadha Muthahhari.? dalamYadnama-yi Ustad-i Syahid Murtadhja Muthahhari, suntingan Abdul karim Surush, Theran, 1981, hh. 319-380, sebuah artikel yang kaya informasi tentang banyak aspek sejarah terakhir Iran Islam. Yang menjadi rujukan juga Mujtaba Muthahhari, ??Zindagi-yi Pidaram,? dalam Harakat (jurnal mahasiswa Fakultas Teologi Teheran), no. 1 (t.t.), hh. 5-16; M. Hoda, Mengenang asy-Syahid Muthahhari, sebuah pamphlet terbitan Kementerian Bimbingan Islam, Teheran, April 1982; dan mukadimah otobiografis Ayatullah Muthahhari pada edisi ke-delapan ?Ilal-i Girayish ba Maddigari, Qum, 1978, hh. 7 dan seterusnya.
2. Dastan-i Rastan, yang pertama diterbitkan pada 1960, terpilih sbagi buku tahun ini oleh Komisi Nasional Iran untuk UNESO pada 1965.
3. Ilal-i Girayish ba Maddigari, h. 8.
4. Lihat artikel Muthahhari, ?Mazaya va Khadamat-i Marhum Ayatullah Burujirdi,? dalam Bahsi dar Bara-yi Marja?iyat va Ruhaniyat, edisi kedua, Teheran, t.t., hh. 233-249.
5. ?Ilal-i Girayish ba Maddigari, h. 9.
6. Pernyataan berwenang tentang pandangan ini dibuat oleh Sayyid Quthb dalam Khasa?is al-Tashawwur al-Islami wa muqawwimatuhu, Kairo, berbagai edisi, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Persia dan agak berpengaruh pada pandangan-pandangan terhadap filsafat (di Iran)
7. Lihat pernyataan-pernyataan William Morris dalam pengantarnya untuk terjemahannya atas Wisdom and the Throne karya Sadra, Princeton, 1982.
8. Di Iran Muthahhari kini disebut Ustad-i syahid; sedangkan Syariati, mu?allim-i syahid.
9. Dikatakan pula bahwa Muthahhari mengkritik kecenderungan-kecenderungan Syariati mewarnai aktivitas-aktivitas Husainiya-yi Irsyad dengan segi revolusioner pradini. lihatShahrough Akhavi, Agama dan politik di Iran Kontemporer, Albany, N.Y., 1980, h. 144, yang mengutip sebuah wawancara dengan Muthahhari pada Oktober 1975.
Meski begitu, dalam pidato pujian (eulogy)-nya untuk Muthahhari, Taleqani mengatakan, tentang perbedaan-perbedaan antara pandangan Muthahhari dan pandangan Syariati, bahwa keduanya memiliki visi yang sama, walaupun perspektif keduanya berbeda-penyunting.
10. Untuk bibliografi lengkap tulisan Muthahhari, baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan, lihat anonim, ?Fihrist-i Asar-i Ustad-i Syahid Murtadha Muthahhari, hh. 435-552.
11. Nama Muthahhari berada di urutan kesembilan dalam daftar ulama yang ditahan, yang dipersiapkan oleh kantor oditur militer pada Juni 1963. Lihat salinan daftar tersebut dalam Dihnavi, Qiyam-i Khunin-i 15 Khurdad 42 va Rivayat-i Asnad, Teheran, 1981, h. 77.
12. Lihat Sayyid Husain Ta?ib, Tahlili az Tirur-i Mutafakkir-i Syahid Ustad Muthahhari, Teheran, t.t., h. 1.
13. Rinian-rincian diambil dari Mujtaba Muthahhari, ?Zindagi-yi Pidaram.? hh. 15-16.
14. Teks sambutan perkabungan Imam Khomeini dalam Yadnama-yi Ustad-i Syahid Murtadha Muthahhari, hh. 3-5.
1. Sketsa kehidupan dan karya Ayatullah Muthahhari ini didasarkan terutama pada Muhammad Va?izzada Khurasani, ?Sayri dar Zindagi-yi ?Ilmi va Inqilabi-yi Ustad-i Syahid Murtadha Muthahhari.? dalamYadnama-yi Ustad-i Syahid Murtadhja Muthahhari, suntingan Abdul karim Surush, Theran, 1981, hh. 319-380, sebuah artikel yang kaya informasi tentang banyak aspek sejarah terakhir Iran Islam. Yang menjadi rujukan juga Mujtaba Muthahhari, ??Zindagi-yi Pidaram,? dalam Harakat (jurnal mahasiswa Fakultas Teologi Teheran), no. 1 (t.t.), hh. 5-16; M. Hoda, Mengenang asy-Syahid Muthahhari, sebuah pamphlet terbitan Kementerian Bimbingan Islam, Teheran, April 1982; dan mukadimah otobiografis Ayatullah Muthahhari pada edisi ke-delapan ?Ilal-i Girayish ba Maddigari, Qum, 1978, hh. 7 dan seterusnya.
2. Dastan-i Rastan, yang pertama diterbitkan pada 1960, terpilih sbagi buku tahun ini oleh Komisi Nasional Iran untuk UNESO pada 1965.
3. Ilal-i Girayish ba Maddigari, h. 8.
4. Lihat artikel Muthahhari, ?Mazaya va Khadamat-i Marhum Ayatullah Burujirdi,? dalam Bahsi dar Bara-yi Marja?iyat va Ruhaniyat, edisi kedua, Teheran, t.t., hh. 233-249.
5. ?Ilal-i Girayish ba Maddigari, h. 9.
6. Pernyataan berwenang tentang pandangan ini dibuat oleh Sayyid Quthb dalam Khasa?is al-Tashawwur al-Islami wa muqawwimatuhu, Kairo, berbagai edisi, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Persia dan agak berpengaruh pada pandangan-pandangan terhadap filsafat (di Iran)
7. Lihat pernyataan-pernyataan William Morris dalam pengantarnya untuk terjemahannya atas Wisdom and the Throne karya Sadra, Princeton, 1982.
8. Di Iran Muthahhari kini disebut Ustad-i syahid; sedangkan Syariati, mu?allim-i syahid.
9. Dikatakan pula bahwa Muthahhari mengkritik kecenderungan-kecenderungan Syariati mewarnai aktivitas-aktivitas Husainiya-yi Irsyad dengan segi revolusioner pradini. lihatShahrough Akhavi, Agama dan politik di Iran Kontemporer, Albany, N.Y., 1980, h. 144, yang mengutip sebuah wawancara dengan Muthahhari pada Oktober 1975.
Meski begitu, dalam pidato pujian (eulogy)-nya untuk Muthahhari, Taleqani mengatakan, tentang perbedaan-perbedaan antara pandangan Muthahhari dan pandangan Syariati, bahwa keduanya memiliki visi yang sama, walaupun perspektif keduanya berbeda-penyunting.
10. Untuk bibliografi lengkap tulisan Muthahhari, baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan, lihat anonim, ?Fihrist-i Asar-i Ustad-i Syahid Murtadha Muthahhari, hh. 435-552.
11. Nama Muthahhari berada di urutan kesembilan dalam daftar ulama yang ditahan, yang dipersiapkan oleh kantor oditur militer pada Juni 1963. Lihat salinan daftar tersebut dalam Dihnavi, Qiyam-i Khunin-i 15 Khurdad 42 va Rivayat-i Asnad, Teheran, 1981, h. 77.
12. Lihat Sayyid Husain Ta?ib, Tahlili az Tirur-i Mutafakkir-i Syahid Ustad Muthahhari, Teheran, t.t., h. 1.
13. Rinian-rincian diambil dari Mujtaba Muthahhari, ?Zindagi-yi Pidaram.? hh. 15-16.
14. Teks sambutan perkabungan Imam Khomeini dalam Yadnama-yi Ustad-i Syahid Murtadha Muthahhari, hh. 3-5.
Oleh: Prof. Hamid Algar, Dikutip dari Murtadha Muthahhari Sang Mujahid, Sang Mujtahid, Yayasan Muthhhari Bandung, 1988.
Menarik pemikiran-pemikiran MURTADHA MUTHAHHARI
BalasHapussalam kenal..