Kaum muslimin jenuh dan geram terhadap pemerintahan Bani Umayah yang
zalim. Dalam keadaan demikian itu, terdapat sekelompok orang yang
memanfaatkan kegeraman muslimin itu serta dan keberpihakan mereka kepada
Ahlulbait Rasul as demi kepentingan pribadi.
Lantaran hasutan orang-orang itu, kaum muslimin mulai melakukan
pembangkangan terhadap Bani Umaiyah dengan membawa-bawa nama Ahlulbait.
Sementara itu Bani Abbasiyah segera giat menyalahgunakan kondisi tadi
dengan mengajak kaum muslimin agar meneriakkan slogan “Kesetiaan pada
Ahlulbait Muhammad.”
Slogan yang digemakan itu sangat membantu menyebarkan siasat Bani
Abbasiyah. Pemberontakan mulai meletus di Khurasan yang dengan cepat
mendapat gelombang dukungan dari masyarakat luas, hingga mereka bisa
menggulingkan pemerintahan Bani Umayah.
Maka, terjadilah pergantian kekhalifahan. Bani Abbasiyah mulai melakukan
pembagian kekuasaan dengan mitra politiknya dan mulai
mengusir—bahkan—keturunan-keturunan Imam Ali bin Abi Thalib as, di
manapun mereka ditemukan. Mereka melakukan kejahatan itu semua dengan
sangat hati-hati.
Khalifah pertama Bani Abbasiyah ialah Manshur Dawaniqi. Dia
menjalankan pemerintahan tangan besi dan merencanakan pembunuhan atas
setiap penentangnya. Dia membunuh Muhammad dan saudaranya, Ibrahim, yang
keduanya adalah dari keturunan Imam Hasan as.
Manshur juga menyebarkan mata-matanya di setiap kota. Secara khusus dia
memerintahkan gubernur Madinah untuk mewaspadai setiap gerak gerik Imam
Ja‘far as.
Pernah suatu kali Manshur mengundang Imam Ja‘far as dan berkata,
“Mengapa engkau tidak mengunjungi kami sebagaimana orang-orang
mendatangi kami?”
“Tidak ada urusan dunia yang membuat kami kuatir terhadapmu, dan tidak
ada pula urusan akhiratmu yang bisa kami harapkan darinya. Begitu pula,
tidak ada kenikmatanmu yang bisa kami syukuri, dan tidak pula
kesusahanmu yang bisa kami sesalkan”, jawab Imam as.
Dengan liciknya, Manshur menawarkan, “Kalau begitu, jadilah temanku agar engkau bisa menasiatiku?”
Imam as kembali menjawab, “Siapa saja yang menginginkan dunia, ia tidak
akan menasihatimu, dan siapa saja yang menginginkan akhirat, ia pun
tidak akan menjadi temanmu.”
Manshur memerintahkan gubernurnya di Madinah untuk mengikis habis citra dan pengaruh besar Imam Ali bin Ali Thalib as di sana.
Hingga pada suatu hari, guberbur Madinah naik mimbar dan mulai mencaci
maki Imam Ali as serta keluarganya. Tiba-tiba Imam Ja‘far as bangkit dan
berkata, “Adapun sanjungan yang telah kau sampaikan, maka kamilah
pemiliknya, dan segala hujatan yang telah kau katakan, maka kau dan
sahabatmulah (Manshur) yang lebih pantas menjadi sasarannya.”
Lalu Imam as menoleh kepada khalayak sembari berkata, “Aku peringatkan
kepada kalian akan orang yang paling ringan timbangan amalnya, yang
paling jelas merugi di Hari Kiamat, dan yang paling celaka keadaannya.
Yaitu, orang yang menjual akhirat dengan kesenangan duniawi orang lain.
Orang itu adalah gubernur yang fasik ini.”
Gubenur itu segera turun dari mimbar sambil menanggung segunung rasa malu dan hina.
Dikisahkan, pada suatu saat di sebuah ruang pertemuan, ada seekor lalat
bermain-main di hidung Manshur. Berulang kali dia mengusirnya. Lalat itu
tetap saja kembali, sehingga dia merasa kesal dan berang. Ia berpaling
kepada Imam Ja‘far as dan berkata, “Untuk apa Allah menciptakan lalat?”
“Untuk menghinakan hidung orang sombong.” Jawab Imam as.
Manshur begitu geram. Dia tak tahan lagi melihat keberadaan Imam as di
bawah pemerintahannya. Untuk itu, dia merencanakan pembunuhan atas
beliau. Akhirnya, dia pun berhasil meracuni beliau.
Imam Ja‘far as meninggal syahid pada 25 Syawal. Tubuhnya yang suci dikebumikan di pemakaman Baqi‘, Madinah Munawwarah.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar