Jumat, 25 November 2016

Fatwa Ayatullah Ali Khamanei tentang Shalat Jum'at








SHALAT JUM’AT
SOAL 606:
Apa pendapat Anda mengenai keikutsertaan dalam shalat Jum’at, padahal kita hidup pada masa kegaiban Imam Al-Hujjah (as). Dan jika ada orang-orang yang tidak meyakini keadilan (‘adalah) imam Jum’at, apakah taklif mereka untuk bergabung dalam shalat Jum’at gugur atau tidak?
JAWAB:
Shalat Jum’at, meskipun pada zaman ini, bersifat wajib takhyiri  dan tidak wajib menghadirinya. Namun, mengingat manfaat-manfaat dan pentingnya kehadiran dalam shalat Jum’at, maka tidak sepantasnya bagi orang-orang mukmin  menjauhkan diri mereka dari berkah-berkah  keikutsertaan dalam shalat semacam ini hanya karena meragukan keadilan imam Jum’at, atau alasan-alasan rapuh lainnya.
SOAL 607:
Apa arti “wajib takhyiri” dalam masalah shalat Jum’at?
JAWAB:
Artinya ialah bahwa seorang mukallaf dalam melaksanakan kewajiban (faridhah) pada hari Jum’at boleh memilih antara melakukan shalat Jum’at dan shalat dhuhur.
SOAL 608:
Apa pendapat Anda tentang (orang yang) tidak bergabung dalam shalat Jum’at karena tidak peduli ?
JAWAB:
Tidak hadir dan tidak ikut serta dalam shalat Jum’at yang merupakan aktifitas ritual-politik karena tidak peduli tercela secara syar’iy.
SOAL 609:
Sebagian orang tidak bergabung dalam shalat Jum’at karena alasan-alasan yang tidak berdasar, mungkin juga karena perbedaan pandangan. Apa pendapat Anda tentang hal ini?
JAWAB:
Meskipun shalat Jum’at bersifat wajib takhyiri, keengganan bergabung di dalamnya secara terus-menerus tidaklah berdasar secara syar’iy.
SOAL 610:
Apakah boleh melaksanakan shalat dhuhur secara jamaah berbarengan dengan pelaksanaan shalat Jum’at di tempat lain yang berdekatan?
JAWAB:
Pada dasarnya, hal itu tidak dilarang dan menyebabkan mukallaf terbebas dari dzimmah (tanggungan) kewajiban shalat jum’at, mengingat bahwa kewajiban shalat Jum’at bersifat takhyiri pada masa sekarang. Namun, mengingat bahwa pelaksanaan shalat dhuhur secara jamaah pada hari Jum’at di tempat yang dekat dengan tempat pelaksanaan shalat Jum’at menyebabkan terpecahnya barisan orang-orang mukmin dan boleh jadi hal tersebut dikategorikan, menurut opini masyarakat, sebagai pelecehan dan penghinaan terhadap imam Jum’at dan menunjukkan ketidakpedulian terhadap shalat Jum’at, maka orang-orang mukmin tidak patut melaksanakannya. Bahkan, jika tindakan tersebut menimbulkan dampak-dampak buruk dan menyebabkan keharaman, maka mereka wajib menghindari, dan tidak melakukannya.
SOAL 611:
Apakah boleh melakukan shalat dhuhur pada jedah waktu antara shalat Jum’at dan shalat ashar imam? Jika seseorang,  selain imam Jum’at, melakukan shalat ashar,  apakah boleh bermakmum dengannya dalam shalat ashar?
JAWAB:
Shalat Jum’at cukup mengganti shalat dhuhur. Namun, tidak ada masalah (isykal) melakukan shalat dhuhur untuk kehati-hatian (ihtiyath) setelah shalat Jum’at. Jika ingin shalat ashar secara berjamaah, maka ihtiyath yang sempurna adalah jika ia bermakmum dalam shalat asharnya dengan orang yang juga melaksanakan shalat dhuhur untuk kehati-hatian setelah shalat Jum’at.
SOAL 612:
Jika imam jamaah tidak shalat dhuhur setelah shalat Jum’at, apakah makmum boleh melakukan shalat tersebut untuk kehati-hatian (ihtiyath)  ataukah tidak?
JAWAB:
Boleh melakukannya.
SOAL 613:
Apakah imam shalat jum’at wajib meminta izin (ijazah) dari hakim syar’iy? Siapakah yang dimaksud dengan hakim syar’iy? Dan apakah hukum ini berlaku di daerah-daerah yang jauh juga?
JAWAB:
Asal kebolehan menjadi imam untuk mendirikan shalat Jum’at tidak bergantung pada izin dari hakim syar’iy. Namun, ketentuan-ketentuan yang berlaku atas imam Jum’at yang diangkat oleh wali amr muslimin hanya berlaku bagi imam Jumat yang diangkat oleh beliau. Hukum ini meliputi setiap negara, atau setiap kota dimana wali amr muslimin menjadi penguasa yang ditaati.
SOAL 614:
Apakah imam Jum’at yang ditunjuk boleh melaksanakan shalat Jum’at di selain tempat yang ditentukan tanpa ada penghalang atau kendala ataukah tidak?
JAWAB:
Pada dasarnya hal itu boleh. Namun, hukum-hukum berkaitan dengan pengangkatan imam Jum’at tidak berlaku atasnya.
SOAL 615:
Apakah memilih imam-imam Jum’at sementara wajib dilakukan oleh wali faqih, ataukah para imam Jum’at sendiri boleh memilih orang-orang sebagai imam-imam Jum’at sementara (cadangan)?
JAWAB:
Imam Jum’at yang ditunjuk boleh memilih wakil sementara bagi dirinya. Namun, hukum-hukum pengangkatan (nashb) oleh wali faqih  tidak berlaku atas ke-imam-an wakil tersebut.
SOAL 616:
Jika seorang mukallaf tidak menganggap imam Jum’at yang diangkat sebagai orang yang adil, atau meragukan ke-adil-annya apakah ia boleh bermakmum dengannya demi menjaga persatuan muslimin? Dan apakah orang yang tidak menghadiri shalat Jum’at boleh mendorong orang-orang lain untuk tidak hadir?
JAWAB:
Tidak sah bermakmum dengan orang yang tidak dianggapnya adil atau ia ragukan ke-adil-annya. Shalatnya jika dilakukan dalam jamaah bersamanya tidaklah sah. Namun tidak ada halangan menghadiri dan bergabung dalam jamaah secara simbolis (lahiriah) demi memelihara persatuan. Bagaimanapun, ia tidak boleh mengajak dan mendorong orang lain untuk tidak menghadiri shalat Jum’at.
SOAL 617:
Apa hukum tidak menghadiri shalat Jum’at yang diimami oleh orang yang terbukti kebohongannya, di mata seoarang mukallaf?
JAWAB:
Hanya karena ucapan seorang imam Jum’at terbukti tidak sesuai dengan kenyataan bukanlah bukti akan kebohongannya, karena boleh jadi, ia mengucapkannya karena kehilafan, keliru atau bermaksud lain (tauriyah). Karenanya, ia hendaknya tidak menghalangi dirinya mendapatkan berkah-berkah shalat Jum’at, hanya karena dugaan bahwa imam Jum’at keluar dari sifat adalah (ke-adil-an).
SOAL 618:
Apakah makmum wajib mengidentifikasi dan memastikan ke-adil-an imam Jum’at yang ditunjuk oleh Imam Khomaini (qs) atau wali faqih yang adil ataukah pengangkatannya sebagai imam Jum’at cukup untuk menetapkan ke-adil-annya?
JAWAB:
Jika pengangkatannya sebagai imam Jum’at menimbulkan rasa percaya dan mantap bagi makmum akan sifat adilnya, maka cukuplah hal itu bagi keabsahan bermakmum derngannya.
SOAL 619:
Apakah penunjukan para imam jamaah di masjid-masjid yang dilakukan oleh para ulama yang terpercaya, atau pengangkatan para imam Jum’at oleh wali amr muslimin dianggap sebagai kesaksian (syahadah) akan ke-adil-an mereka ataukah tetap wajib menyelidiki ke-adil-an mereka?
JAWAB:
Jika pengangkatannya sebagai imam Jum’at atau imam jamaah menimbulkan rasa percaya dan mantap bagi makmum akan ke-adil-annya, maka boleh bersandar pada hal tersebut dalam bermakmum dengannya.
SOAL 620:
Jika kami meragukan ke-adil-an imam Jum’at atau yakin bahwa ia tidak adil padahal kami telah shalat di belakangnya, apakah kami harus mengulanginya?
JAWAB:
Jika keraguan akan ke-adil-an, atau terbukti bahwa ia tidak adil seusai shalat, maka shalat yang telah anda lakukan sah dan tidak wajib mengulanginya.
SOAL 621:
Apa hukum shalat Jum’at yang diselenggarakan di negara-negara Eropa dan lainnya oleh mahasiswa-mahasiswa dari negara-negara Islam yang sebagian besar pesertanya, demikian pula imam Jum’at, dari kalangan sunni? Dalam situasi begitu, apakah mereka harus melakukan shalat dhuhur seusai melaksanakan shalat Jum’at?
JAWAB:
Diperbolehkan ikut serta di dalamnya demi memelihara kesatuan dan persatuan muslimin. Dan tidak wajib melakukan sholat Dhuhur (setelahnya).
SOAL 622:
Di sebuah kota di Pakistan telah dilaksanakan shalat Jum’at sejak 40 tahun lalu. Kini ada seseorang yang menyelenggarakan shalat Jum’at lain tanpa mempedulikan jarak syar’iy antara dua shalat Jum’at sehingga menyebabkan adanya perselisihan di kalangan jamaah shalat. Apa hukum syar’iy perbuatan demikian?
JAWAB:
Tidak diperbolehkan berbuat sesuatu apapun yang menyebabkan terjadinya perselisihan antara mukminin dan porak-poranda barisan mereka, apalagi menyebabkan hal tersebut melalui sesuatu seperti shalat Jum’at yang merupakan salah satu syi’ar Islam dan salah satu simbol persatuan barisan-barisan muslimin.
SOAL 623:
Khatib masjid jami’ Al-ja’fariyah di Rawalpindi telah mengumumkan bahwa shalat Jum’at di masjid tersebut diliburkan karena akan direnovasi dan dibangun. Kini, setelah proses perbaikan masjid telah usai, kami menghadapi problema, yaitu pada jarak empat kilo meter telah diselenggarakan shalat Jum’at di masjid lain. Dengan memperhatikan jarak tersebut, apakah pelaksanaaan shalat Jum’at di masjid tersebut sah ataukah tidak?
JAWAB:
Jika jarak pemisah antara dua (tempat) shalat Jum’at tersebut tidak mencapai satu farsakh syar’iy,  maka batallah shalat Jum’at yang terakhir. Dan jika dilakukan berbarengan, maka keduanya sama-sama batal.
SOAL 624:
Apakah sah melakukan shalat Jum’at -yang diselenggarakan secara berjamaah- secara perorangan (furada), seperti apabila seseorang melakukan shalat Jum’at sendiri berdampingan dengan orang-orang yang melakukannya secara berjamaah?
JAWAB:
Salah satu syarat keabsahan shalat Jum’at ialah dilaksanakan secara berjamaah. Karenanya, tidaklah sah melakukannya sendirian.
SOAL 625:
Jika seorang yang wajib shalat qashr ingin melaksanakan shalat jamaah, apakah sah jika ia shalat di belakang imam yang sedang shalat Jum’at?
JAWAB:
Shalat Jum’at seorang makmum musafir sah hukumnya dan mencukupkannya dari shalat dhuhur.
SOAL 626:
Apakah wajib menyebut nama Az-zahra (as) sebagai salah satu imam muslimin dalam khotbah kedua, ataukah wajib menyebut namanya dengan tujuan istihbab?
JAWAB:
Sebutan para Imam muslimin tidak mencakup Az-zahra Al-Mardhiyyah (as). Tidak wajib menyebut nama beliau yang diberkati dalam khotbah Jum’at. Namun tidak ada larangan bertabarruk dengan menyebut nama beliau yang mulia (as).
SOAL 627:
Apakah makmum boleh melakukan shalat wajib selain shalat Jum’at dengan bermakmum kepada imam yang sedang malaksanakan shalat Jum’at?
JAWAB:
Keabsahannya masih tergolong bermasalah (mahallu isykal).
SOAL 628:
Apakah sah melaksanakan dua khotbah dalam shalat Jum’at sebelum tiba waktu syar’iy dhuhur?
JAWAB:
Boleh melaksanakan kedua khutbah sebelum matahari tergelincir (zawal) sedemikian rupa sehingga selesai pada saat matahari tergelincir. Namun, berdasarkan ahwath hendaknya sebagian dari keduanya dilakukan pada waktu dhuhur.
SOAL 629:
Jika makmum tidak dapat mengikuti dua khotbah sama sekali, melainkan ia hadir saat shalat dilaksanakan lalu bermakmum dengan imam, apakah shalatnya sah dan cukup?
JAWAB:
Shalatnya sah dan cukup apabila sempat mengikuti satu rakaat bersama imam, meskipun ketika imam sedang ruku’ dalam rakaat  terakhir shalat Jum’at.
SOAL 630:
Di kota kami shalat Jum’at dilaksanakan setelah satu setengah jam dari  adzan dhuhur. Apakah shalat ini cukup untuk menggantikan shalat dhuhur, ataukah harus mengulang shalat dhuhur?
JAWAB:
Waktu shalat Jum’at mulai dari saat tergelincirnya matahari (zawal). Berdasarkan ahwath, hendaknya tidak menundanya dari saat-saat pertama waktu zawal menurut umum (zawal ‘urfi ) lebih dari satu sampai dua jam berikutnya. Jika belum melaksanakan shalat Jum’at sampai batas waktu tersebut, maka, berdasarkan ahwath hendaknya melakukan shalat dhuhur sebagai gantinya.
SOAL 631:
Ada seseorang yang tidak mampu menghadiri shalat Jum’at. Apa ia dapat melakukan shalat dhuhur dan ashar pada awal waktu, ataukah ia wajib menunggu hingga usainya shalat Jum’at lebih dulu sebelum melakukan kedua shalat tersebut?
JAWAB:
Ia tidak wajib menunggu, melainkan boleh melaksanakan shalat dhuhur dan ashar pada awal waktu.
SOAL 632:
Jika imam Jum’at yang ditunjuk dalam keadaan sehat dan berada ditempat, apakah ia boleh menugasi imam Jum’at sementara (cadangan) melakukan faridhah shalat Jum’at? Dan apakah ia boleh (sah) bermakmum dengan imam Jum’at sementara?
JAWAB:
Tidak ada larangan mendirikan shalat Jumat yang dipimpin oleh wakil imam yang ditunjuk. Dan tidak ada larangan imam yang diangkat bermakmum dengan wakilnya.

Kamis, 07 Januari 2016

Keutamaan Imam Ali Sayyid Pemimpin Di Dunia dan Akhirat: Bukti Keutamaan Yang Lebih Tinggi Dari Abu Bakar dan Umar




Telah diriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa Ali adalah Sayyid yaitu pemimpin atau penghulu di dunia dan juga di akhirat.
حدثنا أحمد بن عبد الجبار الصوفي قثنا أحمد بن الأزهر نا عبد الرزاق قال انا معمر عن الزهري عن عبيد الله بن عبد الله عن بن عباس قال بعثني النبي صلى الله عليه وسلم الى علي بن أبي طالب فقال أنت سيد في الدنيا وسيد في الآخرة من احبك فقد احبني وحبيبك حبيب الله وعدوك عدوي وعدوي عدو الله الويل لمن ابغضك من بعدي

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdul Jabbar Ash Shufi yang berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Al Azhar yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq yang berkata telah menceritakan kepada kami Ma’mar dari Az Zuhri dari Ubaidillah bin Abdullah dari Ibnu Abbas yang berkata “Nabi SAW mengutusku kepada Ali bin Abi Thalib lalu Beliau bersabda “Wahai Ali kamu adalah Sayyid [pemimpin] di dunia dan Sayyid [pemimpin] di akhirat. Siapa yang mencintaimu maka sungguh ia mencintaiku, kekasihmu adalah kekasih Allah dan musuhmu adalah musuhku dan musuhku adalah musuh Allah. Celakalah mereka yang membencimu sepeninggalKu [Fadhail Shahabah no 1092]

Hadis di atas juga diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Al Mustadrak Ash Shahihain no 4640, Al Khatib dalam Tarikh Baghdad 4/261, dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq 42/292. Hadis di atas diriwayatkan oleh para perawi yang terpercaya dan sanadnya shahih tanpa keraguan