Rabu, 03 September 2014

Nasihat Imam ja'far Shadiq As tentang Ilmu

 
 
 
BismillahirRahmaniRahim
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad.
Ilmu adalah landasan setiap kemuliaan dan puncak maqam (kedudukan) yang tinggi. Itulah sebabnya Nabi saw bersabda:
“Menjadi kewajiban dari setiap muslim, pria maupun wanita, untuk mencari ilmu.”, terutama ilmu tentang ketakwaan dan keyakinan.
Imam Ali kw berkata:
“Carilah ilmu, meskipun sampai ke negeri Cina.” Terutama ilmu untuk mengenal diri – yang di dalamnya terkandung ilmu tentang Tuhan.
Rasulullah saw juga bersabda:
“Barangsiapa mengenal dirinya maka dia mengenal Rabb-nya; terlebih, hendaknya kamu memiliki ilmu yang tanpa ilmu itu, tak ada tindakan yang dianggap benar, yaitu ilmu Ikhlas. Kami berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat.” Yaitu dari ilmu yang bertentangan dengan perbuatan-perbuatan yang dikerjakan secara ikhlas.
Ketahuilah bahwa sejumlah kecil ilmu menuntut amal dalam jumlah yang banyak. Misalnya ilmu tentang Hari Akhir menuntut orang yang menguasai ilmu tersebut beramal sesuai dengannya sepanjang masa hidupnya.
Nabi Isa as. berkata, “Aku melihat sebuah batu yang di permukaan atasnya tertulis, ‘Baliklah aku’ lalu aku pun membaliknya. Tertulis di baliknya, ‘Barangsiapa tidak berperilaku sesuai dengan ilmu yang diketahuinya, akan diwajibkan (baginya) untuk mencari apa yang tidak diketahuinya, dan ilmunya tersebut akan berbalik menentangnya.”
Allah SWT mewahyukan kepada nabi Daud as. “Hal terkecil yang akan Kulakukan terhadap seseorang yang memiliki ilmu tetapi tidak berperilaku sesuai dengan ilmunya tersebut, adalah menganggap ilmunya lebih buruk daripada tujuh puluh hukuman batin yang merupakan akibat dari Kehendak-Ku untuk menghilangkan dari qalbunya kebahagiaan dalam berzdikir kepada-Ku.”
Tidak ada jalan untuk mencapai Allah kecuali melalui ilmu. Dan ilmu merupakan perhiasan bagi manusia di dunia dan di akhirat kelak, menuntunnya menuju sorga, dan dengan sarana itu dia memperoleh ridha Allah.
Seorang yang benar-benar berilmu adalah dia yang di dalam dirinya terejewantahkan akhlak mulia, permohonan-permohonan yang ikhlas, kejujuran, kewaspadaan dari berbicara dengan bebas (tak terkendali). (Tanda berilmunya) Bukan di lisannya, debat-debatnya, pembandingan-pembandingannya, penegasan-penegasannya maupun pernyataan-pernyataannya.
Pada masa sebelum kita (zaman sebelum Imam Ja’far hidup), orang-orang yang mencari ilmu adalah mereka yang memiliki kecerdasan, kesalehan, kebijaksanaan, kesederhanaan, dan kewaspadaan. Namun sekarang ini, kita menyaksikan bahwa para pencari ilmu tidak memiliki sifat-sifat tersebut.
Orang yang berilmu membutuhkan kecerdasan, kebaikan, kasih-sayang, nasihat yang baik, ketabahan, kesabaran, kepuasan, serta kedermawanan. Sementara siapa pun yang ingin mempelajari ilmu memerlukan hasrat terhadap ilmu, kehendak, pengorbanan, kesalehan, kewaspadaan, daya ingat, dan keteguhan hati.[]
Sumber Tulisan:
Diketik lagi dengan beberapa editorial peristilahan dari buku “Lentera Ilahi, 99 Wasiat Imam Ja’far Ash-Shadiq” terjemahan oleh Rahmani Astuti dari The Lentern of The Path by Imam Ja’far Ash-Shadiq, Penerbit Mizan, Bandung, 1993.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar