Bismillahirrahmanirrahim.
Dinukil dari Salman al-Farisi, dikatakan bahwa ketika Rasulullah Saw wafat dan tampuk kepemimpinan berada pada tangan Khalifah Abu Bakar, datang sekelompok kaum Nasrani ke Madinah yang dipimpin oleh seorang tokoh mereka yang pandai tentang teologi dan menguasai (menghafal) Kitab Taurat (Perjanjian Lama) dan Injil (Perjanjian Baru). Tokoh Nasrani itu berkata, “Tunjukkanlah kepadaku orang yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaanku.”
Dinukil dari Salman al-Farisi, dikatakan bahwa ketika Rasulullah Saw wafat dan tampuk kepemimpinan berada pada tangan Khalifah Abu Bakar, datang sekelompok kaum Nasrani ke Madinah yang dipimpin oleh seorang tokoh mereka yang pandai tentang teologi dan menguasai (menghafal) Kitab Taurat (Perjanjian Lama) dan Injil (Perjanjian Baru). Tokoh Nasrani itu berkata, “Tunjukkanlah kepadaku orang yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaanku.”
“Bertanyalah,
wahai orang Nasrani !” kata Ali bin Abi Thalib. “Demi Yang membelah
biji-bijian dan menciptakan makhluk, engkau tidak bertanya tentang yang
lampau dan yang akan datang kecuali aku beritahu kamu tentangnya dari
Nabi Muhammad Saw.”
Orang Nasrani itu berkata, “Beritahukan kepadaku, apakah engkau beriman menurut Allah atau beriman menurut dirimu sendiri?”
Ali menjawab, “Aku beriman menurut Allah sebagaimana aku beriman dalam keyakinanku.”
Orang
Nasrani berkata, “Puji Tuhan, ini ungkapan orang yang kokoh agamanya
dan meyakini kebenaran keyakinannya. Beritahukan kepadaku sekarang
tentang bagaimana kedudukanmu di surga?”
Ali
menjawab, “Kedudukanku bersama nabi yang ummi di surga Firdaus yang
paling tinggi. Aku tidak bimbang dengan itu dan tidak ragu dengan janji
Tuhanku.”
Orang itu kemudian bertanya, “Dengan apa engkau mengetahui janji akan kedudukan yang engkau sebutkan tadi?”
Ali menjawab, “Dengan Kitab yang diturunkan dan kebenaran nabi yang diutus.”
Orang
Nasrani bertanya lagi, “Lalu dengan apa kamu meyakini kebenaran
nabimu?” “Dengan tanda-tanda yang menakjubkan dan mukjizat-mukjizat yang
jelas!” jawab Ali.
“Inilah
cara berargumen,” kata orang Nasrani kagum. “Beritahukan kepadaku
tentang Allah, di mana Dia berada sekarang?” lanjutnya.
“Wahai orang Nasrani, sesungguhnya Allah SWT jauh dari redaksi “dimana” dan suci dari tempat. Dia sejak azal (tidak bermula) tidak bertempat dan sampai saat ini seperti itu. Tidak berubah dari satu keadaan ke keadaan lain.”
“Benar
dan baik, wahai orang pandai, engkau menjawab secara ringkas tetapi
padat,” kata orang Nasrani. “Beritahukan kepadaku tentang Allah SWT,
apakah menurutmu Dia dapat dijangkau dengan indera, sehingga seseorang
akan mencari-Nya dengan menggunakan indera atau bagaimana cara
mengetahui-Nya, jika tidak mungkin dengan indera ?” lanjutnya penasaran.
“Yang
Maharaja dan Maha Berkuasa sangat suci untuk disifati dengan ukuran
atau dijangkau oleh indera atau disamakan dengan manusia. Jalan untuk
mengenal-Nya adalah melalui ciptaanciptaan-Nya yang menakjubkan akal
dan memberi petunjuk bagi orang-orang yang berpikir,” jelas Ali .
“Engkau
benar. Demi Allah itulah yang haq. Banyak orang tersesat dalam
kebodohan-kebodohan,” tutur orang Nasrani itu. “Sekarang beritahu aku
seperti yang dikatakan oleh Nabimu tentang al-Masih, bahwa dia
(al-Masih) adalah makhluk, dari mana dia Muhammad dapat membuktikannya?
Dia menafikan ketuhanan al-Masih dan menetapkan kekurangannya (karena
Tuhan tidak mempunyai kekurangan sama sekali), padahal kamu tahu bahwa
banyak dari kaum beragama yang meyakini tentang al-Masih sebagai
tuhan?” tanyanya penuh selidik.
“Nabi
kita Muhammad Saw membuktikannya dengan takdir yang harus dia hadapi
dengan perubahan dari satu keadaan ke keadaan lain dan dengan
bertambah-berkurang yang tidak lepas darinya. Aku tidak mengingkari
kenabiannya dan tidak mengeluarkannya dari kemaksuman, kesempurnaan,
dan bantuan (dari Tuhan). Telah disebutkan oleh Allah SWT bahwa dia
seperti Adam yang diciptakan dari tanah kemudian dikatakan padanya,
“Jadilah” maka jadi.”
“Engkau benar, demi Allah yang mengutus al-Masih.
Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan
selain
Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah dun kamu adalah
washi Rasulullah saw serta orang yang paling berhak menduduki
tempatnya.” Maka orang-orang yang ikut bersamanya masuk Islam juga.
[www.wisdoms4all.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar