Dengan duka yang mendalam, kaum kafir Quraisy
menerima informasi kekalahan pasukannya dan kerugian yang berlipat ganda
di pertempuran Badar. Hindun, ibu Mu‘âwiyah, termasuk salah seorang
yang begitu terpukul dan sedih dengan kekalahan itu. Ia melarang orang
Quraisy, baik kaum laki-laki maupun kaum wanita, untuk menangisi para
prajurit yang terbunuh di Badar. Kesedihan itu tidak akan pernah padam
di dalam hati mereka sebelum mereka dapat melakukan pembalasan dendam.
Abu
Sufyân bertindak sebagai panglima tertinggi pasukan pada perang Uhud.
Dialah yang memberikan semangat kepada masyarakat Jahiliyah Quraisy
untuk memerangi Rasulullah saw. Mereka mengum-pulkan harta benda dan
dana untuk membeli peralatan dan perbekalan perang. Himbauan Abu Sufyân
itu disambut baik oleh masyarakat demi memerangi Rasulullah saw.
Pasukan
Abu Sufyân keluar menuju medan Uhud dengan semangat yang menggelora
disertai oleh kaum wanita mereka sampai peperangan berakhir. Hindun
memimpin pasukan wanita. Kaum wanita ini bergerak sembari menabuh
genderang dan mendendangkan syair:
Bangkitlah wahai putra-putra Abdi Dar.
Bangkitlah wahai para penjaga negeri tak gentar.
Pukulkan pedang kalian dengan bak halilintar.
Sementara itu, Hindun sendiri menyanyikan dendang khusus yang ia tujukan kepada pasukan Quraisy dengan suara yang lantang:
Jika kalian maju berperang,
kami akan peluk kalian dan gelar permadani.
Jika kalian mundur,
kami akan berpisah dengan kalian sampai mati.
Pasukan kaum musyrikin Quraisy ketika itu berjumlah tiga ribu orang.
Sementara pasukan muslimin hanya berjumlah tujuh ratus orang.
Seorang
prajurit musyrikin yang bernama Thalhah bin Abi Thalhah maju ke depan
dengan bendera komando di tangannya. Ia mengangkat suranya
tinggi-tinggi: “Hai para sahabat Muhammad, apakah kalian yakin bahwa
Allah akan mempercepat kami pergi ke neraka dengan pedang-pedang kalian,
dan mempercepat kalian menuju ke surga dengan pedang-pedang kami?
Siapakah yang berani duel denganku?”
Pejuang Islam, Imam Ali as.,
segera menimpali dan menyerangnya. Dengan sabetan pedangnya, lelaki itu
jatuh ke tanah dengan berlumuran darah. Ali as. membiarkannya jatuh dan
tidak meneruskan perlawanan-nya. Tidak lama kemudian, darahnya tumpah
dan ia binasa. Kaum muslimin menyambut kemenangan Ali as. itu dengan
penuh gembira, sementara kaum musyrikin menjadi hina dan nyali mereka
surut. Bendera komando pasukan musyrikin Quraisy diambil alih oleh yang
lain. Imam Ali as. menyambut dan melakukan serangan kepada beberapa
orang Quraisy seraya menebas kepala-kepala mereka dengan pedangnya yang
tajam. Hindun selalu membangkitkan semangat jiwa prajurit kaum musyrikin
dan mendorong mereka agar menyerang kaum muslimin. Setiap kali seorang
dari mereka gugur, ia menawarkan celak sembari berseloroh: “Kamu ini
hanyalah seorang wanita pengecut. Pakailah celak mata ini ini.”
Sangat
disayangkan, dalam peperangan ini kaum muslimin meng-alami kekalahan
yang pahit dan kerugian yang memalukan. Hampir saja bendera Islam jatuh
karena itu. Hal itu terjadi karena kecerobohan sekelompok pasukan Islam
yang berani menyalahi pesan Rasulullah saw. Ketika itu Rasulullah saw.
memerintahkan sekelompok pemanah yang dipimpin oleh Abdullah bin Jubair
agar tetap diam di atas bubkit demi menjaga kaum muslimin dari arah
belakang. Ia sangat menekankan agar mereka tidak bergeser sedikitpun
dari tempat tersebut. Ketika per-tempuran sedang terjadi, para pemanah
itu berhasil membidikkan panah-panah mereka ke arah pasukan kafir
Quraisy dan banyak membunuh mereka.
Pasukan Quraisy mengalami
kekalahan telak dan mereka kabur tunggang-langgang dengan meninggalkan
berbagai senjata dan barang-barang berharga. Kaum muslimin mulai
mengumpulkan harta rampasan perang. Melihat harta kekayaan yang melimpah
itu, sebagian besar pasukan pemanah meninggalkan pos mereka untuk turut
serta berebut harta rampasan perang. Mereka telah lupa akan pesan Nabi
saw. untuk tetap tinggal di pos tersebut. Khalid bin Walid, komandan
pasukan kafir Quraisy, melihat kondisi para pemanah tersebut dan merasa
memiliki kesempatan emas. Ia segera melakukan serangan terhadap para
pemanah yang masih tersisa di atas bukit itu sehingga banyak pasukan
muslimin yang terbunuh. Setelah itu, Khalid dan pasukannya menyerang
para sa-habat Nabi saw. dari arah belakang dan berhasil mengacaukan dan
mem-bunuh barisan Muslimin. Dalam serangan ini, prajurit musyrikin
banyak membunuh tokok-tokoh pasukan Muslimin.
Pembelaan Imam Ali as. Terhadap Nabi saw.
Kekalahan
yang sangat menyakitkan menimpa kaum muslimin. Sebagian pasukan mereka
kabur. Hal ini membuat mereka takut dan gentar meng-hadapi kaum
musyrikin. Akhirnya sebagian besar mereka meninggalkan Nabi saw. yang
telah dikepung oleh musuh-musuh Islam. Nabi saw. mengalami luka-luka
parah dan jatuh terjerembab ke dalam lubang yang dibuat oleh Abu Amir
dan sengaja ia sembunyikan agar kaum muslimin jatuh ke dalamnya. Ketika
itu, Ali as. berada di samping Nabi saw. Ia segera memegang tangan
beliau, sementara Thalhah bin Abdullah me-ngangkatnya sehingga ia dapat
berdiri. Pada saat itu, Nabi saw. Menoleh kepada Ali as. seraya
bertanya: “Hai Ali, apa yang telah mereka lakukan?” Ali as. menjawab
dengan hati yang tersayat: "Ya Rasulallah, mereka me-nyalahi janji dan
kabur tunggang langgang.”
Sekelompok orang Quraisy berusaha melakukan
serangan terhadap Nabi saw. sehingga ia terpojok. Ia berkata kepada
Ali: “Halaulah mereka, hai Ali.” Ali as. menyerang mereka tanpa
menunggangi kuda, dan berhasil membunuh empat orang anak Abu Sufyân bin
‘Auf dan enam orang dari kelompok penyerang tersebut. Setelah berusaha
dengan susah payah, akhirnya Imam Ali as. berhasil menghalau dan
mempermalukan mereka. Kemudian datang lagi kelompok yang lain untuk
menyerang Nabi saw. Di antara mereka terlihat Hisyâm bin Umayyah. Ali
as. pun berhasil membunuhnya, dan mereka yang masih tersisa kabur.
Setelah itu, kelompok ketiga datang menyerang Rasulullah saw. Di
tengah-tengah mereka terlihat Busyr bin Mâlik. Ali as. juga berhasil
membunuhnya, dan sisa kelompok itu pun kabur dengan kekalahan yang
memalukan.
Melihat keberanian dan ketangkasan Ali as., Jibril memohon
izin kepada Allah untuk turun. Ia berkata kepada Nabi saw.:
“Perlawanannya sungguh membuat kagum para malaikat.” Rasulullah saw.
bersabda kepadanya: “Kenapa tidak, karena Ali dariku dan aku darinya.”
Jibril pun bersahut: “Dan aku dari kalian berdua.”
Dengan penuh
keperkasaan dan ketangkasan, Ali as. senantiasa teguh membela Nabi saw.
Selama pembelaan ini, ia tertebas pedang sebanyak enam belas tebasan.
Setiap tebasan tersebut telah berhasil membuat Ali as. jatuh tersungkur
ke atas tanah. Tetapi tak seorang pun yang membangunkannya selain
Jibril.
Seluruh musibah dan bencana gala yang dialami oleh pejuang
Islam dan penghulu orang-orang yang bertakwa ini hanyalah demi membela
Islam semata.
Dalam perang Uhud ini, pejuang Islam abadi bernama
Hamzah, paman Nabi saw. meneguk cawan syahadah. Ketika mengetahui
kesya-hidannya, Hindun sangat gembira dan berusaha mencari jenazahnya.
Tatkala berhasil menemukan jenazahnya, bagaikan anjing hutan ia merobek
perut Hamzah dan mengeluarkan hatinya, kemudian mengu-nyahnya dan
memuntahkannya kembali. Ia juga mengiris hidung dan kedua telinga
Hamzah, dan kedua anggota tubuh mulia itu ia jadikan kalung. Hal itu
menggambarkan betapa kedengkian dan kebuasan Hindun yang sangat mendalam
serta fanatismenya yang sangat tinggi. SuAmînya, Abu Sufyân, juga tidak
mau ketinggalan. Ia bergegas menuju jenazah Hamzah dan berbicara
kepadanya dengan penuh caci maki dan kedengkian seraya berkata: "Hai Abu
Amârah, masa telah berganti. Kini telah tiba saatnya, dan dendam
nafsuku menjadi reda.” Kemudian Abu Sufyân mengangkat tombaknya dan
menancapkannya ke badan Hamzah yang sudah tak bernyawa lagi itu sembari
berkata: “Rasakanlah, rasakan-lah!” Setelah berbuat demikian, ia
berpaling dengan hati puas dan suka ria. Hatinya yang penuh dengan
kemusyrikan, kedengkian, dan sifat-sifat buruk itu merasa puas dengan
terbunuhnya Hamzah.
Setelah peperangan usai, Nabi saw. menghampiri
jenazah pamannya, Hamzah, yang telah dirobek-robek perutnya oleh Hindun.
Dengan hati yang sangat sedih dan pilu, ia memandang jasad pamannya itu
seraya berkata: “Hai Hamzah, aku belum pernah ditimpa musibah seperti
musi-bah yang kualami lantaran kepergianmu ini. Aku tidak pernah merasa
murka sebagaimana kemurkaanku atas tragedi ini. Sekiranya Shafiyyah
tidak berduka dan setelah wafatku nanti tidak dijadikan tradisi, niscaya
sudah aku tinggalkan tubuhmu sehingga menjadi mangsa binatang-binatang
buas dan burung-burung ganas. Jika sekiranya Allah memenang-kanku atas
orang-orang kafir Quraisy dalam sebuah peperangan nanti, maka aku akan
mencacah-cacah tiga puluh orang dari mereka.”
Muslimin yang lain pun
bangkit menuju jasad Hamzah. Mereka berkata: “Jika kami dapat
mengalahkan orang-orang kafir itu pada suatu hari nanti, pasti kami akan
mencacah-cacah badan mereka dengan cara yang tidak pernah dilakukan
oleh seorang Arab pun.”
Melihat hal ini, Jibril turun menyampaikan firman Allah swt:
“Jika engkau menyiksa mereka, maka siksalah sesuai dengan apa yang
mereka lakukan terhadapmu. Tetapi jika kamu bersabar, maka hal itu lebih
baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah, kesabaranmu tiada lain
kecuali hanya karena Allah. Janganlah bersedih atas mereka dan janganlah
merasa sempit hati terhadap tipu daya mereka.” (QS. An-Nahl
[16]:129-127)
Mendengar ayat ini, Nabi saw. memaafkan para musuh dan bersabar, dan
juga melarang muslimin untuk melakukan pencacahan terhadap tubuh-tubuh
musuh. Ia bersabda: “Sesungguhnya mencacah tubuh itu haram sekalipun
tubuh anjing galak.”
Satu-satunya peperangan yang membawa kekalahan
telah bagi kaum muslimin adalah perang Uhud. Ibn Ishâq berkata:
“Sesungguhnya Uhud merupakan hari duka, bencana, ujian berat. Allah
menguji orang yang beriman dengannya dan menampakkan orang munafik yang
melahirkan keimanan pada lisannya, sementara ia menyimpan kekufuran
dalam hati-nya. Lebih dari itu, Uhud adalah hari kehormatan bagi
orang-orang yang dimuliakan dengan mati syahid.”
Seusai peperangan,
Rasulullah saw. memberitahukan kepada Ali as. bahwa selepas peperangan
Uhud ini, kaum musyrikin tidak akan dapat mengalahkan kaum muslimin
hingga Allah memberikan kemenagan bagi muslimin.
Demikianlah perang
Uhud ini berakhir. Sebagian kisah perang Uhud ini telah kami jelaskan
dalam buku kami, Mawsû‘ah Al-Imam Amiril Mukminin, jilid ke-2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar