Kata-kata bersayap dari Imam Syafi’i:
Apakah anda telah mengetahui bahwa ber-tasyayyu’adalah mazhabku
Aku nyatakan hal itu dan tidak aku batalkan.
Bila cinta kepada keluarga (Nabi) Muhammad dinilai rafdhan.
Maka hendaklah manusia dan jin menyaksikan bahwa aku adalah rafidhy.
Dan syair Imam Syafi’i yang lain:
Wahai Ahl Bait (kelurga) Rasulullah, cinta kepada tuan-tuan adalah
Kewajiban yang ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an yang diturunkan Nya
Cukuplah keutamaan besar yang menghiasi tuan-tuan
Siapa yang tidak bershalawat untuk tuan-tuan maka tiada shalat baginya.
Pada
hari Asyura, 10 Muharram 61 H, terjadilah Tragedi Karbala. Peristiwa
Karbala yang menimpa Al-Husein bin Ali bin Abi Thalib (sa) jauh
sebelumnya telah diberitakan oleh malaikat Jibril kepada Rasulullah saw.
Ummu Salamah isteri tercinta Rasulullah saw menuturkan: Ketika hendak
tidur Rasulullah saw gelisah, ia berbaring kemudian bangun, berbaring
dan bangun lagi. Aku bertanya kepadanya: Mengapa engkau gelisah ya
Rasulallah? Rasulullah saw menjawab: “Baru saja Jibril datang kepadaku
memberitakan bahwa Al-Husein akan terbunuh di Karbala. Ia membawa tanah
ini dan simpanlah tanah ini. Jika tanah ini kelak telah berubah warna
menjadi merah pertanda Al-Husein telah terbunuh.” Ummu Salamah menyimpan
tanah itu.
Al-Husein (sa) mengajak keluarganya dan
sahabat-sahabat Nabi saw yang masih hidup saat itu untuk bergabung
bersamanya. Sebelum meninggalkan kota Madinah, Al-Husein (sa) pergi
berziarah ke pusara kakeknya Rasulullah saw. Di kubur Kakeknya ia
membaca doa dan menangis hingga larut malam dan tertidur. Dalam tidurnya
ia mimpi Rasulullah saw datang kepadanya, memeluknya dan mencium
keningnya. Dalam mimpinya Rasulullah saw berpesan: “Wahai Husein,
ayahmu, ibumu dan kakakmu menyampaikan salam padamu, mereka rindu
kepadamu ingin segera berjumpa denganmu. Wahai Husein, tidak lama lagi
kamu akan menyusulku dengan kesyahidanmu.” Lalu Al-Husein terbangun.
Di
kubur kakeknya Al-Husein berjanji dan bertekah untuk menegakkan
keadilan dan kebenaran, menyampaikan Islam sebagaimana yang dikehendaki
oleh Allah dan Rasul-Nya. Kemudian Ia mendatangi keluarganya dan
mengajak sebagian sahabat-sahabat Nabi saw yang masih hidup saat itu
untuk bergabung bersamanya.
Ketika akan meninggalkan kota
Madinah menuju ke Irak, Al-Husein pamet kepada Ummu Salamah, ia menangis
dan mengantarkannya dengan linangan air mata, ia terkenang saat bersama
Rasulullah saw dan teringat akan pesan yang disampaikan kepadanya.
Kini
Al-Husein dan rombongannya berangkat menuju Irak. Karena lelahnya
perjalanan yang cukup jauh, Al-Husein dan rombongan yang tidak lebih
dari 73 orang berhenti di padang Karbala. Rombongan Al-Husein (sa)
terdiri dari keluarganya dan sebagian sahabat-sahabat Nabi saw. Mereka
memancangkan kemah-kemah di padang Karbala untuk berteduh dari sengatan
panas matahari dan istirahat karena lelahnya perjalanan yang cukup jauh.
Deru
suara kuda terdengar dari kejauhan. Semakin lama suara itu semakin
jelas bahwa suara itu adalah suara deru kuda pasukan Ibnu Ziyad yang
jumlahnya ribuan. Rombongan Al-Husein yang jumlahnya tidak lebih dari 73
orang terdiri dari: anak-anak kecil dan wanita dari keluarganya, dan
sebagian sahabat-sahabat Nabi saw. Mereka harus berhadapan dengan ribuan
pasukan Ibnu Ziyad gubernur pilihan Yazid bin Muawiyah.
Karena
jauhnya perjalanan Al-Husein dan rombongannya kehabisan bekal. Mereka
dalam keadaan haus dan lapar. Sebagian dari mereka berusaha mengambil
air dari sungai Efrat, tapi mereka dihadang oleh pasukan Ibnu Ziyah.
Mereka tetap berusaha keras mengambil air untuk dipersembahkan kepada
Al-Husein dan keluarganya serta rombongan yang kehausan. Tapi mereka
gagal karena diserang oleh anak-anak panah pasukan Ibnu Ziyah, dan
mereka berguguran menjadi syuhada’.
10 Muharram 61 H,
pasukan Ibnu Ziyad mulai melakukan serangan pada rombongan Al-Husein
yang dalam keadaan haus dan lapar. Salah seorang pasukan melancarkan
anak panah pada leher anak Al-Husein yang masih bayi dan berada dalam
pangkuan ibunya, sehingga mengalirlah darah dari lehernya dan
meninggallah bayi yang tak berdosa itu.
Pada sore hari 10
Muharram 61 H, pasukan Al-Husein banyak yang berguguran. Sehingga
Al-Husein (sa) tinggallah seorang diri dan beberapa anak-anak dan
wanita. Dalam keadaan haus dan lapar di depan pasukan Ibnu Ziyad ,
Al-Husein (sa) berkata: “Bukalah hati nurani kalian, bukankah aku adalah
putera Fatimah dan cucu Rasulullah saw. Pandanglah aku baik-baik,
bukankah baju yang aku pakai adalah baju Rasululah saw.”
Tapi
sayang seribu sayang karena emeng-emeng hadiah jabatan dan materi dari
Ibnu Ziyah dan Yazid bin Muawiyah, kecuali Al-Hurr pasukan Ibnu Ziyad
tidak memperdulikan ajakan Al-Husein (sa), mereka menyerang Al- Husein
yang tinggal seorang diri. Serangan itu disaksikan oleh Zainab
(adiknya), Syaherbanu (isterinya), Ali bin Husein (puteranya), dan
rombongan yang masih hidup yang terdiri dari wanita dan anak-anak.
Pasukan Ibnu Ziyad melancarkan anak-anak panah pada tubuh Al-Husein, dan
darah mengalir dari tubuhnya yang sudah lemah. Akhirnya Al-Husein
terjatuh di tengah-tengah mayat para syuhada’ dari pasukannya.
Melihat
Al-Husein terjatuh dan tak berdaya, Syimir dari pasukan Ibnu Ziyah
turun dari kudanya, menginjak-injakkan kakinya ke dada Al- Husein, lalu
menduduki dadanya dan menghunus pedang, kemudian menyembelih leher
Al-Husein yang dalam kehausan, sehingga terputuslah lehernya dari
tubuhnya. Menyaksikan peristiwa yang tragis ini Zainab dan isterinya
serta anak-anak kecil menangis dan menjerit tragis. Tidak hanya itu
kekejaman Syimir, ia melemparkan kepala Al-Husein yang berlumuran ke
kemah Zainab. Semakin histeris tangisan Zainab dan isterinya menyaksikan
kepala Al-Husein yang berlumuran darah berada di dekatnya.
Zainab
menangis dan menjerit, jeritannya memecah suasana duka. Ia merintih
sambil berkata: Oh… Husein, dahulu aku menyaksikan kakakku Al- Hasan
meninggal diracun oleh orang terdekatnya, dan kini aku harus menyaksikan
kepergianmu dibantai dan disembelih dalam keadaan haus dan lapar.
Ya
Allah, ya Rasullallah, saksikan semua ini. Al-Husein telah meninggalkan
kami dibantai di Karbala dalam keadaan haus dan lapar. Dibantai oleh
ummatmu yang mengharapkan syafaatmu. Ya Allah, ya Rasulallah Akankah
mereka memperoleh syafaatmu sementara mereka menghinakan keluargamu, dan
membantai Al-Husein yang paling engkau cintai?
10
Muharram 61 H, bersamaan akan tenggelamnya matahari, mega merah pun
mewarnai kemerahan u*** barat, saat itulah tanah Karbala memerah,
banjiri darah Al-Husein (sa) dan para syuhada’ Karbala. Bumi menangis,
langit dan penghuinya berduka atas kepergian Al-Husein (sa) pejuang
kebenaran dan keadilan.
Dari sebagian sumber riwayat
menuturkan bahwa sejak kepergian Al- Husein dari Madinah Ummu Salamah
selalu memperhatikan tanah yang dititipkan oleh Rasulullah saw, saat
Al-Husein terbunuh tanah itu berubah warna menjadi merah, Ummu Salamah
menangis, teringat pesan- pesan Rasulullah saw dan terkenang saat-saat
bersamanya.
Kini rombongan Al-Husein (sa) yang masih hidup
tinggallah: Zainab dan isterinya, Ali putra Al-Husein yang sedang
sakit, dan sisa rombongannya yang masih hidup yang terdiri dari
anak-anak dan wanita. Mereka diikat rantai dan digiring dalam keadaan
haus dan lapar, dari karbala menuju kantor gubernur Ibnu Ziyad yang
kemudian mereka digiring ke istana Yazid bin Muawiyah di Damaskus. Dalam
keadaan lemah, lapar dan haus, mereka dirantai dan digiring di
sepanjang jalan kota Kufah. Mereka disaksikan oleh penduduk Kufah yang
berbaris di sepanjang jalan. Mereka menundukkan kepala, malu dengan
sorotan mata yang memandangi mereka.
Kini sisa rombongan
Al-Husein digiring ke istana Yazid bin Muawiyah. Sebagian pasukan
membawa kepala Al-Husein untuk dipersembahkan kepada Yazid. Dengan
mempersembahkan kepala Al-Husein dan tawanan wanita dan anak kecil yang
sebagian dari mereka adalah cucu dan keturunan Nabi saw, mereka berharap
mendapatkan imbalan jabatan dan materi sebagaimana yang telah
dijanjikan oleh Yazid bin Muawiyah. Kini tiba saatnya Yazid, Ibnu Ziyad,
para pejabat dan pasukannya berpesta di istana, merayakan
kemenangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar