Sayyidina Al Husain ibn 'Ali RA. adalah cucu sang Nabi yang amat
dikasihi. Abu Hurairah meriwayatkan: "Aku pernah melihat Rasulullah saw.
sedang menggendong Husain, seraya berkata, 'Ya Allah, sungguh aku
mencintainya, maka cintailah dia.'
Ya'lâ bin Murrah meriwayatkan:
"Kami pergi bersama Rasulullah untuk menghadiri undangan makan. Di
suatu gang, kami melihat Husain sedang bermain-main. Ia mendekatinya
seraya membentangkan kedua tangannya. Husain berlari kesana kemari
hingga membuatnya tertawa, sampainya berhasil menangkapnya. Kemudian
Rasulullah meletakkan satu tangannya di bawah dagu Husain dan tangan
yang lain di atas kepalanya. Rasulullah mencium-ciumnya. Ia bersabda,
'Husain dariku dan aku darinya. Allah mencintai orang yang mencintai
Husain. Husain adalah salah satu cucuku."
Yazîd bin Abi Ziyâd
meriwayatkan: "Rasulullah saw. keluar dari rumah 'Aisyah dan melewati
rumah Fathimah. Ketika itu Rasulullah saw. mendengar tangisan Husain.
Rasulullah merasa gusar. Lalu berkata kepada Fathimah, 'Tidakkah kau
tahu bahwa tangisannya itu menyayat hatiku?"
Rasulullah mencintai
al-Husain, sang cucu yang penuh kelembutan, meskipun fajar 'Asyura di
tahun 61 H menjadi akhir dari perjalanan hidup al-Husain, terbantai oleh
penguasa-penguasa zhalim yang juga mengaku umat sang nabi.
Peristiwa Karbala adalah tragedi kemanusiaan yang menyayat hati siapa pun yang masih memiliki hati, bukan milik segelintir orang apalagi kelompok-kelompok tertentu. Karbala adalah medan syahid ahlu baitil musthofa.
Peristiwa Karbala adalah tragedi kemanusiaan yang menyayat hati siapa pun yang masih memiliki hati, bukan milik segelintir orang apalagi kelompok-kelompok tertentu. Karbala adalah medan syahid ahlu baitil musthofa.
Sayyidina Al-Husain adalah keturunan langsung sang
nabi, putra dari Khalifah ke-4 Amirul Mu'minin Ali ibn Abi Thalib.
Beliau tidak segera menerima paksaan untuk membai'at Yazid ibn
Mu'awiyah; sang raja baru pada era Dinasti Umayyah.
Sayyidina Al-Husein memegang amanat agung, tapi kelembutannya tak membuatnya gila kekuasaan. Hari ini tanggal 9 Muharram beliau sudah berada di Karbala menerima pengkhianatan dalam sejarah Islam. Dan esok, tanggal 10 Muharram, padang Karbala menjadi saksi kesyahidan sang imam yang dibunuh oleh pasukan yang dipimpin Ubaidillah bin Ziyad atas perintah Yazid ibn Mu'awiyah.
Sayyidina Al-Husein memegang amanat agung, tapi kelembutannya tak membuatnya gila kekuasaan. Hari ini tanggal 9 Muharram beliau sudah berada di Karbala menerima pengkhianatan dalam sejarah Islam. Dan esok, tanggal 10 Muharram, padang Karbala menjadi saksi kesyahidan sang imam yang dibunuh oleh pasukan yang dipimpin Ubaidillah bin Ziyad atas perintah Yazid ibn Mu'awiyah.
Karbala banjir darah. Kekasih sang Nabi dari darah
dagingnya sendiri berkalang tanah, kepalanya disembelih dan dicucuk di
atas tombak, al-Husain berpulang bersama tiga putranya dan puluhan
sahabat.
Mengapa umat Islam sulit bersatu?
Mengapa umat Islam sulit bersatu?
Masih ingat
dengan Abdurrahman ibn Muljam? Beliau bukan hanya seorang muslim tapi
juga Qoimullail (penegak sholat malam), Shoimunnahaar (pelaku puasa
siang) dan Hafidzul Qur’an (penghafal 30 juz Al Quran). Lalu apa yang
Abdurrahman ibn Muljam lakukan? Beliau membunuh seseorang yang digelari
pintu dari kota ilmu, orang termuda yang pertama kali memeluk Islam,
penakluk khaibar, menantu Rasulullah, Abal Husain, Amiral Mu'minin,
Sayyidina Ali ibn Abi Thalib RA.
Sejarah ini terdokumentasikan
sejak lama dan tak ada yang membantahnya, namun sebagian umat takut
mengutarakannya, hanya karena takut dianggap dosa mencintai keluarga
al-Mushtofa.
Duhai alangkah anehnya…!
Duhai alangkah anehnya…!
Jika aku dianggap berdosa karena cinta kepada keluarga Muhammad…
Maka aku tidak akan bertaubat dari dosaku itu
Maka aku tidak akan bertaubat dari dosaku itu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar