(Al-Alimul Allamah Alhabib sayyid Idrus Bin Salim Al-djufrie)
Kata haul diambil dari bahasa Arab
hala-yahulu-haul yang berarti setahun, atau masa yang sudah mencapai
satu tahun. Seiring berkembangnya waktu, kata haul biasa digunakan
sebagai istilah ritual kegiatan yang berskala tahunan, ataupun
memperingati hari wafat atau meninggalnya seseorang yang kita sayangi
dan juga orang yang kita hormati (guru, orang tua, ulama, para shalihin,
atau waliyullah ).
Bagi warga (Abna’) Alkhairaat,
setiap tahun setelah hari raya Iedul Fitri, tepatnya 12 Syawwal, ribuan
umat Islam dari berbagai daerah di kawasan Indonesia timur dan sebagian
barat berduyun-duyun datang ke Palu, Sulawesi Tengah. Tujuannya,
menghadiri acara haul (peringatan wafatnya) tokoh dan tonggak Islam di
kawasan Indonesia Timur, Guru Tua Al-Alimul ‘Allamah Habib Idrus bin
Salim Al Djufri. Di sanalah, penebar Islam asal Hadramaut yang
menghabiskan separuh usianya di Indonesia itu, dimakamkan.
Al-Alimul ‘Allamah Habib Idrus bin
Salim Al Djufri atau dikalangan abnaul khairaat dikenal dengan sebutan
GURU TUA adalah pendiri Alkhairaat yang lahir di Taris, Hadramaut, Yaman
Selatan pada 14 Sya'ban 1319 Hijriah atau 18 Maret 1891 Miladiah.
Guru Tua, dibesarkan dalam
lingkungan keluarga yang taat beragama dan cinta ilmu pengetahuan, anak
kedua dari pasangan Sayed Salim bin Alawy --seorang mufti di Hadramaut--
dengan Andi Syarifah Nur-- putri keturunan seorang raja di Sulawesi
Selatan, yang bergelar Arung Matowa Wajo-- ini sarat dengan pengetahuan
keagamaan.
Sejak muda, Guru Tua dikenal memiliki wawasan yang luas dan sudah menghafal Alquran. Beliau juga ahli di bidang Fikih.
Karena terjadi pergolakan
politik di negaranya ketika itu, akhirnya ia dibuang oleh Inggris dan
disuruh meninggalkan Yaman Selatan. Karena kerinduannya pada daerah
ibunya, akhirnya Habib Idrus bin Salim Al-Jufri memilih ke Batavia
(Jakarta).
Di Batavia-lah, pertama kali
Habib Idrus bin Salim Al-Jufri memainkan perannya. Sejak saat itu,
aktivitasnya pun terbilang cukup padat. Ia berpindah dari satu mimbar ke
mimbar lainnya untuk mengajarkan agama kepada umat ketika itu. Tahun
1926, menjadi tahun penuh kesibukan Sang Guru Tua.
Dari situ pula, Habib Idrus bin
Salim Al-Jufri berkenalan dan menjadi teman diskusi dengan pendiri
Nahdlatul Ulama (NU), KH. Hasyim Asy'ari, di Jombang, Jawa Timur.
Keduanya kerap kali terlibat dalam pembicaraan, bahkan perdebatan
sekitar masalah agama, hingga upaya meningkatkan kualitas umat Islam
melalui jalur pendidikan di pesantren.
Tidak hanya itu. Habib Idrus bin
Salim Al-Jufri, melanjutkan lagi dakwah ke Solo, Jawa Tengah dan ia
dipercaya membina madrasah Al-Rabithah Al-Alawiyah Cabang Solo. Selain
sebagai pengajar, ia juga ditunjuk sebagai kepala sekolah tersebut.
(Kini, lembaga pendidikan Al-Rabithah Al-Alawiyah berubah nama menjadi
Yayasan Pendidikan Islam Diponegoro).
Habib Sagaf bin Muhammad bin
Salim Al-Jufri, cucu Habib Idrus bin Salim Al-Jufrie--Ketua Utama
Alkhairaat, mengatakan, saat itu, di Jawa sudah sangat banyak ulama dan
habaib. Akhirnya, tahun 1929, Habib Idrus bin Salim Al-Jufri kemudian
memilih mengajarkan agama di kawasan timur Indonesia. Ia memulai
perjalanan ke Ternate, Maluku Utara. Beberapa saat mengajar di daerah
kesultanan Islam itu, Habib Idrus bin Salim Al-Jufri kemudian memilih
melanjutkan perjalanan lagi ke Donggala, Sulawesi Tengah.
Di Donggala ketika itu,
masyarakat masih hidup dalam kepercayaan animisme dan dinamisme. Habib
Idrus bin Salim Al-Jufri berpikir, ia harus mengajak umat di Donggala
untuk memeluk Islam. Akhirnya, ia mendekati para tokoh masyarakat
setempat, sampai akhirnya menikah dengan putri Donggala dari keturunan
raja setempat. "Beberapa saat kemudian, Guru Tua menyampaikan
keinginannya untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam," kata
Habib Saggaf bin Muhammad Al-Jufri yang juga Ketua Majelis Ulama
Indonesia Sulawesi Tengah ini.
Gagasan itu disambut positif
para tokoh masyarakat. Maka berdirilah sebuah madrasah yang diberi nama
Alkhairaat. Madrasah Alkhairaat yang pertama ini diresmikan pada 14
Muharram 1349 atau 1930 miladiyah. Dari situlah, cikal bakal berdirinya
ribuan madrasah dan sekolah Alkhairaat di kawasan Timur Indonesia.
Data dari Pengurus Besar
Alkhairaat menyebutkan, saat ini telah berdiri 1.816 madrasah dan
sekolah, mulai dari Taman Kanak-Kanak TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs),
Madrasah Aliyah (MA) serta Universitas Alkhairaat. "Semuanya tersebar
dari Palu hingga Papua, dan pusatnya berada di Palu" kata Habib Saggaf
bin Muhammad Al-Jufri.
Kini, Habib Idrus bin Salim
Al-Jufri telah tiada. Beliau telah wafat pada hari Senin 12 Syawal 1389
Hijriyah atau 22 Desember 1969. Sang Guru Tua hanya bisa meninggalkan
karya besar yang tak bergerak bernama Yayasan Pendidikan Islam
Alkhairaat dan karya bergerak, yaitu ratusan ribu santri dan alumni
Alkhairaat. "Suatu ketika beliau ditanya soal karya berupa buku, beliau
hanya menjawab, karya ku adalah Alkhairaat dan murid-muridku yang selalu
mengajarkan agama kepada umat," kata Habib Idrus bin Salim Al-Jufri.
Ulama besar itu telah telah
lama meninggalkan kita. Akan tetapi, sebenarnya ia tidak benar-benar
meninggalkan kita. Nama besar dan wasiatnya yang ”abadi”, akan selalu
menemani kita. Itulah sebabnya, tidaklah berlebihan kalau Guru Tua
disebut sebagai anugerah dari Tuhan untuk kita Abna’ Alkhairaat
khususnya dan umat Islam umumnya, Pada momentum haul ini, mari kita
bersama-sama berdoa, Semoga Allah SWT memberi tempat yang mulia
kepadanya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar