Mengakui Kerasulan Ayah di Perut Ibu
Tatkala orang-orang kafir meminta Rasulullah saw membelah bulan, pada masa itu Sayyidah Khadijah mengandung Sayyidah Fathimah. Sayyidah Khadijah sangat bersedih hati mendengar permintaan orang-orang kafir itu seraya berkata, "Sungguh celaka orang-orang yang mendustakan Muhammad! Padahal dia adalah utusan Tuhanku."
Kemudian Sayyidah
Fathimah berseru di perut ibunya, "Wahai ibu, jangan takut dan bersedih
hati; karena Allah pasti menolong ayahku."
Ketika masa kehamilan
Sayyidah Khadijah telah sempurna (sembilan bulan) dan tibalah masa kelahiran,
Sayyidah Khadijah melahirkan Sayyidah Fathimah yang cahaya keindahannya
menerangi dan menyinari seluruh alam semesta.
Berbicara dalam Rahim Ibu
Sayyidah Fathimah berbicara dengan ibunya, Sayyidah Khadijah, sejak dalam rahim serta memberikan ketenangan dan ketenteraman ke dalam hatinya. Rasulullah saw bertanya kepadanya, "Dengan siapakah engkau bicara?"
Sayyidah Khadijah menjawab, "Janin yang ada dalam perut saya mengajak saya bicara dan menghibur hati saya. Malaikat Jibril memberitahu saya bahwa anak ini perempuan."
Berkah Makanan
Imam Ali menuturkan: Suatu hari, saya pergi ke pasar membeli daging seharga satu dirham dan sayur-mayur juga satu dirham, lalu membawanya ke rumah. Kemudian Fathimah mulai memasaknya. Sewaktu makanan telah siap dihidangkan, dia berkata, "Alangkah bahagianya hati saya jika saja saya mengajak ayah saya makan bersama."
Kemudian, saya pergi
dan melihat Rasulullah saw sedang tidur dan berkata, "Dalam tidur, saya
berlindung kepada Allah dari kelaparan."
Saya mengatakan, "Wahai Rasulullah! Datanglah ke tempat kami untuk makan bersama."
Lalu, kami pun pergi
bersama hingga sampai di rumah Fathimah. Rasulullah saw bersabda kepada
Fathimah, "Hidangkanlah makanan!"
Sayyidah Fathimah membawa semangkuk makanan dan meletakkannya di hadapan Rasulullah saw. Beliau membuka kain penutup mangkuk itu dan bersabda, "Ya Allah, berkatilah makanan kami!"
Kemudian, beliau
bersabda, "Berikan sebagian makanan ini kepada Aisyah!"
Fathimah mengirimkan sebagian makanan itu untuk Aisyah. Kembali Rasulullah saw bersabda, "Berikan sebagian makanan ini kepada Ummu Salamah!"
Dia pun mengirimkannya
untuk Ummu Salamah, hingga seluruh istri-istri Rasulullah saw beroleh bagian
dari makanan tersebut. Setelah itu, Rasulullah saw bersabda, "Hidangkan
makanan untuk ayah dan suamimu. Engkau juga harus makan dan bagikanlah makanan
ini untuk para tetangga."
Fathimah menjalankan
perintah Rasulullah saw. Namun, makanan tersebut tetap utuh seperti semula,
bahkan kami memakannya selama beberapa hari.
Cahaya Memancar dari Selimut
Sayyidah Fathimah
Diriwayatkan bahwa Imam
Ali meminjam sedikit gandum kepada seorang Yahudi dengan menggadaikan selimut
Sayyidah Fathimah. Orang Yahudi itu lalu membawa selimut tersebut dan
menyimpannya di rumahnya. Di waktu malam, istri lelaki Yahudi itu memasuki
ruangan yang di dalamnya terdapat selimut Sayyidah Fathimah, untuk suatu
keperluan. Tiba-tiba, dia melihat cahaya memancar yang menerangi ruangan
tersebut. Bergegas dia menjumpai suaminya dan berkata kepadanya, "Saya
melihat cahaya terang benderang di ruangan itu."
Suaminya juga terkejut
dan lupa bahwa selimut Sayyidah Fathimah ada di ruangan tersebut. Dia segera
bangkit dan memasuki ruangan serta melihat selimut tersebut memancarkan cahaya
bak sinar rembulan yang hampir terbit. Dia terperanjat menyaksikan pemandangan
itu, kemudian memeriksa tempat diletakkanya selimut itu dan mulai paham bahwa
cahaya itu memang terpancar dari selimut tersebut. Orang Yahudi itu pergi dan
memanggil kaumnya; sang istrinya juga mengundang kaumnya. Sekitar 80.000 orang
Yahudi berkumpul. Tatkala menyaksikan kejadian ini, semuanya masuk Islam.
Gilingan Gandum Berputar Sendiri (1)
Abu Dzar al-Ghiffari
menuturkan: Rasulullah saw mengutus saya mencari (Imam) Ali. Saya pun pergi ke
rumahnya dan memanggilnya. Namun, beliau tidak menjawab seruan saya. Lalu, saya
melihat gilingan gandum berputar dengan sendirinya tanpa ada yang
menggerakkannya. Kembali saya memanggilnya dan beliau pun keluar. Kami pun
pergi bersama menemui Rasulullah saw. Rasulullah saw menghadap ke arah (Imam)
Ali dan mengatakan sesuatu kepadanya yang tak saya mengerti.
Saya berkata,
"Sungguh menakjubkan, gilingan gandum berputar dengan sendirinya."
Saat itulah, Rasulullah
saw bersabda, "Allah Swt memenuhi hati dan anggota tubuh putriku,
Fathimah, dengan iman dan keyakinan. Tatkala Allah mengetahui kelemahan
(fisik)nya, pada hari kiamat kelak Dia membantu dan mencukupi kebutuhannya.
Tahukah engkau bahwa Allah Swt menjadikan para malaikat untuk membantu keluarga
Muhammad?"
Gilingan Gandum Berputar Sendiri
(2)
Abu Saleh al-Muadzin
menukilkan keutamaan dan kelebihan Sayyidah Fathimah al-Zahra: Maimunah, istri
Rasul Mulia saw menuturkan:
Rasulullah saw memberikan sedikit gandum kepada saya dan menyuruh saya ke rumah Fathimah untuk menggiling gandum tersebut. Saya melihat Fathimah berdiri dan gilingan gandum berputar dengan sendirinya. Saya pun menceritakan kejadian ini kepada Rasul Mulia saw.
Rasulullah saw memberikan sedikit gandum kepada saya dan menyuruh saya ke rumah Fathimah untuk menggiling gandum tersebut. Saya melihat Fathimah berdiri dan gilingan gandum berputar dengan sendirinya. Saya pun menceritakan kejadian ini kepada Rasul Mulia saw.
Beliau berkata, "Allah Swt mengetahui kelemahan (fisik) dan ketidakmampuan Fathimah. Karenanya, Dia perintahkan kepada gilingan gandum agar berputar dengan sendirinya. Gilingan itu pun berputar atas perintah Allah Swt."
Bergabung dalam Mubahalah
Sekelompok kaum Nashrani
Najran (Yaman) datang menemui Rasulullah saw. Tiga orang uskup besar mereka
bernama Aqib, Muhsin, dan Asqaf pun datang. Dua orang tokoh terkenal Yahudi
juga hadir bersama mereka untuk melontarkan beberapa pertanyaan kepada
Rasulullah saw.
Asqaf bertanya, "Wahai Abul Qasim, siapa ayah Musa?"
Rasulullah saw menjawab, "Imran."
Dia bertanya,
"Siapa ayah Yusuf?"
Beliau menjawab,
"Ya'qub."
Dia bertanya,
"Ayah dan ibu saya menjadi tebusan Anda, siapa ayah Anda?"
Beliau menjawab,
"Abdullah, putra Abdul Muththalib."
Asqaf bertanya,
"Siapa ayah Isa?"
Rasulullah saw diam.
Malaikat Jibril pun turun dan berkata, "Dialah ruh dan kalimat
Allah."
Asqaf bertanya,
"Mungkinkah terjadi ruh tanpa melalui seorang ayah?"
Rasulullah saw diam. Pada saat itulah turunlah wahyu: Sesungguhnya penciptaan Isa di sisi Allah adalah seperti penciptaan Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, "Jadilah (seorang manusia)," maka jadilah dia.(Ali Imran: 59)
Tatkala Rasulullah saw membacakan ayat ini, Asqaf berdiri meninggalkan tempat duduknya. Sebab, dia tidak bisa terima bahwa Isa tercipta dari tanah. Kemudian, dia berkata, "Wahai Muhammad! Kami tak menemukan hal ini dalam kitab Taurat, Injil, dan Zabur. Hanya engkau yang berpendapat seperti ini."
Kemudian Allah Swt
mewahyukan: “Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu
(yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita
memanggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri
kalian, diri kami dan diri kalian; kemudian marilah kita bermubahalah kepada
Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta."
(Ali Imran: 61)
Asqaf dan orang-orang
yang bersamanya mengatakan, "Wahai Abul Qasim, engkau berlaku Adil. Maka,
tentukan waktu mubahalah itu!"
Rasulullah saw berkata, "Insya Allah, besok pagi."
Rasulullah saw berkata, "Insya Allah, besok pagi."
Keesokan harinya, usai
shalat Subuh, Rasulullah saw menggandeng tangan Imam Ali, sementara pemuka kaum
wanita semesta alam, Sayyidah Fathimah, di belakangnya, Imam Hasan di samping
kanan, dan Imam Husain di samping kiri. Beliau berkata kepada mereka,
"Ketika saya berdoa, ucapkanlah amin!"
Kemudian, Rasulullah saw
berlutut untuk memanjatkan doa. Tatkala kaum Nasrani menyaksikan
kedatangan lima orang suci itu, mereka menyesal dan mengadakan rapat di
antara mereka. Mereka
berkata, "Demi Tuhan! Dia seorang nabi. Jika kita bermubahalah
dengannya,
Tuhan pasti mengabulkan doa mereka dan kita semua bakal musnah hingga
tak
seorang pun di antara kita yang selamat dari kutukannya. Sebaiknya, kita
berdamai dengannya dan mengundurkan diri dari mubahalah."
Menyiapkan Makan
Qutub al-Rawandi
meriwayatkan dengan sanad otentik dari Jabir bin Abdillah al-Anshari: Selama
beberapa hari, Rasulullah saw tidak makan dan rasa lapar sangat menguasai beliau.
Kemudian, beliau pergi ke rumah istri-istri beliau, namun tak menemukan
makanan. Lalu, beliau pergi ke rumah Sayyidah Fathimah dan bertanya,
"Wahai putri kesayanganku, apakah engkau punya makanan yang bisa
kumakan?" Sebab, rasa lapar melemahkan tubuhku."
Sayyidah Fathimah menjawab, "Tidak ada, demi Allah, saya tidak punya makanan, jiwa saya sebagai tebusan Anda."
Sayyidah Fathimah menjawab, "Tidak ada, demi Allah, saya tidak punya makanan, jiwa saya sebagai tebusan Anda."
Rasulullah saw keluar
dari rumah Sayyidah Fathimah. Tak lama kemudian, seorang budak wanita
memberikan kepada Sayyidah Fathimah dua potong roti dan sekerat daging.
Kemudian, Sayyidah Fathimah menyimpannya dalam mangkuk besar dan menutupinya
dengan kain. Dia berkata, "Demi Allah, aku lebih mementingkan Rasulullah saw
ketimbang diriku sendiri dan anak-anakku, meskipun semuanya kelaparan dan butuh
makan."
Sayyidah Fathimah
mengutus al-Hasan dan al-Husain untuk mencari Rasulullah saw. Tatkala
Rasulullah saw datang, Sayyidah Fathimah mengatakan, "Wahai ayah! Setelah
kepergian Anda, Allah Swt menganugrahkan makanan kepada saya. Saya menyimpannya
untuk Anda dan lebih mendahulukan Anda ketimbang anak-anak saya."
Rasulullah saw
bersabda, "Bawa kemari makanan itu, wahai putriku!"
Tatkala Rasulullah saw membuka kain penutup mangkuk besar itu, dengan kuasa Allah, mangkuk itu pun penuh dengan roti dan daging. Sewaktu menyaksikan hal itu, Sayyidah Fathimah terkejut. Dia yakin, makanan itu datang dari sisi Allah. Setelah memuji Allah dan bershalawat kepada Rasulullah saw, Sayyidah Fathimah membawa makanan itu ke hadapan Rasulullah saw.
Tatkala Rasulullah saw membuka kain penutup mangkuk besar itu, dengan kuasa Allah, mangkuk itu pun penuh dengan roti dan daging. Sewaktu menyaksikan hal itu, Sayyidah Fathimah terkejut. Dia yakin, makanan itu datang dari sisi Allah. Setelah memuji Allah dan bershalawat kepada Rasulullah saw, Sayyidah Fathimah membawa makanan itu ke hadapan Rasulullah saw.
Rasulullah saw melihat
mangkuk besar itu penuh dengan makanan, beliau pun bersyukur kepada Allah Swt.
Lantas, beliau bertanya, "Dari mana engkau memperoleh makanan ini?"
Sayyidah Fathimah
menjawab, "Dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki kepada
siapapun yang dikehendakinya tanpa perhitungan."
Kemudian Rasul Mulia saw mencari Amirul Mukminin Ali. Rasulullah, Amirul Mukminin Ali, Sayyidah Fathimah, al-Hasan, al-Husain, dan seluruh istri Nabi saw menyantap makanan itu sampai kenyang.
Sayyidah Fathimah
menuturkan: "Makanan dalam mangkuk itu tetap utuh dan tak berkurang sama
sekali. Bahkan, saya bisa mengeyangkan perut para tetangga. Sungguh, Allah
melimpahkan kebaikan dan berkah pada makanan tersebut."
Menghidupkan Pengantin Wanita
Suatu hari, Rasulullah saw
duduk di samping Kabah seraya meratap dan merintih di hadapan Allah Swt.
Sekelompok pembesar dan bangsawan Mekah datang menemui beliau dan mengucapkan
salam. Dengan wajah ceria dan sikap ramah, Rasulullah saw menjawab salam
mereka. Mereka mengatakan, "Wahai Nabi Islam dan kebanggan alam semesta!
Kami datang kepada Anda untuk mengabarkan bahwa kami akan melangsungkan akad
dan resepsi pernikahan antara putri fulanah dengan putra fulan yang keduanya
berasal dari pembesar dan bangsawan Arab. Kami bermaksud mengundang putri Anda
untuk menghadiri acara tersebut. Perkenankanlah dia datang ke pesta pernikahan
tersebut dan kehadiran putri Anda akan menghiasi majlis kami dan menerangi
rumah kami."
Rasulullah saw
bersabda, "Bersabarlah! Saya akan pergi ke rumah putriku, Fathimah, dan
memberitahukan padanya perihal undangan kalian ini. Jika dia berniat datang,
maka saya akan beritahu kalian."
Rasulullah saw pergi ke
rumah putrinya, Sayyidah Fathimah. Sesampainya di sana, beliau mengucapkan
salam dan menceritakan padanya perihal undangan para pembesar Arab untuk acara
pernikahan itu. Beliau ingin mengetahui pendapat putrinya, apakah dia hendak
menghadiri acara pernikahan tersebut atau tidak?
Sejenak Sayidah
Fathimah tenggelam dalam pikirannya. Lantas, dia berkata, "Jiwa saya
sebagai tebusan Anda, wahai kekasih Allah yang Mahamulia! Wahai pemberi syafaat
seluruh umat manusia. Saya berpikir bahwa undangan pernikahan mereka bertujuan
untuk mengejek dan memperolok-olok diri saya. Sebab, para wanita dan
gadis-gadis bangsawan Arab pada pesta pernikahan itu mengenakan pakaian mewah
dan mahal, serta berhias diri dengan emas dan permata. Mereka berkumpul di
samping pengantin wanita dengan angkuh dan sombong. Akan tetapi, saya tak punya
apa-apa selain pakaian usang bertambal dan sepatu yang rusak pula untuk pergi
ke sana. Jika saya datang dengan penampilan seperti ini, mereka pasti
memperolok-olok, menghina, dan mengejek diriku."
Tatkala Rasulullah saw
mendengar penuturan putrinya, Fathimah al-Zahra, hatinya pun sedih. Beliau
menarik nafas panjang dan meneteskan air mata.
Dalam kondisi seperti
itu, Malaikat Jibril datang sisi dari Allah menjumpai Rasulullah saw seraya
mengatakan, "Wahai Rasulullah! Allah yang Mahaagung lagi Mahatinggi
menyampaikan salam padamu dan Fathimah, dan Dia berfirman: Katakanlah pada
Fathimah, agar dia mengenakan pakaian yang dia miliki dan pergi ke acara
pernikahan. Sesungguhnya Kami menyimpan hikmah dalam hal ini."
Rasul Mulia saw
menyampaikan pesan Allah ini kepada putrinya, Sayyidah Fathimah al-Zahra.
Sayyidah Fathimah al-Zahra berkata, "Apapun perintah Allah, saya pasti
melaksanakannya. Saya menerima keputusan dan perintah-Nya dengan segenap jiwa
dan hati saya."
Sayyidah Fathimah
melakukan sujud syukur, kemudian berdiri dan mengenakan pakaian usang dan
bertambal. Setelah itu, dia minta izin kepada ayahnya untuk menghadiri acara
pernikahan tersebut. Dalam kondisi seperti itu, para malaikat langit ketujuh
meratap dan merintih di hadapan Allah seraya berkata, "Ya Allah, janganlah
Engkau permalukan dan hancurkan hati putri Nabi akhir zaman yang merupakan
kekasih-Mu dan Engkau memilihnya sebagai penghulu kaum wanita semesta alam.
Kami tak tega melihatnya bersedih hati."
Saat itulah, Allah Swt memerintahkan kepada malaikat Jibril agar secepatnya
mengambil pakaian dari surga dan turun ke bumi bersama ribuan bidadari yang
bertugas memakaikan pakaian surga pada tubuh Sayyidah Fathimah, sehingga putri
Nabi saw datang ke acara pernikahan dengan agung dan terhormat.
Malaikat Jibril mematuhi perintah Allah dan segera menemui Sayyidah Fathimah bersama seribu bidadari. Malaikat Jibril menyampaikan salam Allah. Wanita agung itu pun mengenakan pakaian surga. Sayyidah Fathimah pun datang ke acara pernikahan itu dengan penuh keagungan dan kemuliaan. Para bidadari mengambil berkah dari tanah bekas jejak langkah kaki Sayyidah Fathimah dan mengusapkannya pada mata mereka, lalu berjalan di samping wanita terbaik semesta alam itu. Para bidadari tampak riang dan gembira. Masing-masing menampakkan kecintaannya kepada wanita suci itu. Mereka pun menebarkan wewangian surgawi pada tubuh suci Sayyidah Fathimah dan bangga atas apa yang telah mereka lakukan.
Tatkala menyaksikan
semua kemuliaan, keagungan, pakaian, dan wewangian surgawi, Sayyidah Fathimah
merasa bahagia dan bersyukur kepada Allah. Lisannya tak henti-henti bersyukur
kepada Allah, Sang Pemilik keagungan.
Ketika hampir tiba di rumah pengantin wanita, cahaya suci mereka menerangi seluruh wanita yang hadir dalam acara itu. Seluruh wanita memandangi wajah dan pakaian Sayyidah Fathimah yang memancarkan cahaya dengan penuh kagum dan terpesona. Secara spontan, mereka menyambut wanita agung ini hingga tak seorang pun mendampingi pengantin wanita. Sebagian menciumi tangan dan kaki Sayyidah Fathimah serta mengantar masuk pemuka para wanita ini ke dalam majlis pernikahan dengan penuh penghormatan dan kemuliaan.
Meski para wanita bangsawan mengenakan pakaian mewah dan mahal, namun tatkala melihat pakaian wanita agung itu, sifat hasut dan dengki merasuki hati mereka. Bahkan, pengantin wanita tak sanggup menanggung malu dan akhirnya jatuh pingsan ke tanah dari kursi yang didudukinya. Ketika orang-orang datang mengelilinginya untuk melihat keadaannya, ternyata pengantin wanita itu telah meninggal dunia. Kaum wanita menjerit dan meratap. Semua menangis dan berkata, "Fathimah al-Zahra telah menyebabkan seluruh wanita tertuju padanya sehingga pengantin wanita meninggal dunia lantaran menahan amarah."
Sayyidah Fathimah
terkejut menyaksikan kejadian tersebut dan bersedih atas kematian pengantin
wanita itu. Tanpa menunda, Sayyidah Fathimah bangkit dan segera berwudu.
Setelah itu, dia mendirikan shalat (hajat) dua rakaat dengan disaksikan oleh
mereka. Dalam sujudnya, dia memohon, "Ya Allah, demi kemuliaan dan
keagungan-Mu! Demi kesucian dan kemuliaan ayahku, Rasulullah dan suamiku,
Amirul Mukminin Ali al-Murtadha! Demi keutamaan kepatuhan dan ibadah
hamba-hamba pilihan-Mu! Hidupkanlah pengantin wanita ini dan selamatkan daku
dari fitnah!"
Sayyidah Fathimah masih
bersujud dan tenggelam dalam munajatnya tatkala tiba-tiba mereka melihat
pengantin wanita itu bergerak dan bersin. Dengan izin Allah, pengantin wanita
itu berdiri dan menjatuhkan diri di hadapan pemuka kaum wanita, kekasih Allah,
putri Rasulullah, istri Amirul Mukminin Ali, ibu para imam, Fathimah al-Zahra,
seraya berkata, "Salam sejahtera bagi Anda, wahai putri Rasulullah. Salam
sejahtera bagi Anda, wahai suami kekasih Allah, Amirul Mukminin Ali. Saya
bersaksi bahwa Allah Mahaesa, tiada sekutu bagi-Nya. Saya bersaksi bahwa ayah
Anda Muhammad bin Abdillah adalah rasul dan utusan-Nya. Dan saya bersaksi bahwa
engkau, suami Anda, dan anak-anak Anda berada di atas jalan kebenaran.
Barangsiapa yang menempuh jalan kekafiran, kemusyrikan, dan penyembahan
berhala, maka dia berada di atas kebatilan. Saya menyatakan masuk Islam di
hadapan Anda."
Hari itu, 700 orang
pria dan wanita di antara keluarga dan kerabat pengantin wanita dan pria itu
memeluk agama Islam. Tatkala kejadian ini tersebar ke kota-kota lain, banyak
orang yang masuk Islam. Ketika acara pernikahan usai, Sayyidah Fathiimah
al-Zahra pulang ke rumah dan menceritakan seluruh kejadian acara pernikahan itu
kepada ayahnya.
Setelah mendengar apa yang terjadi dari Sayyidah Fathimah, Rasulullah saw bersujud syukur seraya memuji Allah Swt. Beliau mendekap putrinya di dadanya seraya berkata, "Wahai cahaya mataku, dari apa yang engkau ceritakan, ribuan kali bahkan lebih aku berharap kepada Allah agar (itu) terjadi padamu."
Makanan Ghaib
Al-Hasan dan al-Husain
tak makan selama tiga hari dan tubuh mereka pun lemas lantaran kelaparan.
Kemudian, mereka minta sesuatu kepada ibu mereka. Karena di rumah tak ada
sesuatu yang bisa dimakan, Sayyidah Fathimah berusaha menghibur anak-anaknya
dengan berkata, "Kakek kalian akan datang dengan membawa sesuatu untuk
kalian."
Tak lama kemudian,
mereka kembali meratap, sehingga Sayyidah Fathimah merasa iba dan meneteskan
air mata. Lalu, Sayyidah Fathimah mengumpulkan beberapa batu kerikil dan
memasukkannya ke dalam kuali berisikan air serta memanaskannya di atas api. Dia
melakukan itu untuk menghibur hati anak-anaknya. Dia berkata, "Anakku
sayang, bersabarlah! Masakan belum matang."
Al-Hasan dan al-Husain
keluar rumah. Selang beberapa lama, mereka datang dan berkata kepada ibu
mereka, "Jika makanan sudah matang, hidangkanlah untuk kami."
Wanita agung itu
berkata, "Sampai sekarang belum matang. Bersabarlah sampai makanan itu
matang."
Imam Hasan mendekati
kuali itu dan mengangkat tutupnya seraya berkata, "Ibu, makanan sudah
matang atau belum? Bawakanlah sedikit agar kami bisa memakannya."
Sayyidah Fathimah
mengangkat tutup kuali itu dan berkata, "Makanan sudah matang…"
Tatkala Sayyidah
Fathimah membuka tutup kuali itu, dia melihat makanan sudah matang dan
mengeluarkan aroma sedap. Dia pun segera mengambil makanan itu dan
menghidangkannya untuk al-Hasan dan al-Husain. Mereka pun mulai menyantap
makanan itu. Sementara, Sayyidah Fathimah kembali berwudu dan melakukan shalat
sebagai tanda syukur atas karunia Allah. Saat berita ini terdengar oleh
Rasulullah saw, beliau berkata, "Segala puji bagi Allah! Seperti inilah
dirimu, wahai Fathimah, sebagaimana keturunan para nabi dan wali Allah
sebelumnya."
Malaikat Menggerakkan Buaian
Diriwayatkan, terkadang, ketika Sayyidah Fathimah sedang mendirikan shalat, bayinya menangis. Akan tetapi, buaian bayi itu pun bergerak dengan sendiri. Ternyata, para malaikatlah yang menggerakkan ayunan tersebut.
Api Neraka Diharamkan Bagi Sayyidah
Fathimah
Suatu hari, Aisyah
masuk ke rumah Sayyidah Fathimah. Saat itu, putri Nabi saw sedang sibuk
mengadoni gandum, susu, dan minyak untuk membuat makanan. Periuk berada di atas
kompor dan api pun menyala. Sayyidah Fathimah mengaduk adonan makanan di dalam
periuk panas itu dengan tangannya.
Aisyah pergi
meninggalkan Sayyidah Fathimah dengan ketakutan dan gelisah. Dia pergi menemui
ayahnya, Abu Bakar dan berkata, "Ayah, aku melihat sesuatu yang
mengejutkan pada diri Fathimah. Dia mengaduk dengan tangannya sendiri adonan
makanan yang berada dalam kuali panas di atas api."
Abu Bakar berkata, "Putriku, rahasiakanlah hal yang merupakan perkara
penting ini."
Berita ini pun sampai
ke telinga Rasul Mulia saw. Kemudian, beliau naik ke mimbar. Setelah memuji
Allah, beliau bersabda, "Orang-orang membesar-besarkan dan merasa heran
melihat periuk (panas) dan api. Demi Allah yang mengutusku dengan kenabian!
Demi Allah yang memilihku dengan kerasulan! Allah Swt mengharamkan api neraka
bagi daging, darah, rambut, urat, dan tubuh Fathimah, serta menjauhkan anak
keturunan dan pengikutnya dari api neraka. Sebagian anak keturunan Fathimah
memiliki peringkat dan kedudukan yang menjadikan mereka mampu memerintah api,
matahari, dan bulan. Para jin tunduk di hadapannya, para nabi memenuhi janji
mereka sehubungan dengannya, bumi dan segala kekayaannya pasrah di hadapannya,
dan langit menurunkan berkahnya kepadanya. Celaka! Celaka! Celakalah bagi orang
yang ragu dan bimbang atas keutamaan dan kelebihan Fathimah. Laknat Allah
ditimpakan kepada orang yang memusuhi suaminya, Ali bin Abi Thalib, dan tidak
puas dengan kepemimpinan anak keturunannya. Sesungguhnya Fathimah mempunyai
tempat tinggal (di surga) dan para pengikutnya juga akan memiliki tempat
tinggal yang terbaik. Sesungguhnya Fathimah berdoa di sisiku dan memberikan
syafaat. Syafaatnya diterima (di sisi Allah) meskipun diberikan kepada orang
yang menentangnya."
Hidangan Langit
Dalam penafsiran atas ayat: Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, dia dapati makanan di sisinya… Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya (al-Kabir) menukilkan dari Rasulullah saw: Pada musim kemarau yang menimpa Madinah, rasa lapar melemahkan tubuhku. Fathimah al-Zahra mengirimkan semangkuk makanan untukku. Aku ambil makanan itu dan datang ke rumah Fathimah. Setibanya di sana, aku memanggilnya. Dia pun datang dan membuka kain penutup mangkuk itu. Aku melihat mangkuk itu penuh dengan daging dan roti. Aku terkejut dan menyadari bahwa makanan ini adalah hidangan dari langit. Lantas aku bertanya kepada Fathimah, "Dari mana engkau memperoleh makanan ini?"
Fathimah menjawab,
"Makanan itu dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki kepada
siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab."
Aku pun meneteskan air mata dan berkata, "Segala puji bagi Allah yang menjadikanmu
serupa dengan Maryam."
Kemudian aku mengundang
Ali, al-Hasan, al-Husain, dan seluruh tetangga. Semuanya makan sampai kenyang,
sementara makanan itu tetap utuh. Fathimah mengirimkan makanan itu untuk
seluruh tetangganya. Hari itu, orang-orang yang kelaparan menjadi kenyang
berkat kemuliaan Fathimah al-Zahra.
Hadiah Allah untuk Sayyidah
Fathimah
Ibnu Abbas meriwayatkan:
Suatu hari, saya sedang duduk-duduk bersama Rasul Mulia saw. (Imam) Ali,
(Sayyidah) Fathimah, al-Hasan, dan al-Husain duduk di hadapan beliau.
Waktu itu, Malaikat
Jibril turun sambil membawa buah apel untuk Rasulullah saw dan mengucapkan
salam kepada Rasul Mulia saw. Rasulullah saw menghadiahkan apel tersebut kepada
(Imam) Ali. (Imam) Ali mencium apel itu. Seraya berterima kasih, (Imam) Ali
mengembalikan apel itu kepada Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw
menghadiahkan apel itu kepada al-Hasan. Al-Hasan juga mencium apel itu dan
mengembalikannya kepada Rasulullah saw seraya mengucapkan terima kasih.
Rasulullah saw lalu menghadiahkan apel itu kepada al-Husain. Al-Husain
mengambil apel itu dan menciumnya. Setelah itu, dia juga mengembalikannya
kepada Rasulullah saw seraya mengucapkan salam kepada Rasulullah saw. Lalu,
Rasulullah saw menghadiahkan apel itu kepada (Sayyidah) Fathimah. (Sayyidah)
Fathimah mengambil apel itu, menciumnya, dan mengembalikannya kepada Rasulullah
saw.
Kembali Rasulullah saw
menghadiahkan apel itu kepada (Imam) Ali bin Abi Thalib. Tatkala (Imam) Ali
hendak mengembalikan apel itu kepada Rasulullah saw, tiba-tiba apel itu
terlepas dari tangannya dan jatuh ke tanah. Apel itu terbelah menjadi dua dan
sebuah cahaya memancar darinya hingga menembus langit pertama. Pada saat
itulah, saya melihat tulisan pada apel itu yang menyatakan: Dengan menyebut
asma Allah yang Mahakasih lagi Mahasayang. Apel ini merupakan hadiah dari Allah
yang Mahatinggi untuk Muhammad al-Mushtafa, Ali al-Murtadha, Fathimah al-Zahra,
al-Hasan, dan al-Husain. Dan juga merupakan jaminan keselamatan dari siksa api
neraka pada hari kiamat bagi orang-orang yang mencintai mereka.
Salam Bidadari Untuk Sayyidah
Fathimah
Salman al-Farisi
menuturkan: Saya pergi ke rumah Sayyidah Fathimah.
Beliau as berkata,
"Sepeninggal ayahku, mereka menzalimiku."
Kemudian beliau berkata
kepadaku, "Duduklah!"
Saya pun duduk. Kembali
beliau berkata kepadaku, "Kemarin, saya sedang duduk dan pintu rumah
tertutup. Saya tengah berfikir tentang terputusnya wahyu dari kami dan perginya
malaikat dari rumah kami semenjak ayahku wafat. Tiba-tiba, pintu terbuka tanpa
ada orang yang membukanya. Tiga bidadari surga masuk ke rumah seraya berkata,
'Kami bidadari dari Dârus Salâm. Tuhan semesta alam mengutus kami untuk
menemuimu dan kami sangat merindukanmu, wahai putri Muhammad.'"
"Saya bertanya
kepada salah satu di antara mereka yang usianya lebih tua, 'Siapa namamu?' Dia
menjawab, 'Saya Maqdurah dan diciptakan untuk Miqdad bin Aswad.' Saya bertanya
pada yang kedua, 'Siapa namamu?' Dia menjawab, 'Saya Dzurrah dan diciptakan
untuk Abu Dzar al-Giffari.' Saya bertanya kepada yang ketiga, 'Siapa namamu?'
Dia menjawab, 'Saya Salma dan diciptakan untuk Salman al-Farisi.'"
"Mereka
mengeluarkan nampan yang di atasnya terdapat kurma seperti roti-gula yang
warnanya lebih putih dari salju dan aromanya lebih harum dari minyak wangi
misik. Saya menyimpan bagian untukmu (lantaran engkau termasuk dari kami, Ahlul
Bait). Berbukalah puasa dengan kurma ini dan besok bawakan bijinya
untukku."
Saya (Salman) mengambil
kurma itu dan pergi. Setiap kali saya melewati sekelompok orang, mereka
bertanya, "Apakah engkau punya minyak wangi misik?"
Kemudian, saya berbuka
puasa dengan memakan kurma itu. Namun, saya tak menemukan biji di dalamnya.
Keesokan harinya, saya datang menemui Sayyidah Fathimah dan berkata,
"Wahai putri Rasulullah, tak ada biji di dalam kurma itu."
Beliau berkata,
"Kurma itu berasal dari sebuah pohon yang ditanam Allah untukku di surga
lantaran satu ucapan yang Rasulullah saw ajarkan padaku."
Kutukan Sayyidah Fathimah Bagi
Musuh al-Husain as
Perawi menuturkan: Seorang
lelaki yang kedua tangan dan kakinya terputus serta kedua matanya buta, dengan
nada sedih berteriak, "Wahai Tuhan pemeliharaku, selamatkan daku dari api
neraka."
Seseorang berkata
kepadanya, "Tak ada ganjaran siksa yang tersisa untukmu. Namun engkau
berkata, 'Wahai Tuhan Pemeliharaku, selamatkan daku dari api neraka?!'"
Dia menjelaskan,
"Waktu itu, saya berada di Karbala. Tatkala al-Husain terbunuh, saya
melihat celana dan tali pengikat berharga di tubuhnya. Seluruh pakaiannya telah
dirampas dan hanya tersisa celana tersebut. Menyembah dunia memaksaku untuk
merampas tali pengikat berharga itu. Saya mendekati jasad al-Husain untuk
menarik keluar tali pengikat itu. Saya melihat al-Husain (yang sudah terbunuh)
mengangkat tangan kanannya dan memegang tali pengikat itu.
Saya pun tak mampu
menarik tali pengikat itu. Saya melihat al-Husain mengangkat tangan kirinya dan
memegang tali pengikat itu. Apapun yang saya lakukan, tak mampu mengangkat
kedua tangannya dari tali pengikat tersebut. Lantas saya memotong tangan
kirinya untuk mengambil tali pengikat itu secara paksa. Tiba-tiba saya
mendengar suara gempa menakutkan. Saya ketakutan dan menyingkir. Malam harinya,
saya tidur di tempat itu, di samping tubuh-tubuh terpotong para syuhada."
"Tiba-tiba, saya
melihat di alam mimpi, Nabi Muhammad datang bersama Ali bin Abi Thalib dan
Fathimah al-Zahra. Mereka mengambil kepala al-Husain. Fathimah al-Zahra
menciumi kepala itu dan berkata, 'Anakku, mereka membunuhmu. Semoga Allah
membunuh mereka seperti yang mereka lakukan terhadapmu.'"
"Saya mendengar
al-Husain menjawab, 'Syimir membunuhku dan orang yang tidur di sini telah
memotong kedua tanganku.'"
"Fathimah
menghadap ke arahku dan berkata, 'Semoga Allah memotong kedua tangan dan
kakimu, membutakan kedua matamu, dan memasukkanmu ke dalam api neraka.'"
"Saya terbangun
dari tidur. Ternyata, saya benar-benar buta serta kedua tangan dan kaki saya
terpotong. Tiga doa Fathimah al-Zahra telah dikabulkan dan masih tersisa yang
keempat (yaitu masuk ke dalam api neraka). Oleh karenanya, saya mengatakan,
'Hai Tuhan Pemeliharaku, jauhkanlah daku dari api neraka!'"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar