Allamah Al-Qunduzi dalam kitabnya Yanabi’ Al-Mawaddah menukil bahwa pada malam
terjadinya pemukulan atas diri beliau oleh Abdurrahman bin Muljam, Imam Ali as
berkali-kali keluar dari rumahnya dan memandang ke arah langit. Berulang kali
beliau mengatakan, “Demi Allah aku tidak berbohong dan aku tidak menerima
berita yang bohong. Malam ini adalah malam yang dijanjikan untukku.”
Dengan
langkah perlahan Imam Ali berjalan menuju masjid. Saat memasuki Masjid
beliau
melihat Ibnu Muljam sedang tertidur. Imam Ali membangunkannya lalu
berjalan
menuju ke mihrab untuk melaksanakan shalat Subuh. Masjid telah dipenuhi
oleh
jemaah yang berbaris rapi membentuk shaf-shaf. Ali memuji tuhannya
dengan
mengangkat tangan. Allahu Akbar. Pujian itu diikuti oleh jemaah shalat
yang
telah siap. Tak lama kemudian Ali ruku lalu meletakkan dahi di atas
tanah
seraya mengagungkan Tuhannya. Tiba-tiba saat mengangkat kepala dari
sujud,
pedang Ibnu Muljam yang beracun mendarat tepat di kepalanya. Gema Allahu
Akbar
yang keluar dari mulut Ali membubarkan barisan shalat. Ibnu Muljam
ditangkap massa. Darah segar mengucur dari kepala Ali yang terbelah.
Meski demikian, putra Abu
Thalib ini sempat melarang massa menghakimi orang yang berniat
membunuhnya itu.
Beliau meminta Ibnu Muljam dibawa ke hadapannya. Kepadanya beliaau
berkata,
“Mengapa engkau lakukan ini padaku? Apakah aku pemimpin yang buruk
bagimu?” Ali
memerintahkan orang-orang untuk membawa Ibnu Muljam namun melarang
mereka
menyakitinya. Masjid Kufah mendadak tenggelam dalam tangis dan duka.
Untuk
mengenang syahadah Imam Ali as, ada baiknya kita membahas pandangan
beliau
mengenai hakikat manusia. Imam Ali as adalah orang yang mendapat gelar
pintu kota ilmu dan tahu benar hakikat manusia yang sebenarnya. Mengenai
orang-orang zalim dan
congkak yang berbuat kerusakan di muka bumi dengan segala kesombongannya
Imam
Ali as berkata, “Bukankah manusia adalah mahluk yang pernah Allah
tempatkan di
kegelapan rahim seorang ibu”
Menurut
Washi dan khalifah Rasul ini, manusia adalah mahluk yang melewati berbagai
periode kesempurnaan, yang mana periode terpentingnya adalah pengenalan
hakikat. Manusia seperti ini akan sadar dan mengetauhi aib dan cela yang ada
padanya, tidak mudah terpengaruh oleh polusi yang ada di sekitarnya, dan dengan
keimanan serta tekad yang kuat berhasil melepaskan diri dari sifat sombong.
Beliau
lebih lanjut mengarahkan manusia untuk mengenali potensi yang ia miliki.
Menurut Imam Ali keselamatan manusia ada pada keseimbangan perkembangaan
seluruh potensi yang dimilikinya. Amirul Mukminin Ali menyebutkan menerangkan
bahwa pengembangan sifat-sifat mulai hanya bisa dilakukan dengan memperkuat
pondasi ilmu dan akal. Karenanya beliau menganjurkan kepada seluruh manusia
untuk menghidupkan pelita makrifat di dalam diri mereka dan memanfaatkan
potensi akal. Semua itu supaya diri manusia mampu melawan godaan hawa nafsu.
Sebab dengan akal dan ilmu, manusia bisa mengekang nafsunya. Beliau berkata,
“Carilah jalan kebenaran dengan akalmu dan lawanlah hawa nafsumu tentu engkau
akan sukses.”
Hal
inilah yang saat ini ramai dibicarakaan oleh para pakaar psikologi.
Mereka
mengatakan, “Orang yang sehat secara akal akan memiliki psikologi yang
sehat.”
Pernyataan para psikolog ini hanyalah penemuan yang mereka dapatkan
melalui
berbagai eksperimen. Namun Imam Ali as yang mengenal hakikat manusia
menerangkan lebih jauh dan mendalam. Beliau menegaskan bahwa kepercayaan
akan
alam akhirat adalah periode awal yang harus menjadi bagian dari
kehidupan
manusia. Dengan kepercayaan ini, orang akan yakin bahwa apa yang
dilakukannya
di dunia sebelum kematian akan sangat menentukan nasibnya di alam
akhirat sana. Keimanan inilah yang mendorong manusia untuk melakukan
kebaikan.
Saat
ini, kebersihan diri seseorang dilihat dari hubungan sosialnya. Artinya manusia
memiliki hubungan erat dengan masyarakat. Selayaknya dia menyintai
masyarakatnya dan masyarakat menyintainya. Mengenai hubungan dengan masyarakat
Imam Ali as menekankan bahwa sebelum segala sesuatunya manusia harus menjaga
tindak tanduknya di tengah masyarakat dan menghindari perbuatan dosa. Beliau
juga menganjurkan hubungan baik dengan keluarga, yang disebutnya sebagai
penguat mental dan spiritual. Sayangnya pada zaman ini, manusia telah menjauh
dari tujuan asli penciptaan-Nya dan tenggelam dalam krisis etika kemanusiaan.
Imam Ali
as menyebutkan beberapa sifat terpuji yang ada pada insan mulia, diantaranya
tanggungjawab, cinta terhadap sesama, tepat janji, dan tidak enggan untuk
bermusyawarah dengan orang lain. Tindakan membela diri dan kehormatan
masyarakat juga dipandang oleh Ali sebagai sifat terpuji yang dimiliki oleh
orang yang sehat di tengah masyarakatnya. Orang semacam ini sudah tentu tidak
memiliki sifat congkak, riya’, dan kemunafikan. Sikap mengambil hikmah sejarah
masa lalu disebut oleh satu-satunya manusia yang lahir di dalam Kabah ini
sebagai faktor yang penting dalam menekan kesalahan bertindak dan bersikap. Hal
ini juga disinggung dalam wasiatnya kepada putranya Imam Hasan as.
Di mata
Imam Ali as, orang yang sukses adalah mereka yang memiliki hubungan baik dengan
diri, masyarakat dan Tuhannya. Untuk mengenal diri sendiri hendaknya manusia
memahami arti kehidupan dan tujuannya. Karena itu, Imam Ali as menghimbau semua
orang untuk mengenal posisinya di dunia ini dan tidak melakukan perbuatan yang
bisa menurunkan derajatnya. Imam Ali as berkata, “Siapa yang tidak mengenal
dirinya maka ia binasa.” Dalam ungkapan lain beliau mengatakan, “Sebaik-baik
makrifat adalah pengenalan diri sendiri.”
Satu hal
lagi yang dipandang penting pada diri manusia adalah hubungannya dengan Tuhan.
Hubungan inilah yang membentuk jatidiri seseorang. Dalam hal ini, Imam Ali as
menyebutkan bahwa Tuhan yang hidup dan kekal ada di semua tempar dan selalu
memantau tingkah laku seluruh hamba-Nya. Orang yang mengikat kehidupannya
dengan masalah ketuhanan akan mampu menundukkan hawa nafsunya dan bergerak
menuju kepada kesempurnaan.
Di mata
Imam Ali as, manusia adalah mahluk yang memiliki kehendak sendiri dan melakukan
semua perbuatan dengan kehendaknya. Beliau menghimbau manusia untuk
memanfaatkan kehendak ini di jalan yang benar yang dapat menghantarkannya ke
dejarat tertinggi kesempurnaan. Ali as adalah contoh nyata dari manusia
sempurna yang berhasil mencapai derajaat tertinggi kesempurnaan dengan iman dan
kekuatan tekadnya. Karena itu kata-kata yang beliau ucapkan ketika pedang Ibnu
Muljam menghantam kepalanya adalah, “Demi Pemilik Kabah Aku sukses.” Tanggal 21
Ramadhan tahun 40 hijriyyah manusia sempurna ini meninggalkan dunia yang fana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar