Bismillahirahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah Rabbul ‘Alamin, salawat dan salam atas Muhammad dan keluarganya yang baik dan suci.

Kitab ini ditulis bagi Anda yang tidak tahu sama sekali Fiqih Ja’fari, tapi ingin mengetahui dan mempelajarinya. Selama ini, Anda mungkin tidak punya jalan untuk itu, bukan karena tidak adanya atau sedikitnya sumber, bukan pula karena sumber-sumber tersebut mengandung istilah-istilah ushul fiqih atau istilah-istilah fiqih yang melebihi kemampuan Anda, walaupun hal ini berlaku bagi banyak orang, tapi karena bahasannya yang tidak jelas, metode penulisannya yang rumit dan tidak sistematis, pembahasannya yang bertele-tele dan melelahkan, termasuk dalam menukil pendapat-pendapat dan perbedaannya secara panjang lebar, sehingga sangat jauh dari pikiran dan latar belakang pendidikan 
Anda, dan lain sebagainya yang tidak biasa dan tidak menarik bagi pembaca masa kini.

Oleh karena itu, dengan serius dan sambil bergantung pada Allah SWT semata, saya menulis buku ini untuk menyediakan dan memudahkan jalan bagi Anda yang berminat dalam mempelajari dan menguasai fiqih Ahlulbait as, baik fatwa maupun dalilnya, tanpa kesulitan dan susah payah.

Saya berusaha sedapat mungkin agar menjadi dasar dan sumber penarikan hukum (istinbath) adalah nash dari Ahlulbait as sendiri. Sebab, itulah jalan terlurus untuk mengetahui hukum-hukum Allah SWT dan syariat kakek mereka, Rasulullah saw, berdasarkan hadits tsaqalain dan ayat 83 surah an-Nisa’, Apabila mereka mengembalikannya kepada Rasul dan kepada Uliramri dari kalangan mereka maka orang-orang yang melakukan istinbath darinya akan mengetahuinya. Jika saya tidak menemukan nash khusus dari Al-Qur’an dan dari Ahlulbait as, maka saya kembali ke dasar atau kaidah yang dijadikan sandaran oleh fukaha mereka, sebab mereka selalu mengembalikan setiap dasar dan kaidah kepada Al-Qur’an dan para imam suci.

Dalam menukil riwayat (hadis), saya sengaja tidak menyebutkan rantai periwayatan (sanad), karena saya mengukur kepastian riwayat dengan sikap para fukaha yang berpegang dan mengamalkan riwayat tersebut, bukan dengan para perawi dan orang-orang yang tsiqah (terpercaya). Hal itu karena sesungguhnya istilah “Fiqih Ja’fari” atau “Fiqih Ahlulbait” hanya berlaku secara tepat untuk prinsip-prinsip yang telah diperhatikan fukaha tersebut. Istilah tersebut tidak berlaku, baik secara haqiqi (sesungguhnya) maupun majazi (kiasan), untuk nash-nash yang mati, walaupun tidak tertulis di halaman-halaman kitab dan diriwayatkan oleh orang-orang salih. Nash-nash tidak lain dari huruf-huruf mati, yang baru hidup setelah diterapkan dan diamalkan. Karena itu, bahkan seandainya muncul satu generasi baru fukaha yang mengamalkan nash yang menyimpang (syadz) dan asing yang diabaikan oleh mayoritas fukaha maka istilah ini pun tetap berlaku untuk amalan seperti itu.

Saya juga seringkali tidak mengusik ucapan-ucapan fukaha lama dan baru dan tidak mendebat ataupun mengujinya, sebagaimana kebiasaan para penulis ilmu-ilmu syariat. Saya tidak melakukan hal itu, walau dengan segala manfaat dan faedah yang ada di dalamnya, karena saya khawatir para pembaca akan terjerumus ke dalam kebingungan, yang akhirnya membuat mereka tidak menyukai kitab ini karena ketidakmampuan atau ketidaktertarikan. Padahal, tujuan pertama kitab saya ini adalah untuk menjangkau sebanyak mungkin lapisan masyarakat, terutama orang-orang yang masih asing dengan masalah-masalah fiqih, dan  untuk ikut berperan dalam penyebaran fiqih yang sangat berharga dan sangat terpercaya ini.

Bagi saya, faedah dan manfaat suatu kitab tidak diukur dengan adanya paparan dan debat berbagai pendapat di dalamnya, tapi dengan penyebarannya dan banyaknya pembaca. Kitab apapun, tidak lain dari sebongkah benda mati; hidupnya adalah dengan gerak dan penyebarannya dari satu tangan ke tangan lain dan dengan dibicarakan serta dipahami isinya oleh setiap hati dan telinga yang mendengar. Dan pada masa sekarang tidak ada cara untuk mencapai itu kecuali dengan penulisan yang mudah dipahami dan penjelasan yang gampang dicerna.

Suatu kali, seperti biasa, saya masuk ke perpustakaan al-Irfan di Beirut, milik Haji Ibrahim Zain Asi. Di situ saya melihar seorang pemuda yang tinggi dengan warna kulit kemerahan. Haji Ibrahim berkata kepadanya, “Ini dia orangnya.” Lalu pemudah itu menghampiri saya dengan penuh semangat (ternyata dia seorang orientalis berkebangsaan Jerman). Di antara yang dikatakannya kepada saya, “Selama ini kami tidak tahu kalau Syiah mempunyai fiqih tersendiri, sampai kami membaca karya Anda al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Khamsah.” *) Saya katakan kepadanya, “Apa yang saya tulis di kitab tersebut tidak ada artinya dibanding fiqih Syiah itu sendiri. Fukaha kami telah memperluas syariat Islam, baik di bidang ushul, maupun furu‘, dan mereka telah menguasainya berikut rahasia-rahasianya dengan teliti dan seluruh aspek dan seginya. Mereka telah mendalaminya sedemikian rupa sehingga mampu mengangkatnya di atas semua syariat yang lama maupun yang baru. Dan mereka mempunyai karya-karya tulis dalam masalah ini dengan jumlah yang tak terhitung, tapi semua itu dapat dijangkau oleh siapapun.”

Dia berkata, “Kami mempelajari bahasa Arab sebagai suatu bahasa asing bagi kami. Gaya bahasa (uslub) terbaru dan sederhana saja baru dapat kami pahami setelah bersusah payah, apalagi gaya bahasa lama… Kami telah membaca apa yang Anda tulis, dan kami telah memahaminya. Dari situlah kami mengetahui bahwa fiqih Syiah juga mempunyai fiqih sebagaimana mazhab lain.”

Sejak mendengar apa yang dikemukakan orientalis tersebut, saya bertekad menulis satu set lengkap tentang Fiqih Ja’fari—meliputi bidang-bidang ibadah, muamalah, perdata, dan pidana—dengan metode sebagaimana telah saya singgung, dan dibagi ke dalam beberapa jilid. Dan kini, Allah SWT telah memperkenalkan rampungnya rencana tersebut.

Hanya kepada Allah aku memohon agar menjadikan karyaku ini sebagai suatu andil bagi Islam. Dialah tempat meminta pertolongan. Segala puji bagi -Nya di dunia dan akhirat, serta salawat dan salah atas Muhammad dan keluarganya yang suci.
—–
*) Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Khamsah karya lain Muhammad Jawad Mughniyah. Edisi bahasa Indonesia kitab ini juga telah beredar dengan judul Fiqih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali, diterbitkan oleh Penerbit Lentera, Jakarta—Peny.

sumber:fikihjafar.wordpress.com