Selasa, 26 Agustus 2014

Imam Ali Al-Hadi As, Teguh Di Atas Kebenaran



Hari Lahir

Imam Ali Al-Hadi as. dilahirkan pada 15 Dzulhijjah 212 H di Madinah Al-Munawwarah. Beliau adalah Imam kesepuluh dari Imam-imam Ahlul Bait as.

Ayah beliau ialah Imam Muhammad Al-Jawad as, dan ibu beliau berasal dari Maroko bernama Samanah; seorang wanita yang mulia dan bertakwa.

Ketika sang ayah syahid akibat diracun, Imam Al-Hadi as. baru berusia 8 tahun. Pada usia yang masih sangat dini itu pula beliau memegang amanat Imamah (kepemimpinan Ilahi atas umat manusia).

Orang-orang memanggil Imam as. dengan berbagai julukan, antara lain: Al-Murtadha, Al-Hadi, Al-Naqi, Al-Alim, Al-Faqih, Al-Mu’taman, At-Thayyib. Yang paling masyhur di antara semua julukan itu adalah Al-Hadi  dan Al-Naqi.

Akhlak Luhur Imam

Imam Ali Al-Hadi as. senantiasa menjalani kehidupannya dengan zuhud dan ibadah kepada Allah swt. Di dalam sebuah kamar yang hanya dihiasai oleh selembar tikar kecil, beliau  menghabiskan waktunya dengan membaca Al-Qur’an dan merenungkan maknanya.

Beliau  menyambut orang-orang begitu ramah, berbelas kasih kepada orang-orang fakir, dan membantu orang-orang yang membutuhkannya.

Suatu hari, Khalifah Al-mutawakkil mengirimkan untuk Imam Ali as. uang sebesar seribu dinar, kemudian beliau membagikan uang tersebut kepada fakir miskin.

Pada kesempatan lain, Al-Mutawakil jatuh sakit sehingga para dokter pribadi khalifah kebingungan bagaimana mengobatinya. Lalu ibu Al-mutawakil mengutus menterinya Al-Fath bin Khaqan untuk menemui Imam Ali as. Beliau segera memberinya obat yang reaksinya sangat cepat sekali, sehingga para dokter khalifah itu tercengang melihatnya. 

Atas kesembuhan putranya, ibu khalifah mengirimkan uang sebesar seribu dinar sebagai hadiah kepada Imam as, lalu Imam as. pun membagikan uang tersebut kepada orang-orang yang membutuhkannya.

Kisah Batu Cincin

Yunus An-Naqasi masuk ke rumah Imam Ali Al-Hadi as. Dalam keadaan gemetar ketakutan, ia berkata kepada beliau, “Wahai tuanku! Seseorang dari istana telah datang kepadaku dengan membawa sepotong batu Firuz yang sangat berharga sekali, ia memintaku untuk mengukirnya. Namun, ketika aku sedang melakukannya, batu tersebut terbelah jadi dua, padahal besok siang aku harus mengembalikannya. Bila dia tahu akan hal itu, pasti dia akan marah padaku”.

Imam as. menenangkannya dan berkata, “Jangan kuatir, tidak akan ada keburukan yang akan menimpamu, bahkan dengan izin Allah swt. engkau akan mendapatkan kebaikan darinya“.
Pada hari berikutnya, ajudan Khalifah datang dan berkata, “Sungguh aku telah mengubah pandanganku, kalau sekiranya kamu bisa memotongnya menjadi dua, aku akan menambah upahmu!”.

Pengukir tersebut berpura-pura berfikir padahal hatinya sangat bergembira, kemudian berkata, “Baiklah, akan aku coba pesananmu itu!”.

Akhirnya, pengawal Khalifah berterima kasih pada pengukir tersebut. Dari sana, pengukir itu bergegas menemui Imam Ali as. untuk menumpahkan rasa terima kasih kepadanya. Dalam keadaan itu, Imam as. berkata kepadanya: “Sungguh aku telah berdoa kepada Allah, semoga Dia memperlihatkan kebaikan khalifah kepadamu dan melindungimu dari kejahatannya”.

Al-Mutawakkil

Setelah Khalifah Al-Mu’tasim meninggal, kedudukannya digantikan oleh khalifah Al-Wasiq yang masa pemerintahannya berlangsung selama 5 tahun 6 bulan. Setelah itu, pemerintahan jatuh ke tangan Al-mutawakkil.

Pada masa pemerintahan Al-Mutawakkil, kerusakan dan kedzaliman telah mewabah di mana-mana. Pengaruh orang-orang Turki dalam kekhalifahan sangat kuat dan luas sekali, sehingga mereka menjadi pengendali jalannya roda pemerintahan dan khalifah Al-Mutawakkil pun menjadi alat permainan mereka.

Saat itu, kebencian Al-Mutawakkil terhadap Ahlul Bait Nabi as. dan Syi’ahnya begitu besar. Ia  memerintahkan agar membuat sungai di atas makam Imam Husain as. dan melarang kaum muslimin   untuk menziarahi makamnya. Bahkan ia telah membunuh banyak peziarah, sampai digambarkan dalam sebuah syair:

Demi Allah, bila Bani Umayyah telah melakukan pembunuhan
terhadap putra dan putri Nabinya secara teraniaya,
kini keluarga saudara ayahnya (Bani Abbas)  melakukan hal yang sama. 
Maka esok lusa demi Allah ia akan menghancurkan kuburnya.
Mereka menyesal bila seandainya saja tidak ikut serta membunuhnya.
\
Tak segan lagi, Al-Mutawakkil melakukan pengawasan yang ketat terhadap Imam Ali Al-Hadi as. di Madinah, mata-mata khalifah senantiasa mengintai setiap langkah Imam as. lalu melaporkan padanya setiap gerak dan pembicaraanya.

Al-Mutawakkil merasa kuatir sekali setelah tahu kepribadian dan kedudukan Imam as. di tengah-tengah masyarakat. Mereka begitu menghormati dan mencintainya, karena beliau  berbuat baik kepada mereka dan menghabiskan sebagian besar waktunya di masjid.

Al-Mutawakkil mengirim Yahya bin Harsamah sebagai utusan khusus untuk menghadirkan Imam Ali as. segera ia memasuki kota Madinah, sementara itu berita tentang rencana jahat Al-Mutawakkil telah tersebar di tengah-tengah masyarakat, hingga orang-orang berkumpul di seputar tempat tinggal utusan khusus itu, sebagai bentuk kepedulian dan kekuatiran mereka atas apa yang akan terjadi pada diri Imam as.

Dalam pengkuannya, Yahya bin Harsamah mengatakan, “Aku sudah berupaya menenangkan mereka, dan bersumpah di hadapan mereka bahwa aku tidak diperintah untuk menyakitinya”.

Al-Mutawakkil senantiasa berfikir bagaimana cara menurunkan kedudukan tinggi Imam as. di tengah masyarakat. Maka, sebagian penasehatnya mengusulkan untuk menebarkan berita-berita bohong yang dapat menjatuhkan kehormatan beliau, melalui saudaranya Musa yang terkenal dengan perilakunya yang buruk.

Usulan tersebut disambut senang oleh Al-Mutawakkil. Segera ia memanggil Musa. Imam Ali as. sendiri pernah memperingatkan saudaranya itu, bahwa “Sesungguhnya khalifah menghadirkanmu untuk menghancurkan nama baikmu dan menyodorkan uang yang dapat menguasaimu, maka takutlah kepada Allah wahai saudaraku! dan jannganlah melakukan hal-hal yang diharamkan-Nya!”.

Musa tidak mau menghiraukan nasehat Imam as. Ia bertekad bulat untuk melakukannya,  dan ternyata Al-mutawakkil justru merendahkannya. Sejak saat itu pula Khalifah itu  tidak menyambut Musa lagi.

Kalimat Hak di Hadapan Orang Zalim

Ibnu Sikkit adalah salah seorang ulama besar. Abul Abbas Al-Mubarrad pernah memberikan kesaksian, “Aku tidak pernah melihat buku yang ditulis oleh orang-orang Baghdad yang lebih baik dari buku-nya Ibnu Sikkit tentang Mantik (Logika)”.

Al-mutawakkil meminta kepada Ibnu Sikkit untuk mengajar kedua anaknya; Al-Mu’taz dan Al-Muayyad.

Suatu hari, Al-Mutawakkil bertanya kepada Ibnu Sikkit, “Mana yang paling kau cintai, kedua anakku ini ataukah Hasan dan Husain?”

Ibnu Sikkit menjawab dengan penuh kebencian, “Demi Allah! Sesungguhnya pembantu Imam Ali bin Abi Thalib lebih baik dari pada kamu dan kedua anakmu itu!”.

Mendengar jawaban Ibnu Sikkit tersebut, Al-Mutawakkil terperanjat dan begitu berang. Segera ia memerintahkan algojo Turki untuk mencabut lidahnya sampai mati. Demikianlah, Ibnu Sikkit pun pergi ke hadapan Allah swt. dan menemui kesyahidan.

Rasulullah saw. telah bersabda, “Penghulu para Syahid adalah Hamzah dan seorang yang mengatakan kalimat hak di depan penguasa yang zalim”.

Politik Al-Mutawakkil

Al-Mutawakkil telah menghambur-hamburkan kekayaan umat Islam. Hidupnya dipenuhi dengan foya-foya, serbamewah dan sombong. Umurnya ia habiskan untuk bermabuk-mabukkan dan berpesta pora dengan menghamburkan miliyaran uang.

Sementara itu, betapa banyak orang yang hidup dalam kesusahan dan kefakiran, apalagi golongan Alawi (keluarga dan pengikut Imam Ali bin Abi Thalib as.) yang senantiasa menjalani hidup mereka dalam kefakiran yang mencekam, belum lagi hak-hak mereka dirampas, sampai hal-hal yang sangat tidak bernilai dalam kehidupan mereka.

Imam Ali Al-Hadi as. bersama putranya dipanggil ke kota Samara, kemudian diturunkan di sebuah kemah yang di sana sudah berbaris pasukan Al-Mutawakkil. Itu dilakukan supaya beliau berada di bawah pengawalan tentara-tentara yang sangat bengis dan dungu terhadap kedudukan Ahlul Bait as.
Rupanya, tentara Al-Mutawakkil itu terdiri atas orang-orang Turki telah berbuat kejam, dengan membentuk kondisi dan menciptakan pribadi-pribadi yang tidak lagi mengerti kecuali ketaatan kepada raja-raja dan penguasa.

Beberapa Kisah
  • Seseorang di antara tentara itu mempunyai anak yang tertimpa penyakit batu ginjal, kemudian seorang doktor menasehati agar anaknya menjalani operasi.
Pada saat operasi sedang berjalan, tiba-tiba anak tersebut mati. Lalu orang-orang mencelanya, “Kau telah membunuh anakmu sendiri, maka engkau pun bertanggung jawab atas  kematiannya”.

Kemudian ia mengadu kepada Imam Al-Hadi as. Beliau mengatakan, “Bagi kamu tidak ada tanggung jawab apapun  atas apa yang kamu perbuat. Ia meninggal hanya karena pengaruh obat, dan ajal anak tersebut  memang sampai di situ”.
  • Suatu hari, seorang anak menyodorkan bunga kepada Imam Ali Al-Hadi as. Lalu Imam as. mengambilnya dan menciumnya di atas kedua pelupuk matanya, kemudian memberikan kepada seorang sahabatnya dan berkata:
“Barang siapa mengambil bunga mawar atau bunga selasih kemudian menciumnya dan meletakkan di kedua pelupuk matanya, lalu membaca shalawat atas Muhammad dan keluarga sucinya, maka Allah  akan menulis untuknya kebaikan sejumlah kerikil-kerikil di padang sahara, dan akan menghapuskannya kejelekan-kejelekan sebanyak itu pula”

Yahya bin Hartsamah yang menyertai perjalanan Imam Ali as. dari Madinah ke Samara, mengatakan, “Kami berjalan sedang langit dalam keadaan cerah, tiba-tiba Imam as. meminta sahabat-sahabatnya untuk mempersiapkan sesuatu yang bisa melindungi mereka dari hujan.

Sebagian dari kami merasa heran, malah  sebagian yang lain tertawa meledek. selang beberapa saat, tiba-tiba langit mendung dan hujan pun turun begitu derasnya. Imam as. menoleh kepadaku dan berkata, “Sungguh engkau telah mengingkari hal itu, kemudian kau kira bahwa aku mengetahui alam ghaib dan hal itu terjadi bukanlah sebagaimana yang kau kira, akan tetapi aku hidup di daerah pedalaman, aku mengetahui angin yang mengiringi hujan dan angin telah berhembus, maka aku mencium baunya hujan, maka aku pun bersiap-siap”.
  • Suatu hari, Al-Mutawakkil menderita sakit. Lalu ia bernazar untuk bersedekah dengan uang yang banyak tanpa menentukan berapa jumlahnya. Dan ketika ia hendak menunaikan nazarnya, para fuqaha (ahli hukum) berselisih pendapat tentang berapa banyaknya uang yang harus dikeluarkan oleh Al-Mutawakkil. Mereka pun tidak mendapatkan suatu kesimpulan.
Sebagian mereka mengusulkan untuk menanyakan masalah kepada Imam as. Tatkala ditanya tentang berapa banyaknya uang yang harus dikeluarkan,

Imam as. menjawab, “Banyak itu delapan puluh”.

Meresa belum puas, mereka meminta dalil dari Imam as.

Beliau mengatakan, “Allah berfirman, ‘Allah telah menolong kalian dalam berbagai kesempatan, maka kami hitung medan-medan peperangan dalam Islam’. Dan jumlahnya medan peperangan itu adalah delapan puluh”.

Penggeledahan Rumah

Meskipun Imam Ali Al-Hadi as. dalam tahanan rumah yang ketat, beliau tidak luput dari berbagai fitnah dan tuduhan kosong. Salah seorang di antara mereka melaporkan kepada Al-Mutawakkil, bahwa Imam as. mengumpulkan senjata dan uang untuk mengadakan pemberontakan. Maka Al-Mutawakkil memerintahkan Said penjaganya untuk memeriksa rumah beliau pada waktu malam, dan mengecek tentang kebenaran berita tersebut.

Tatkala ia memeriksa rumah Imam, ia dapati Imam as. dalam sebuah kamar, tidak ada sesuatu apapun di dalamnya kecuali sehelai tikar. Di dalamnya beliau sedang melakukan shalat dengan khusyuk.

Ia telah memeriksa rumah Imam as. dengan awas dan jeli, akan tetapi tidak menemukan sesuatu pun. Kemudian ia berkata pada Imam, “Maafkan aku tuanku, sesungguhnya aku hanya diperintahkan”.

Imam as. menjawab dengan sedih, “Sesungguhnya orang-orang yang zalim kelak akan mengetahui akibat perbuatan mereka sendiri”.



Kandang Binatang Buas

Seorang perempuan mengaku, bahwa dirinya adalah Zainab putri Ali bin Abi Thalib as. Ia   berkata, bahwa masa mudanya terus berganti setiap 50 tahun.

Segera Al-Mutawakkil mengirimkan utusan dan bertanya kepada orang-orang Bani Thalib, mereka katakan, bahwa sesungguhnya Zainab as. telah meninggal pada tanggal sekian dan telah dikuburkan. Akan tetapi, perempuan ini tetap saja bersih kukuh pada pengakuannya.

Menteri Al-Mutawakkil bernama Al-Fath bin Khoqan jengkel melihat itu. Ia berkata, “Tidak ada yang bisa mengetahui tentang hal ini kecuali putra Imam Ridha as.”.

Maka Al-Mutawakkil mengutus utusan kepada Imam Ali Al-Hadi as. dan menanyakan perihal perempuan tersebut padanya. Kemudian Imam as. menjawab, “Sesungguhnya terdapat tanda pada keturunan Ali as. Tanda itu adalah bahwa binatang buas tidak akan  mengganggu dan menyakitinya. Maka, cobalah kumpulkan perempuan itu bersama binatang buas, dan bila dia tidak diterkam, maka dia benar”.

Tak tahan lagi, Al-Mutawakkil ingin sekali menguji kebenaran ucapan Imam as. di atas. Beliau pun masuk ke dalam sangkar binatang buas dengan penuh keyakinan, tiba-tiba binatang buas di dalamnya mengikuti beliau sambil mengebas-kebaskan ekor di telapak kaki beliau.

Saat itu Al-Mutawakkil memerintahkan untuk melemparkan wanita tersebut ke dalam sangkar itu. tatkala binatang buas itu muncul, ia pun  menjerit dan segera menarik balik pengakuannya.

Di Majelis Al-Mutawakkil

Di saat sedang mabuk, Al-Mutawakkil   memerintahkan para pengawalnnya agar segera mendatangkan Imam Ali Al-Hadi as. Dengan cepat mereka bergegas menuju kediaman beliau. Sesampainya di sana, mereka memasuki rumah Imam as. dengan keras dan menyeret beliau sampai di istana khilafah.

Ketika Imam as. berdiri di hadapan Al-Mutawakkil, khalifah yang zalim itu mengambil kendi khamer dan meminumnya sampai mabuk, lalu ia mendekati Imam as. dan menyodorkan segelas minuman haram tersebut kepada beliau. 

Imam as. menolak dan berkata: “Demi Allah, darah dagingku tidak bercampur sedikit pun dengan minuman ini”.

Hari Kesyahidan

Dengan penuh kesabaran dan keikhlasan pada Allah swt.,  Imam Ali  Al-Hadi as. menjalani kehidupan dunia yang fana ini.  Cobaan demi cobaan telah beliau lewati dengan segenap ketabahan. Hingga akhirnya, pada tahun 254 H beliau menjumpai Tuhannya dalam keadaan syahid akibat racun yang merusak tubuhnya.

Ketika itu usia Imam as. menginjak 42 tahun. Beliau  dimakamkan di kota Samara yang kini ramai dikunjungi kaum msulimin dari berbagai belahan dunia.

Murid-Murid Imam Ali as.

Meskipun Imam as. senantiasa di bawah pengawasan yang begitu ketat, namun beliau  memiliki murid-murid yang tetap setia kepadanya. Tidak mudah bagi mereka untuk dapat berjumpa dan bertatap muka dengan Imam as. Beberapa nama  mereka adalah: Abdul Adzim Hasany.

Abdul Adzim termasuk ulama besar dan seorang yang amat bertakwa. Dalam berbagai kesempatan, Imam Ali as. seringkali memujinya. Ia senantiasa menunjukkan penentangannya terhadap penguasa, kemudian ia bersembunyi di kota Rey dan meninggal di sana. Hingga sekarang ini, makam beliau masih selalu dipadati oleh para peziarah. 

Ada pula Hasan bin Said Al-Ahwaz. Ia juga termasuk sahabat Imam Ali Ar-Ridha as. dan Imam Muhammad Al-Jawad as. Ia  hidup di Kufah dan Ahwaz, kemudian pindah ke Qom dan meninggal di sana. Hasan  menyusun tiga puluh karya tulis di bidang Fiqh dan Akhlak. Di antara jajaran perawi, ia termasuk orang yang siqah (dapat dipercaya)  dalam meriwatkan  hadis-hadis.

Selain Abdul Adzim dan Hasan, sahabat setia Imam Ali Al-Hadi as. ialah Fadl bin Syadzan An-Neisyaburi. Ia terkenal sebagai seorang ahli Fiqh  besar dan ahli ilmu Kalam terkemuka.

Fadl banyak meriwayatkan hadis dari Imam Ali as. Bahkan anaknya pun ikut menjadi salah seorang sahabat Imam Hasan Askari as. Imam Ali as. sering memujinya. Ia menasehati orang-orang Khurasan untuk merujuk kepada Fadl dalam berbagai masalah yang mereka hadapi. []

Mutiara Hadis Imam Ali Al-Hadi as.

  • “Barang siapa yang taat kepada Allah, maka ia tidak akan kuatir terhadap kekecewaan makhluk”.
  • “Barang siapa yang tunduk pada hawa nafsunya, maka ia tidak akan selamat dari kejelekannya”.
  • “Barang siapa yang rela tunduk terhadap hawa nafsunya, maka akan banyak orang-orang yang tidak suka padanya”.
  • “Kemarahan itu terdapat pada orang-orang yang memiliki kehinaan”.
  • “Pelaku kebaikan itu lebih baik daripada kebaikan itu sendiri. Sedang pelaku keburukan itu lebih buruk daripada keburukan itu sendiri”.
  •  “Cercaan itu lebih baik dari pada kedingkian”.
  • Beliau berkata kepada Al-Mutawakkil, “Janganlah engkau menuntut janji kepada orang yang telah engkau khianati”.

Riwayat Singkat Imam Ali Al-Hadi as


Nama                           : Ali
Gelar                           : Al-Hadi
Panggilan                     : Abul Hasan
Ayah                            : Imam Muhammad Al-Jawad
Ibu                               : Samanah
Kelahiran                     : Madinah, 212 H
Kesyahidan                  : 254 H
Usia                             : 22 tahun       
Makam                        : Samarra, Irak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar