Sabtu, 09 Agustus 2014

TAQIYAH DALAM PERSPEKTIF SUNNI



Sebelum memasuki pokok bahasan mari kita Lihat beberapa pengertian dibawah :
1. IMAN : Mengucapkan/menjalankan keberagamaan sesuai dengan apa yang diyakini
2. MUNAFIQ : Mengucapkan/menjalankan keberagamaan tapi didalam hatinya menolak agama tersebut
3. KAFIR : Mengucapkan/melakukan penolakan terhadap agama dengan perbuatan dan keyakinan
4. TAQIYAH : Mengucapkan/melakukan penolakan terhadap agama tapi hatinya menyimpan keimanan

Disemua mazhab dalam Islam sebenarnya praktik taqiyah dilakukan baik oleh ulama mazhab ataupun pengikutnya, baik umat yang terdahulu maupun yang terkini, tetapi dalam mazhab syiah, taqiyah merupakan prinsip yang dimasukkan sebagai pokok dalam beragama.
Taqiyah dilakukan untuk menyembunyikan keyakinan ataupun merahasiakan praktik-praktik dan upacara-upacara keagamaan yang khas terhadap lawan-lawan mereka (orang kafir, penguasa yang zalim dan para pendengki) karena ditakutkan akan kehilangan nyawa atau mendapatkan bahaya dan kekacauan yang besar.

Nash dan Sumber-sumber hukum yang menjadi dasar Taqiyah

I. AL-QUR'AN
  1. “Jangan sampai orang-orang yang beriman menjadikan orang-orang kafir sebagai teman-teman mereka dengan meninggalkan orang-orang yang beriman. Barang siapa yang melakukan hal itu maka lepaslah pertolongan dari Allah, kecuali untuk menjaga diri terhadap mereka (orang-orang kafir) dengan sebaik-baiknya. Allah memperingatkan kalian (agar selalu ingat) kepada Nya. Dan kepada Allahlah kalian kembali. Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui". Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”[al-Qur'an(3): 28-29]. (Ungkapan menjaga diri terhadap mereka (orang-orang kafir) dengan sebaik-baiknya diterjemahkan dari tattaqu minhum tuqatan, kata tattaqu dan tuqatan mempunyai akar kata yang sama dengan taqiyah.)


  2. “Barang siapa mengingkari Allah sesudah mengimani Nya (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali dia yang terpaksa untuk melakukan itu sedang hatinya masih tenteram dalam keimanan; akan tetapi barang siapa yang membuka dadanya untuk kekafiran, maka laknat Allah menimpa mereka, dan bagi mereka azab yang dahsyat.” [al-Qur'an (16): 106]

    Sebagaimana disebutkan dalam kedua sumber, Sunni dan Syi’ah, ayat ini diturunkan mengenai Ammar ibn Yasir. Setelah Nabi saw berhijrah, kaum kafir Mekah memenjarakan beberapa orang Islam Mekah, menyiksa dan memaksa mereka untuk meninggalkan Islam dan kembali pada agama mereka semula, yakni menyembah berhala. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah Ammar, beserta ayah dan ibunya. Orang tua Ammar menolak untuk mengingkari Islam dan meninggal karena siksaan. Tetapi Ammar - untuk menghindari siksaan dan kematian - pura-pura meninggalkan Islam dan menerima penyembahan berhala, dan karena itu ia terhindar dari kematian. Setelah dibebaskan, dengan diam-diam ia meninggalkan Mekah pergi ke Madinah. Di Madinah ia menghadap Nabi Muhammad saw, dan dalam keadaan menyesal dan sedih dengan apa yang telah dilakukannya ia bertanya kepada Nabi apakah dengan berbuat demikian ia telah keluar dari wilayah kesucian agama. Nabi menjawab bahwa kewajibannya ialah apa yang telah ia lakukan. Kemudian ayat tersebut diwahyukan.

Kedua ayat yang dikutip di atas diturunkan mengenai kasus-kasus tertentu, akan tetapi pengertiannya begitu rupa, sehingga mencakup seluruh situasi yang mungkin dapat membahayakan diri bila seseorang mengungkapkan kepercayaan dan amal keagamaan yang ia yakini. Selain ayat-ayat ini, terdapat banyak hadith dan riwayat lain baik dari Ahlul-Bait Nabi maupun sahabat Nabi serta ulama terdahulu yang tepercaya yang memerintahkan taqiyah jika terdapat kekhawatiran akan bahaya.

II. Hadist dan Riwayat Lainnya
  1. Seperti yang disebutkan di awal contoh dari 'Ammar bin Yasir (ra) Seseorang mengatakan kepada Nabi bahwa 'Ammar telah menjadi kafir. Nabi berkata: "Sesungguhnya daging dan darah 'Ammar dipenuhi dengan iman yang benar. Kemudian Ammar datang kepada Nabi saww sambil menangis terseduh-seduh karena ia telah mengucapkan kata-kata pengingkaran terhadap Islam sehingga nyawanya selamat dari cengkeraman orang-orang kafir. Nabi bertanya kepadanya, "Bagaimana dengan hati mu ? "Ammar berkata:" Hatiku berada dalam ke-Iman-an ". Nabi yang mulia menyuruhnya untuk tidak khawatir dan menyarankan dia untuk mengulang kata-kata itu jika orang-orang kafir memintanya lagi untuk melakukannya.

    Dan bukan hanya Nabi saw yang menyukai pilihan 'Ammar (ra). Bahkan Allah membenarkan tindakannya dalam ayat yang telah ditulis di awal [1]


  2. As-Suyuti menulis antara lain dalam ayat ini:

    "Dan Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim telah diriwayatkan melalui Al-` Awfi dari Ibnu Abbas (bahwa ia berkata tentang ayat ini): `Jadi, taqiyah adalah dengan lidah. Siapa pun yang dipaksa untuk mengatakan sesuatu ketidaktaatan kepada Allah dan ia berbicara itu karena takut sementara hatinya tetap teguh dalam iman, maka dibolehkan ia melakukan nya; taqiyah sesungguhnya adalah dengan lidah saja. ".... Dan Abd bin Hamid telah diriwayatkan dari al-Hasan (al-Basri) bahwa ia berkata: Taqiyah adalah sah hingga hari kiamat`. Dan Abdul (bin Hamid) telah diriwayatkan dari Abu Raja 'bahwa ia membaca , `illa an tattaqu minhum taqiyatan ', dan` Abd bin Hamid telah meriwayatkan dari Qatadah bahwa ia mengucapkan (juga) .... taqiyatan dengan ya ". [2]

  3. Imam Fakhruddin ar-Razi telah menyebutkan beberapa aturan tentang taqiyah dalam ayat ini, beberapa yang diberikan di sini:
    1. Taqiyah diperbolehkan dalam hal-hal yang berkaitan dengan manifestasi persahabatan atau permusuhan, dan juga diperbolehkan dalam hal-hal yang berhubungan dengan profesinya (agama mereka) itu. Tapi tentu tidak diperbolehkan dalam hal-hal yang mempengaruhi orang lain, seperti pembunuhan, perzinaan, perampasan hak milik, sumpah palsu, fitnah perempuan menikah atau memberitahukan orang-orang kafir tentang titik lemah dalam pertahanan orang Muslim.

    2. Ayat Alquran ternyata menunjukkan bahwa taqiyah diperbolehkan didalam negara yang didominasi orang-orang kafir. Tetapi menurut mazhab Imam Syafi'i (semoga Allah merahmatinya) jika kondisi antara (berbagai mazhab) umat Islam menyerupai kondisi antara Muslim dan orang musyrik, maka taqiyah diantara sesama umat Islam yang berbeda mazhab diperbolehkan .

    3. Taqiyah diperbolehkan untuk melindungi properti (harta dan pekerjaan), karena Nabi saww. mengatakan:` Kesucian harta seorang Muslim seperti kesucian darah-Nya ', dan juga dia (melihat) mengatakan:' Siapa saja yang terbunuh dalam membela hartanya, akan mati syahid', dan juga karena manusia sangat membutuhkan harta miliknya, jika air dijual dengan harga terlalu tinggi, wudhu 'boleh diganti dengan tayamum; jadi mengapa tidak seharusnya prinsip ini diterapkan di sini (taqiyah) ? Dan Allah Maha Mengetahui.

    4. Orang yang mengatakan bahwa aturan (dari taqiyah) ini hanya berlaku pada masa awal Islam, karena Islam pada sat itu lemah, tetapi sekarang ketika pemerintahan Islam punya kekuasaan dan kekuatan, maka taqiyah tidak dibolehkan lagi, adalah tidak benar !`. Telah diriwayatkan dari al-Hasan (al-Basri) bahwa ia berkata: `Taqiyah diperbolehkan untuk kaum muslim hingga hari kiamat. Dan pendapat ini lebih dapat diterima karena Wajib untuk menahan semua jenis bahaya dari seseorang sebanyak mungkin. "
  • Imam Bukhari telah menulis satu bab penuh, Kitabul Ikrah, tentang keadaan yang memaksa, dimana ia menulis, antara lain:

    Dan Allah berfirman `kecuali jika Anda mampu untuk menjaga dirimu terhadap mereka karena takut dari mereka '... Dan Taqiyah.
    .... Dan Hassan (Basri) berkata: `Taqiyah adalah hingga hari kiamat .... Dan Nabi saww berkata:` amal itu bergantung dari niat nya. [3]


  • As-Sayid ar-Radi (penyusun Nahj Balaghah ul) menulis, antara lain, dalam penjelasan ayat 3:28-29:

    "Kemudian Allah membuat pengecualian (tidak termasuk menjaga persahabatan dengan orang-orang kafir) dan situasi pengecualian taqiyah, maka dia berkata

    dan juga membaca(Taqiyatan), dan kedua kata ini memiliki arti yang sama.

    "Itu berarti bahwa Allah mengizinkan dalam situasi ini (ketika salah satu adalah takut dari yang lain) untuk menunjukkan persahabatan mereka dan itu kecenderungan satu terhadap mereka` dengan lidah 'tetapi tidak dengan niat hati. " [4]


  • Juga dapat kita lihat pula ada empat ayat dalam Alquran yang memungkinkan makan makanan haram ketika seseorang akan mati kelaparan dan tidak ada makanan halal tersedia: Salah satu dari mereka mengatakan: "sesungguhnya, telah dilarang memakan bangkai, darah dan daging babi dan apa saja yang disembelih bukan atas nama Allah, tetapi barangsiapa yang terpaksa tanpa keinginan untuk memakannya dan tidak melampaui batas maka ia tidak berdosa; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ". [5]
    Hal yang sama telah diulang dalam 5:03, 6:145 dan 14:115.

    Seperti dijelaskan sebelumnya, kehidupan seorang mukmin adalah hal yang paling berharga. Dan ini salah satu alasan untuk diizinkannya makan hal-hal yang mengharamkan seperti mayat atau babi ketika kehidupan tergantung padanya.
    Prinsip yang sama akan berlaku jika keselamatan hidup tergantung pada Taqiyah saja.

    Itulah mengapa Nabi (saww) telah mengatakan:
    Dia yang tidak ada taqiyah tidak beragama. [6]


  • Ibnu ABi Syaibah - Ulamak besar Sunni - meriwayatkan dari Ibnu Hanafiyah:"Tiada iman bagi org yg tidak bertaqiyyah" لا إيمان لمن لا تقية له (Musannaf, jil.6, hlm.474, hadis no. 33045


  • Namun jika Anda merenungkan Al-Qur'an, Anda akan melihat bahwa Kitab Suci Allah menyajikan taqiyah dalam cahaya yang sangat terpuji. Dalam ayat 40:28 Allah berfirman:
    "Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir´aun yang menyembunyikan imannya berkata: ..." [7]

    Hal ini menunjukkan bahwa Allah meridhoi mereka yang menyembunyikan iman untuk memberikan manfaat yang besar, karena mampu melindungi kehidupan Nabi Musa (as) dari kekejaman Fir'aun dengan tidak menyatakan Iman nya secara terbuka.
    bahkan Nabi Musa (as) telah menghabiskan waktu yang cukup lama dalam ber-taqiyah hingga Ia besar


  • Bagaimana pun, keimanan berdasarkan taqiyah begitu baiknya dan dihadapan Allah ia dihitung sebagai "Siddiq".

    wallahu'alam bissowab

    Demikian sekelumit catatan mengenai Taqiyah, dan saya masih mengharapkan masukan dari teman-teman tentang riwayat-riwayat lainnya dari sumber-sumber sunni berkenaan dengan masalah Taqiyah ini, agar fitnah yang dilancarkan oleh para Nashibi/wahabi (yang sebenarnya juga mereka menjalankan Taqiyah) dapat terbantahkan dengan hujjah-hujjah yang terang benderang


    Catatan kaki :
    [1]
    (A) as-Suyuti, ad-Durru 'l-manthur Tafsir, vol. 4, p. 4, hal 132; 132;
    (b) ar‑Razi, Tafsir Mafatihu l‑ghayb ;
    (c) az‑Zamakhshari, Tafsir al‑Kashshaf , Beirut, vol. 2, p. 2, hal 43c). Tafsir. Hampir semua buku-buku menggambarkan peristiwa ini di bawah ayat ini.

    [2] as‑Suyuti, ad‑Durru l‑manthur , vol. 2, hal. 10-17;
    ar‑Razi, Tafsir Mafatihu 'l ghayb , Beirut, edisi ke-3, vol. 7, hal 13

    [3] al‑Bukhari, as‑Sahib. edisi Mesir , Vol. 9, hal. 24-25.

    [4] as‑Sayid ar‑Radi, Tafsir Haqa'iqu 't‑ta'wil , vol. 5, hal 74.

    [5] Qur'an , 2;173.

    [6] Mulla `Ali Muttaqi, Kanzu l‑`ummal , Beirut, edisis ke-5., 1405/1985, vol. 3, hal 96, hadith no. 96, hadits no. 5665.

    [7] Qur'an , 40:28

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar