Selasa, 12 Agustus 2014

Hak Hak Perempuan dalam Perspektif Imam Khomeini Ra



Dengan menganalisa sejarah di sepanjang abad yang berbeda-beda, kita melihat peremehan terhadap masalah hak-hak kemanusiaan dan sosial serta kezaliman yang terjadi terhadap perempuan. Bahkan sebelum munculnya revolusi Industri di Eropa, perempuan belum memiliki hak sosial dan politik yang berarti.

Bukan hanya itu, para pemuka agama Kristen di Eropa pun menjustifikasi ketidakadilan terhadap perempuan ini dengan alasan-alsan teologis. Namun di abad-abad terakhir, muncullah kebangkitan pembelaan hak-hak perempuan dan dimulailah era baru.
Kebangkitan-kebangkitan yang muncul akibat dua perang dunia dan kemudian muncullah kelahiran gerakan baru di sekitar tahun tujuh puluhan. Pergerakan perempuan tersebut lebih di kenal denga gerakan feminisme.

Feminisme lahir dalam berbagai macam pandangan seperti adanya kezaliman terhadap perempuan (dalam segala bidang) yang biasa dijadikan sebagai tolok ukur bangkitnya gerakan feminisme. Namun penjelasan mereka tentang sebab terjadinya kezaliman dan langkah-langkah solusi, serta ide-ide yang mereka kemukakan berbeda-beda.

Para pemikir Feminis berkeyakinan dunia akan adil jika perempuan bangkit untuk mengambil hak-hak mereka. Meskipun mereka mengemukakan argumentasi secara ilmiah, namun sering tejadi kesalahan persepsi yang menyebabkan penyelewengan pemahaman.

Walaupun perempuan Islam di jamin oleh argumentasi teologis dan rasional untuk memperoleh hak-hak mereka di berbagai macam bidang kemasyarakatan seperti sosial, politik, budaya dan lain sebagainya, akan tetapi mereka memang dituntut untuk lebih memperhatikan masalah rumah tangga dan keluarga, sehingga seringkali secara alamiah terjadi pembatasan ruang gerak dan aktifitas mereka di ruang publik. Untuk itu para perempuan Islam pun mencoba mencari jalan keluarnya.

Permasalahan hak-hak perempuan terkadang pula menyebabkan pembenaran di berbagai macam segi tanpa melihat kultur dan agama. Sehingga terkadang banyak dikhawatirkan oleh ulama. Hal yang sering disayangkan adalah penentangan para pembela hak perempuan terhadap ulama yang berupaya menempatkan hak-hak perempuan dalam lingkup budaya dan etika agama.

Perlu diingat bahwa kehadiran para perempuan di berbagai bidang kemasyarakatan menjadi hal penentu, paling tidak pembahasan masalah perempuan memiliki tempat bagi seluruh masyarakat. Lebih dari itu, problem ini sudah mendunia bukan masalah yang lokal sifatnya. Salah satu hasil dari revolusi Islam adalah mampu mendobrak pandangan baru tentang perempuan, hak-hak dan peranannya dalam masyarakat sesuai dengan kebutuhan zaman dan kemajuan dalam kemasyarakatan.
Pemikiran dan pandangan mengenai hak-hak perempuan lebih tampak ketika revolusi Iran digaungkan dan Imam Khomeinilah pemimpin yang menjadi pelopor itu semua.

Pada 24 Aban 1357 HS tahun Iran (1979 M), salah satu koresponden Jerman bertemu dan mewancarai Imam. Di bertanya, “Kami mendengar kalau Mazhab Ahlul Bait (baca: Syiah) menolak pola yang tidak sesuai dengan pola keberagamaan ?”
Imam menjawab, “Mazhab Ahlul Bait adalah aliran revolusioner dan penerus agama Muhammad saww, begitu pula pengikutnya yang selalu menjadi bahan (obyek) teror para pengecut dan penjajah. Mazhab Ahlul Bait bukan hanya tidak menolak peranan perempuan dalam bidang-bidang kehidupan bahkan dalam kehidupan sosial politik selalu memposisikan perempuan pada tempat yang tinggi. Kami menerima kemajuan Barat tapi tidak untuk kejahatan yang mereka sendiri teriakkan untuk itu”.
Imam dalam cuplikan wasiatnya mengatakan penghalang perempuan untuk tampil bersumber dari rencana jahat musuh dan teman-teman yang tidak memahami hukum Islam dan Qur’an, dan menambahkan, pula dari cerita-cerita bohong yang di munculkan oleh musuh untuk kepentingannya dan sampai ketangan orang-orang yang bodoh dan sebagian pelajar agama yang tidak mendapatkan informasi tentang itu.

Hak-Hak Kemanusiaan perempuan
perempuan harus memiliki hak-hak kemanusiawian yang sesuai dengan realitasnya. Terkadang hak yang didapat oleh laki-laki tak bisa didapat oleh perempuan atau terkadang bisa diraih tapi dalam bentuk yang tidak sempurna atau hanya sebagian saja. Hal ini sama dengan intimidasi hak dan bertentangan dengan kemanusiaan serta hukum Tuhan.

Imam di dalam hal “persamaan” antara pria dan perempuan mengatakan:
“Islam memiliki pandangan khusus terhadap perempuan. Islam pertama muncul di jazirah Arab dimana perempuan pada masa itu seperti barang dagangan dan perbedaan status yang sangan jauh dengan lelaki. Akan tetapi Islam datang untuk menghapus itu semua dan Islam datang untuk “menyamakan” mereka dengan laki-laki. Beliau menambahkan pula, “perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam menentukan masa depannya dan kami ingin perempuan sampai pada kedudukan yang tinggi dan perempuan harus mampu untuk itu”

Pada wawancara surat kabar Belanda dalam menjawab pertanyaan koresponden
“Apa hak-hak perempuan di dalam Negara Islam?”
Imam mengatakan:
“Dari sisi hak kemanusiaan (sisi insaniyyah nya) tidak ada beda antara hak lelaki dan perempuan, karena dua-duanya adalah manusia dan mereka memiliki hak dalam menentukan masa depannya masing-masing. Dan sebagian hal yang berbeda dari mereka tidak ada hubungan dengan sisi kemanusiaannya.”
“Berusahalah dalam meraih ilmu dan ketaqwaan, karena ilmu adalah milik bersama tanpa pengecualian. Sekarang para perempuan menjadi partner dalam belajar atau hal lainnya di dalam semua bidang ilmu pengetahuan begitu pula industri.”
“Apakah perempuan bisa sampai pada tahap ijtihad? Dan apa peranan perempuan di dalam negara Islam?”
Beliau menjawab:
“Ada kemungkinan perempuan sampai pada tahap ijtihad tapi tidak bisa menjadi marja’ taqlid untuk orang lain. Di dalam aturan Islam perempuan memiliki hak yang sama dengan lelaki seperti hak belajar, mengajar, bekerja, kepemilikan, hak memilih, hak dipilih, sehingga di setiap bidang, dimana lelaki memiliki hak untuk itu perempuan pun memilikinya.

“perempuan pula memiliki hak berpolitik dan inilah tugas mereka. Seluruh perempuan dan laki-laki harus masuk dalam masalah sosial, politik bahkan harus menjadi pemantau perkembangan politik yang ada, dan tidak hanya itu mereka pula di tuntut untuk menyumbangkan ide-ide mereka”
“Sekarang perempuan harus melaksanakan tugas sosial dan agama mereka dan menjaga kehormatan umum dan di bawah kehormatan tersebut mereka melakukan urusan sosial dan politiknya.”
“perempuan di dalam urusan sosial politiknya harus menjadi partner para lelaki, dengan syarat menjaga hal-hal yang telah di atur dalam Islam”.

Pandangan Imam tentang Karir dan Pekerjaan:
“Provokasi jahat sedemikian rupa menyalahartikan kebebasan perempuan sehingga mereka menyangka Islam datang hanya memerintahkan perempuan diam dirumah saja”
“Kenapa kita mesti menentang kalau perempuan belajar? Kenapa kita mesti menentang kalau perempuan bekerja? Apakah perempuan tidak mampu melakukan pekerjaan kenegaraan?”
“Seluruh aktifitasnya ada di dalam ikhtiyar mereka, mereka bebas menentukan masa depannya”[1]
Menjadi jelaslah bahwa Islam menempatkan perempuan dalam kedudukan yang tinggi sama dengan laki-laki. Dari sisi insaniyyah-nya perempuan dan laki-laki adalah sama, tidak ada penghalang dikarenakan perbedaannya dalam meraih kedudukan yang tinggi disi Allah. Di dalam Islam kita telah mengenal Sayyidah Fatimah Azzahra (putri Rasulullah) yang membela dan mendampingi perjuangan Ayahnya, Sayyidah Maryam yang dengan kelembutannya menjaga sang kekasih Allah, Isa Almasih, pula Sayyidah Asiah (istri Firaun) yang dengan kesabarannya bisa terjaga dari pengaruh buruk Firaun. [oleh: Khairi Fitrian Jamalullail]
Notes:
 
[1] Ucapan-ucapan Imam Khomaini diambil dari Majalah Payam Khonewodeh No: 52 Halaman 14 Urdibhest 1384 Hs.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar