Sabtu, 16 Agustus 2014

Manusia Di Mata Imam Ali as


Allamah Al-Qunduzi dalam kitabnya Yanabi’ Al-Mawaddah menukil bahwa pada malam terjadinya pemukulan atas diri beliau oleh Abdurrahman bin Muljam, Imam Ali as berkali-kali keluar dari rumahnya dan memandang ke arah langit. Berulang kali beliau mengatakan, “Demi Allah aku tidak berbohong dan aku tidak menerima berita yang bohong. Malam ini adalah malam yang dijanjikan untukku.”

Dengan langkah perlahan Imam Ali berjalan menuju masjid. Saat memasuki Masjid beliau melihat Ibnu Muljam sedang tertidur. Imam Ali membangunkannya lalu berjalan menuju ke mihrab untuk melaksanakan shalat Subuh. Masjid telah dipenuhi oleh jemaah yang berbaris rapi membentuk shaf-shaf. Ali memuji tuhannya dengan mengangkat tangan. Allahu Akbar. Pujian itu diikuti oleh jemaah shalat yang telah siap. Tak lama kemudian Ali ruku lalu meletakkan dahi di atas tanah seraya mengagungkan Tuhannya. Tiba-tiba saat mengangkat kepala dari sujud, pedang Ibnu Muljam yang beracun mendarat tepat di kepalanya. Gema Allahu Akbar yang keluar dari mulut Ali membubarkan barisan shalat. Ibnu Muljam ditangkap massa. Darah segar mengucur dari kepala Ali yang terbelah. Meski demikian, putra Abu Thalib ini sempat melarang massa menghakimi orang yang berniat membunuhnya itu. Beliau meminta Ibnu Muljam dibawa ke hadapannya. Kepadanya beliaau berkata, “Mengapa engkau lakukan ini padaku? Apakah aku pemimpin yang buruk bagimu?” Ali memerintahkan orang-orang untuk membawa Ibnu Muljam namun melarang mereka menyakitinya. Masjid Kufah mendadak tenggelam dalam tangis dan duka.

Untuk mengenang syahadah Imam Ali as, ada baiknya kita membahas pandangan beliau mengenai hakikat manusia. Imam Ali as adalah orang yang mendapat gelar pintu kota ilmu dan tahu benar hakikat manusia yang sebenarnya. Mengenai orang-orang zalim dan congkak yang berbuat kerusakan di muka bumi dengan segala kesombongannya Imam Ali as berkata, “Bukankah manusia adalah mahluk yang pernah Allah tempatkan di kegelapan rahim seorang ibu”

Menurut Washi dan khalifah Rasul ini, manusia adalah mahluk yang melewati berbagai periode kesempurnaan, yang mana periode terpentingnya adalah pengenalan hakikat. Manusia seperti ini akan sadar dan mengetauhi aib dan cela yang ada padanya, tidak mudah terpengaruh oleh polusi yang ada di sekitarnya, dan dengan keimanan serta tekad yang kuat berhasil melepaskan diri dari sifat sombong.

Beliau lebih lanjut mengarahkan manusia untuk mengenali potensi yang ia miliki. Menurut Imam Ali keselamatan manusia ada pada keseimbangan perkembangaan seluruh potensi yang dimilikinya. Amirul Mukminin Ali menyebutkan menerangkan bahwa pengembangan sifat-sifat mulai hanya bisa dilakukan dengan memperkuat pondasi ilmu dan akal. Karenanya beliau menganjurkan kepada seluruh manusia untuk menghidupkan pelita makrifat di dalam diri mereka dan memanfaatkan potensi akal. Semua itu supaya diri manusia mampu melawan godaan hawa nafsu. Sebab dengan akal dan ilmu, manusia bisa mengekang nafsunya. Beliau berkata, “Carilah jalan kebenaran dengan akalmu dan lawanlah hawa nafsumu tentu engkau akan sukses.”

Hal inilah yang saat ini ramai dibicarakaan oleh para pakaar psikologi. Mereka mengatakan, “Orang yang sehat secara akal akan memiliki psikologi yang sehat.” Pernyataan para psikolog ini hanyalah penemuan yang mereka dapatkan melalui berbagai eksperimen. Namun Imam Ali as yang mengenal hakikat manusia menerangkan lebih jauh dan mendalam. Beliau menegaskan bahwa kepercayaan akan alam akhirat adalah periode awal yang harus menjadi bagian dari kehidupan manusia. Dengan kepercayaan ini, orang akan yakin bahwa apa yang dilakukannya di dunia sebelum kematian akan sangat menentukan nasibnya di alam akhirat sana. Keimanan inilah yang mendorong manusia untuk melakukan kebaikan.

Saat ini, kebersihan diri seseorang dilihat dari hubungan sosialnya. Artinya manusia memiliki hubungan erat dengan masyarakat. Selayaknya dia menyintai masyarakatnya dan masyarakat menyintainya. Mengenai hubungan dengan masyarakat Imam Ali as menekankan bahwa sebelum segala sesuatunya manusia harus menjaga tindak tanduknya di tengah masyarakat dan menghindari perbuatan dosa. Beliau juga menganjurkan hubungan baik dengan keluarga, yang disebutnya sebagai penguat mental dan spiritual. Sayangnya pada zaman ini, manusia telah menjauh dari tujuan asli penciptaan-Nya dan tenggelam dalam krisis etika kemanusiaan.

Imam Ali as menyebutkan beberapa sifat terpuji yang ada pada insan mulia, diantaranya tanggungjawab, cinta terhadap sesama, tepat janji, dan tidak enggan untuk bermusyawarah dengan orang lain. Tindakan membela diri dan kehormatan masyarakat juga dipandang oleh Ali sebagai sifat terpuji yang dimiliki oleh orang yang sehat di tengah masyarakatnya. Orang semacam ini sudah tentu tidak memiliki sifat congkak, riya’, dan kemunafikan. Sikap mengambil hikmah sejarah masa lalu disebut oleh satu-satunya manusia yang lahir di dalam Kabah ini sebagai faktor yang penting dalam menekan kesalahan bertindak dan bersikap. Hal ini juga disinggung dalam wasiatnya kepada putranya Imam Hasan as.

Di mata Imam Ali as, orang yang sukses adalah mereka yang memiliki hubungan baik dengan diri, masyarakat dan Tuhannya. Untuk mengenal diri sendiri hendaknya manusia memahami arti kehidupan dan tujuannya. Karena itu, Imam Ali as menghimbau semua orang untuk mengenal posisinya di dunia ini dan tidak melakukan perbuatan yang bisa menurunkan derajatnya. Imam Ali as berkata, “Siapa yang tidak mengenal dirinya maka ia binasa.” Dalam ungkapan lain beliau mengatakan, “Sebaik-baik makrifat adalah pengenalan diri sendiri.”

Satu hal lagi yang dipandang penting pada diri manusia adalah hubungannya dengan Tuhan. Hubungan inilah yang membentuk jatidiri seseorang. Dalam hal ini, Imam Ali as menyebutkan bahwa Tuhan yang hidup dan kekal ada di semua tempar dan selalu memantau tingkah laku seluruh hamba-Nya. Orang yang mengikat kehidupannya dengan masalah ketuhanan akan mampu menundukkan hawa nafsunya dan bergerak menuju kepada kesempurnaan.

Di mata Imam Ali as, manusia adalah mahluk yang memiliki kehendak sendiri dan melakukan semua perbuatan dengan kehendaknya. Beliau menghimbau manusia untuk memanfaatkan kehendak ini di jalan yang benar yang dapat menghantarkannya ke dejarat tertinggi kesempurnaan. Ali as adalah contoh nyata dari manusia sempurna yang berhasil mencapai derajaat tertinggi kesempurnaan dengan iman dan kekuatan tekadnya. Karena itu kata-kata yang beliau ucapkan ketika pedang Ibnu Muljam menghantam kepalanya adalah, “Demi Pemilik Kabah Aku sukses.” Tanggal 21 Ramadhan tahun 40 hijriyyah manusia sempurna ini meninggalkan dunia yang fana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar