Senin, 25 Agustus 2014

Imam Hasan Al-Askari As, Pembina Generasi Unggul



Hari Lahir

Imam Hasan Al-Askari as. adalah imam ke-11 dari 12 imam Ahlul Bait. Beliau  dilahirkan di Madinah Al-Munawwarah pada tahun 232 H. dan meninggal syahid di Samarra tahun 260 H.
Ayah beliau ialah Imam Ali Al-Hadi as, sedangkan ibu beliau bernama Susan.

Beliau as. menjadi Imam (pemimpin umat) pada usia 22 tahun dan hidup pada masa yang penuh dengan kesulitan dan berbagai macam tipu daya. Setelah wafat sang ayah, Imam as. hidup selama 6 tahun,  dan sepanjang itulah masa kepemimpinannya (Imamah).

Pada masa Imam as, khalifah Abbasiyah Al-Mu’taz tewas di tangan orang-orang Turki. Lalu mereka mengangkat Al-Muhtadi sebagai penggantinya, yang tak lama kemudian juga tewas dibunuh. Seteleh itu, khilafah Abbasiyah jatuh ke tangan  Al-Mu’tamid.

Panggilan Imam Hasan as. ialah Abu Muhammad. Orang-orang mengenalnya dengan berbagai julukan seperti: Al-Hadi, Az-Zaki, An-Naqi, dan Al-Kholis. Julukan beliau yang paling masyhur adalah Al-Askari, karena beliau as. tinggal di sebuah tempat yang disebut Al-Askar. Selain itu, beliau juga dikenal dengan panggilan Ibnu Ridha.

Ahmad bin Khaqan pernah mengenang baik Imam as., padahal ia termasuk pembenci Ahlul Bait as. Katanya,  “Aku tidak melihat di antara keluarga Bani Alawiyyin (keturunan Imam Ali as.) di Samarra seperti Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ali Al-Ridha as. Dan aku tidak menemukan  orang sebanding dengannya dalam pengorbanan, kesederhanaan, kehormatan, keagungan, kemulyaan, dan kedermawanan”.

Dia juga mengatakan, “Seandainya
 khilafah ini lepas dari tangan-tangan Bani Abbasiyah, maka tidak ada yang layak menjadi khalifah di antara Bani Hasyim selain Hasan bin Ali as., karena kepribadiaannya yang luhur, akhlaknya yang mulia, dan pikirannya yang brilian”.

Tersebarnya kerusakan dan kebobrokan di dalam negeri serta pengaruh besar orang-orang Turki di kalangan para pejabat tinggi negara, semua itu menjadi penyebab munculnya pemberontakan masyarakat terhadap pemerintahan Abbasiyah.

Sementara itu, orang-orang Alawiyah (anak keturunan Imam Ali bin Abi Thalib as.)  tidak tinggal diam. Mereka juga mengadakan pemberontakan di berbagai tempat.
Hasan bin Zaid Al-Alawi telah mengadakan pemberontakan di daerah Tabristan dan berhasil menguasainya.

Begitu juga di Basrah, telah terjadi pemberontakan yang disebut dengan “Tsaurah  Zanj” yang pemimpinnya mengaku sebagai salah satu keturunan Ahlul Bait. Pemberontakan itu dilakukannya dengan sangat keji, hingga ia membunuh anak-anak dan para wanita. Kemudian Imam Hasan Al-Askari as. mengumumkan kepada masyarakat luas, bahwa pemimpin pemberontakan “Tsaurah Zanj” itu bukanlah dari keturunan Ahlul Bait as.

Imam Hasan Al-Askari as. menghadapi situasi yang sangat sulit. Seringkali beliau  dijebloskan ke dalam penjara. Para khalifah telah menugaskan penjaga-penjaga yang bengis untuk mengawasinya. Tapi dalam tempo yang singkat, banyak dari mereka yang malah terpengaruh oleh akhlak luhur Imam as., hingga mereka menemukan kembali suara fitrahnya yang bersih dan menjadi orang-orang yang soleh.

Suatu waktu, Imam Hasan as. dijebloskan ke dalam kandang serigala, tapi amat mengejutkan tatkala kawanan serigala tampak gembira dengan kehadiran beliau. Mereka memain-mainkan ekornya ke telapak kaki Imam as, dan terkadang mereka sentuhkan badannya dengan kaki beliau.

Seorang penganut Nasrani (Kristen) telah bertemu Imam Hasan Al-Askari as. dan ia merasa bahwa Tuhan bersama beliau. Ia pun masuk Islam di hadapan Imam as. Tatkala ditanya alasan  keislamannya, ia menjawab, “Aku melihat sifat-sifat Isa Al-Masih as. tampak  pada dirinya”.

Kebanyakan wasiat-wasiat Imam Hasan Al-Askari as. berkisar pada masalah keadilan, kemuliaan, dan pengorbanan. Beliau senantiasa memperingatkan kaum muslimin akan kedzaliman dan penindasan.

Keluasan Ilmu Imam

Mazhab Ahlul Bait telah tersebar dengan pesat. Pada masa Imam Hasan Al-Askari as.,  berbagai gerakan ilmiah dan semangat ilmu pengetahuan bermunculan.

Imam Hasan as. melakukan pengajaran di Kufah, Baghdad, dan Hijaz. Kota Qum merupakan salah satu kota yang masyhur sebagai pusat pengembangan ilmu agama. Ilmu beliau laksana samudera, di mana lebih dari 18000 sarjana yang menimba ilmu pada beliau.

Orang dekat khalifah Abbasiyah Al-Mu’taz bernama Muhammad bin Mas’ud Asy-Syirazi menuturkan, “Hasan Al-Askari telah mencapai ketinggian ilmunya, hingga menjadikan Al-Kindi – guru Al-Farabi- membakar bukunya sendiri setelah beliau melihat dan mengoreksi kandungan-kandungannya yang tidak lagi sesuai dengan ajaran Islam”.

Imam Hasan as. dan Seorang Pendeta

Suatu masa, kota Samarra pernah dilanda kekeringan. Maka khalifah memerintahkan kaum muslimin untuk melakukan shalat Istisqa’.  masyarakat menyambutnya dan keluar  berbondong-bondong untuk melakukan shalat sampai tiga hari. Akan tetapi, tidak ada perubahan keadaan kota.

Pada hari keempat, Jastliq pergi bersama para pengikutnya, para pendeta, dan orang-orang Nasrani (Kristen) ke tengah padang sahara. Salah satu pendeta mengangkat tangannya sambil berdoa. Tak lama kemudian,  hujan pun turun dengan sangat lebat.

Melihat kejadian ini, orang-orang menjadi ragu atas kebenaran Islam, padahal ia adalah agama yang paling utama. Sebagian dari mereka berkata, “Sekiranya orang-orang Nasrani itu berada dalam kebatilan, niscaya Allah swt. tidak akan mengabulkan doa mereka”. Lantas sebagian muslimin berfikir untuk memeluk agama Nasrani.

Pada saat itu,  Imam Hasan Al-Askari as. ada dalam penjara. Pengawal khalifah  mendatanginya dan berkata, “Temuilah umat kakekmu Muhammad saw., karena mereka telah meragukan agama Allah swt.”.

Maka pada kesempatan lain, Jastliq beserta para pendeta dan Imam Hasan as. pergi ke tengah padang pasir. Imam as. senantiasa mengawasi keadaan mereka dengan baik. Kemudian beliau melihat salah satu dari pendeta tersebut mengangkat tangannya yang kanan. Segera  beliau memerintahkan sebagian budaknya untuk memegang tangan pendeta tadi dan melihat apa yang ada di telapaknya.
mereka pun lekas memegang tangan pendeta  dan mereka melihat tulang hitam di antara jari-jarinya. 
Kemudian Imam as. mengambilnya lantas berkata pada pendeta tersebut, “Sekarang berdoalah untuk meminta hujan!”.

Pendeta itu kembali mengangkat tangannya dan berdoa. Saat itu langit sudah mulai mendung. Ttiba-tiba mendung menghilang dan berubah menjadi awan dan matahari yang mulai memancarkan sinarnya.

Khalifah bertanya pada Imam Hasan Al-Askari as. tentang rahasia tulang tadi. Beliau menjawab, “Pendeta ini pernah melewati salah satu kuburan nabi-nabi terdahulu, kemudian ia dapati tulang ini, dan hujan lebat akan turun dari langit seketika tulang itu disingkapkannya”.

Dakwah dan Pendidikan

Dikisahkan bahwa ada seorang pemuda keturunan Imam Ja’far Ash-Shadiq as. tinggal di kota Qum. Ia suka minum khomer. Pada suatu hari, ia pergi ke rumah Ahmad bin Ishak Al-Asy’ari, seorang wakil Imam Hasan Al-Askari as. Namun Ahmad tidak mengizinkan pemuda itu masuk, karena ia telah mengetahui akhlaknya. Pemuda itu kembali ke rumahnya dengan perasaan sedih atas perlakuannya itu.

Suatu saat, Ahmad bin Ishak hendak pergi menunaikan ibadah haji. Tatkala ia sampai di Madinah dan ingin berjumpa dengan Imam Hasan as, ia meminta izin untuk bisa masuk dan bertemu dengan beliau. Akan tetapi, Imam as. tidak mengizinkannnya. Ia pun merasa sedih dan bersipuh di depan pintu sehingga Imam as. mengizinkannya masuk.

Ahmad bin Ishak  bertanya kepada Imam as. tentang alasan beliau tidak mengizinkannnya masuk tadi. Imam as. menjawab, “Sungguh aku telah memperlakukanmu sebagimana yang telah kamu lakukan terhadap anak pamanku, aku melarangmu sebagaimana kamu melarangnya”.

Ahmad bin Ishak berkata, “Tuanku, sesungguhnya ia suka minum khomer. Aku menolaknya, karena itu aku bermaksud untuk mengingatkannnya agar bertaubat”.

Imam Hasan Al-Askari as. menjawab, ”Bila Kau ingin memberikan pelajaran padanya, tidaklah demikian caranya”.

Kemudian Ahmad bin Ishak kembali ke Qum dan orang-orang mengucapkan selamat kepadanya.  Tatkala pemuda itu menemuinya, ia pun bangun menyambutnya dan merangkulnya begitu hangat serta mendudukkannya di sampingnya.

Pemuda yang bernama Abul Hasan itu malah  terheran-heran melihat perlakuan Ahmad kali ini, kemudian ia bertanya tentang sebab penolakannya kemarin dan penyambutannya yang hangat terakhir ini. Maka,  Ahmad menceritakan pengalamannya sewaktu hendak menjumpai Imam Hasan Al-Askari as. di Madinah.

Usai cerita itu, Abul Hasan menundukkan kepalanya karena malu. Seketika itu ia bertekad untuk segera bertaubat. Sekembalinya ke rumah, ia pecahkan kendi-kendi khomer, dan senantiasa pergi ke masjid.

Dua Kisah
  • Sewaktu Imam Hasan Al-Askari as. di dalam sebuah penjara yang dikepalai oleh Shaleh bin Washif, Khalifah Abbasiyah memerintahkan agar memperketat pengawasan dan penjagaannnya atas beliau. Shaleh mengeluhkan, “Apalagi yang harus aku lakukan, padahal aku telah menugaskan dua orang yang paling jahatnya makhluk Allah untuk menjaganya, tetapi  mereka berdua justru menjadi tekun solat dan beribadah”.
Kemudian ia memanggil kedua penjaga tersebut. Kepada mereka ia bertanya, “Apa yang kalian ketahui tentang laki-laki ini (Imam as.)?”.
Mereka berkata, “Apa yang harus kami katakan tentang  seseorang yang senantiasa menghabiskan siangnya dengan berpuasa, dan melewatkan malamnya dengan bertahajud. Dia tidak berbicara dan bekerja selain ibadah”.

  • Tatkala orang-orang Turki berhasil menciptakan pengaruh besar di dalam  pemerintahan Abbasiyah dan mempermainkan khalifahnya,  mereka membunuh setiap orang yang mereka curigai, bahkan mereka dapat  menentukan khalifah yang mereka kehendaki.
Ketika Al-Mu’tamad menjadi khalifah, dia berbuat sewenang-wenang,  karena dia sendiri tidak tahu berapa lama dia akan memerintah, 3 bulan ataukah lebih. Namun, ia mengetahui betul kedudukan Imam Hasan Al-Askari as. di sisi Allah swt.
Maka pada suatu hari, Al-Mu’tamid menghadap Imam as. dan memohon kepadanya supaya Allah memanjangkan umurnya. Imam as. pun mendoakannya, sehingga ia pun tetap duduk sebagai khalifah selama lebih dari 20 tahun.

Orang Bijak dari Irak

Ishak Al-Kindi adalah seorang filsuf Irak yang telah menulis sebuah buku tentang pertentangan antarayat Al-Qur’an. Salah seorang dari muridnya datang menghadap Imam Hasan Al-Askari as. Kepadanya beliau bertanya, “Adakah di antara kalian yang berani untuk mengkritik pendapat guru kalian Al-Kindi tentang sanggahan dan keraguannya terhadap Al-Qur’an?”
Salah seorang muridnya mengatakan: “Aku tidak mampu menyanggahnya”.

Imam as. berkata, “Katakan kepadanya, bahwa aku punya masalah dan aku ingin bertanya padamu. Yaitu, bila ada seorang yang membacakan Al-Qur’an  di hadapanmu, apakah mungkin maksud ayat-ayat yang dibacanya itu berbeda dengan maksud yang kau dengar darinya?  Dia pasti akan mengatakan, ‘Tentu, sangat mungkin itu, karena ia  adalah seorang yang dapat memahami apa yang telah ia dengar’.

“Apabila ia menjawab seperti itu, katakan lagi padanya, ‘Bagaimana Anda bisa memastikan itu, padahal mungkin saja dia memahami maksud yang berbeda dengan yang kau pahami? Dengan begitu, maka  kamu telah meletakkan maksud bukan pada tempat yang semestinya”.

Kemudian si murid menyampaikan pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada gurunya, Al-kindi. Selekas menyimak, ia meminta muridnya untuk mengulang pertanyaan. Sang murid pun mengulangnya.

Setelah itu, Al-Kindi malah menundukkan kepala sambil berfikir. Akhirnya ia sadar bahwa hal tersebut memang mungkin terjadi dalam bahasa dan bisa diterima oleh akal. Dengan kesadaran ini, pandangannya tentang Al-Qur’an tampak begitu lemah dan rapuh. Lalu, ia bangkit dan membakar bukunya tersebut.

Surat untuk Seorang Sahabat

Dalam rangka menasehati para sahabatnya, Imam Hasan Al-Askari as. banyak menulis surat yang dikirimkan kepada mereka. Di antaranya, surat berikut ini yang dikirimkan kepada Ali bin Husain bin Babaweh Qumi:

Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan alam semesta. Akibat baik bagi orang-orang yang bertakwa, surga bagi orang-orang yang mengesakannya, dan neraka bagi orang-orang yang mengingkarinya, serta tidak ada permusuhan kecuali kepada orang-orang zalim.

“Tiada Tuhan selain Allah, Dialah sebaik-baik pencipta. Shalawat serta salam semoga terlimpah kepada sebaik-baik mahluk-Nya, Muhammad saw. dan keluarganya yang suci.

Kamu harus besabar dan menanti kedatangan Al-Mahdi, karena Rasulullah saw. telah  bersabda: “Amalan umatku yang paling utama adalah menanti kehadiran Al-Mahdi”.
           
 “Syi’ah kami akan senantiasa dalam kesedihan hingga muncul anakku, sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Nabi, bahwa ia akan memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana ia telah dipenuhi oleh kezaliman.
           
 “Bersabarlah wahai Syi’ahku,  ya..Abul Hasan, sesungguhnya bumi ini adalah milik Allah yang telah diwariskan untuk hambanya yang dikehendaki. Dan akibat yang baik bagi orang-orang yang bertakwa.
           
 “Salam atasmu dan seluruh Syi’ah kami, semoga rahmat dan berkah Allah meliputimu dan Syi’ah kami. Akhirnya, semoga Allah swt. merahmati Muhammad dan keluarganya”.

 Hari Kesyahidan

Ketika diboyong oleh sang ayah ke Samarra, Imam Hasan Al-Askari as. baru berusia 4 tahun. Semenjak itu pula beliau selalu diawasi secara ketat oleh pemerintahan Abbasiyah.

Seringkali Imam as. dijebloskan dalam penjara, sampai akhirnya beliau diracun dan meninggal syahid  8 Rabiul Awwal 260 H. Beliau dimakamkan di samping ayahnya, Imam Ali Al-Hadi as., di kota Samarra.

Imam Hasan Askari as. senantiasa dalam  pengawasan para penguasa, karena adanya riwayat-riwayat dari Nabi saw. yang menguatkan, bahwa Al-Mahdi as. adalah Imam ke-12 dan dia adalah anak dari Imam Hasan Al-Askari. Sebab itulah para penguasa merasa takut akan kemunculannya yang akan memenuhi dunia ini dengan keadilan. Akan tetapi, Imam Hasan Askari as. telah berhasil merahasiakn putranya itu, betapa pun sulitnya keadaan waktu itu.

Meski demikian, saudara Imam Hasan Al-Askari as. yang bernama Ja’far Al-Kaddzab berusaha untuk menunggu kesempatan guna menyatakan dirinya sebagai imam setelah wafatnya beliau dengan dukungan orang-orang Bani Abbasiyah. Akan tetapi, Allah swt. menggagalkan seluruh makar dan muslihatnya itu.

Ketika Imam Mahdi as. muncul secara tiba-tiba, yang saat itu beliau masih kecil, dan  datang untuk menyolati jenazah ayahnya, banyak orang-orang yang menyaksikan kejadian tersebut. Dengan begitu, mereka mengimani keimamannya. Mereka pun percaya bahwa dialah Imam Al-Mahdi ajf. yang dinanti-nantikan. []

Mutiara Hadis Imam Hasan Al-Askari as. 
  • “Tidak ada kemuliaan bagi orang yang meninggalkan kebenaran, dan tidak ada kehinaan bagi orang yang mengamalkannya”.
  • “Dua perkara yang tidak ada sesuatu pun yang lebih unggul di atas keduanya: iman kepada Allah dan kawan yang bermanfaat”.
  • “Keberanian seorang anak terhadap orang tuanya di masa kecil akan mendorongnya kepada kedurhakaan terhadapnya di saat dewasa”.
  • “Bukan termasuk kebajikan menampakkan kegembiraan di hadapan seorang yang sedih”.
  • “Cukup bagimu sebuah pelajaran yang  menjauhkanmu dari segala yang tidak kau sukai dari orang lain”.
  • “Seluruh keburukan telah terkumpul  dalam satu rumah, dan kuncinya adalah dusta”.

Riwayat Singkat Imam Hasan Askari as. 
Nama                           : Hasan
Panggilan                     : Abu Muhammad
Gelar                           : Al-Askari
Ayah                            : Imam Ali Al-Hadi as.
Ibu                               : Susan
Kelahiran                     : Madinah, 232 H
Wafat                           : 260 H
Makam                        : Samarra, Irak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar